Louis Slotin, pahlawan nuklir yang korbankan diri di masa muda
Dr Louis Slotin memegang Uranium da Plutonium yang tengah bereaksi dengan tangan kosong
Sebagai ilmuwan nuklir, tentu saja resiko yang dihadapi sangat tinggi, misalnya terkena paparan sinar radiasi atau bahkan ledakan nuklir. Namun di balik percobaan-percobaan nuklir berbahaya yang pernah dilakukan, terdapat seorang sosok yang membuat seluruh ilmuwan nuklir bangga, yakni Dr. Louis Slotin.
Tepat setelah perang dunia kedua berakhir di tahun 1945, Dr. Louis Slotin bersama ilmuwan nuklir lain berusaha melakukan serangkaian eksperimen untuk menetukan berat dua zat radioaktif, yaitu Uranium dan Plutonium.
-
Siapa Nurul Hikmah? Pada Rabu (24/7) lalu, sebanyak 991 mahasiswa program pascasarjana UGM menjalani upacara wisuda. Di antara mereka ada Nurul Hikmah (25). Dia berhasil lulus dari Program Studi Magister Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi UGM, dengan IPK sempurna 4.00.
-
Kapan penelitian ini dilakukan? Studi ini didasarkan pada National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 1999–2018, yang melibatkan lebih dari 17.000 wanita berusia 20 hingga 65 tahun.
-
Mengapa penelitian ini penting? Selain membantu memahami lebih lanjut tentang sistem cuaca unik di planet es, temuan ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa medan magnet Neptunus dan Uranus berbeda dengan medan simetris yang dimiliki Bumi.
-
Apa yang diamati oleh para ilmuwan? Para ilmuwan berhasil menyaksikan dua pasang lubang hitam supermasif yang hampir bertabrakan. Dua fenomena alam itu terletak jutaan hingga miliaran tahun cahaya dari Bumi.
-
Di mana penelitian ini dilakukan? Tim peneliti dari Universitas Yonsei di Seoul, Korea Selatan, berhasil mengembangkan varietas beras hibrida yang dipadukan dengan protein daging sapi dan sel lemak.
Eksperimen yang dilakukan oleh tim Dr. Slotin pun tergolong sangat ekstrem, dengan mendekatkan Uranium dan Plutonium yang terkandung di dalam dua buah wadah berbentuk setengah bola secara manual. Bahkan, Dr. Slotin melakukannya dengan tangan kosong.
Satu-satunya alat bantu yang digunakan adalah sebuah obeng biasa untuk memisahkan kedua belahan bola radioaktif Uranium dan Plutonium tersebut.
Lewat cara yang cukup mengerikan itu, ilmuwan mengklaim dapat mengetahui berat dari zat radioaktif tanpa perlu melakukan sebuah reaksi nuklir dengan potensi yang lebih berbahaya.
Tepat tanggal 21 Mei 1946, Dr. Slotin dan ketujuh rekannya menjalankan penelitian tersebut di laboratorium rahasia bernama 'Omega' di pangkalan Los Alamos. Sayangnya, saat tengah mendekatkan kedua belah bola yang mengandung Uranium dan Plutonium tersebut, obeng yang dipegang oleh Dr. Slotin tidak sengaja tergelincir.
Seketika itu pula dua buah belahan bola Uranium dan Plutonium saling bersentuhan dan mulai beraksi nuklir. Tak ayal, kedelapan ilmuwan di ruangan itu, termasuk Dr. Slotin, merasakan gelombang panas yang dihasilkan oleh reaksi nuklir tadi. Bahkan, bola tersebut memancarkan cahaya biru yang terdiri dari sinar gamma ke seluruh ruangan.
Di saat-saat kritis itulah, Dr. Slotin dengan sigap menggunakan tangan kosongnya untuk mendorong salah satu belahan bola sehingga jatuh ke tanah sekaligus menghentikan pancaran sinar radiasi. Tindakan tersebut mencegah munculnya radiasi yang lebih parah atau bahkan ledakan akibat kontak antara Uranium dan Plutonium.
Dr. Slotin pun dianggap mampu menyelamatkan rekan-rekannya. Namun, aksi heroik yang dilakukan oleh Slotin juga berdampak negatif padanya. Slotin mengaku tangannya seperti terbakar dan merasakan rasa asin di mulutnya, bahkan setelah itu Slotin mulai muntah-muntah sebagai tanda dari keracunan radiasi tingkat tinggi.
Hebatnya, ketika diperjalanan ke rumah sakit, Slotin masih sempat membuat rekan-rekannya bangga dengan mengatakan,"Kalian akan selamat, tapi aku sudah tamat".
Bahkan, sesampainya di Rumah Saklit Los Alamos pun Slotin masih sempat meminta maaf pada teman-temannya, termasuk Alvin Graves. Graves nantinya juga meninggal akibat dampak radiasi 19 tahun setelahnya.
"Aku minta maaf membawa kalian dalam insiden ini. Aku mungkin hanya hanya mempunyai kesempatan 50 persen untuk hidup. Aku berharap kalian mempunyai kesempatan yang lebih baik dari aku," kata Slotin.
Dr. Louis Slotin yang saat itu baru berusia 35 tahun pun akhirnya meninggal setelah 9 hari dirawat di rumah sakit akibat keracunan radiasi yang sangat parah. Namun, aksi heroiknya pria yang lahir tanggal 1 Desember 1911 tersebut membuat rekan-rekannya hidup lebih lama, bahkan ada yang tidak mengalami efek radiasi sama sekali.
(mdk/bbo)