Pengamat soal Data 6 Juta NPWP Bocor: Marak karena Belum Diterapkan Sanksi
UU PDP ini mengamanatkan kepada Presiden untuk membentuk Lembaga Penyelenggara PDP seperti yang tertera pada pasal 58 sampai dengan pasal 61.
Maraknya kebocoran data yang terjadi ini juga menyebabkan meningkatnya penipuan-penipuan yang memanfaatkan data pribadi yang bocor tersebut, penggunaan data curian untuk mengambil pinjol, serta menerima pengiriman iklan tentang ajakan bermain judi online. Salah satu yang baru-baru ini terjadi adalah bocornya 6 juta NPWP termasuk milik Presiden Jokowi.
"Saya sudah minta Pak Dirjen Pajak dan seluruh pihak di Kementerian Keuangan untuk melakukan evaluasi terhadap persoalan ini," kata Sri Mulyani, Menteri Keuangan di sebuah kesempatan.
- 6 Juta Data NPWP Bocor, Ini yang Dilakukan Menkominfo
- Kominfo Buka Suara Tanggapi Heboh Data NPWP Jokowi, Kaesang & Gibran Bocor
- Buka-bukaan Presiden Jokowi Cium Keteledoran Usai Data NPWP Miliknya Diduga Bocor dan Dijual Bersama Pejabat Elite
- Data NPWP Jokowi, Gibran dan Kaesang Diduga Bocor, Sri Mulyani Perintahkan Ditjen Pajak Lakukan Penyelidikan
Melihat kejadian itu, Pratama Persadha Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC mengatakan, penyebab maraknya kebocoran data yang terjadi adalah belum adanya sanksi baik sanksi administratif maupun sanksi berupa denda kepada perusahan atau organisasi yang mengalami kebocoran data dimana sanksi hukuman tersebut hanya dapat dijatuhkan oleh lembaga atau komisi yang dibentuk oleh pemerintah dalam hal ini adalah Presiden.
“Bulan depan, tepatnya pada tanggal 18 Oktober 2024 akan menjadi hari pertama Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) mulai berlaku setelah ditetapkan dan disahkan pada tanggal 17 Oktober 2022. UU ini telah memberikan waktu selama 2 tahun untuk Pengendali Data Pribadi serta Prosesor Data Pribadi dan pihak lain yang terkait dengan pemrosesan data pribadi untuk melakukan penyesuaian,” jelas Pratama dalam keterangannya, Jumat (20/9).
Dilanjutkannya, UU PDP ini mengamanatkan kepada Presiden untuk membentuk Lembaga Penyelenggara PDP seperti yang tertera pada pasal 58 sampai dengan pasal 61. Oleh karena itu, pembentukan Lembaga Penyelenggara PDP merupakan sebuah urgensi yang harus segera diselesaikan oleh Pemerintah serta Presiden.
“Di sisi lain, Lembaga Penyelenggara PDP juga harus mendorong organisasi untuk memiliki rencana yang terperinci untuk mendeteksi, merespon, dan memulihkan diri dari serangan siber. Selain itu Lembaga Penyelenggara PDP juga harus bisa mendorong organisasi untuk melaporkan insiden keamanan siber kepada pihak berwenang sesuai dengan regulasi yang berlaku,” ungkap dia.