Pengguna media sosial di Indonesia banyak yang belum paham
Penggunaan media sosial sebaiknya tetap menjunjung tinggi etika sosial dan tidak melanggar hukum.
Pada sejatinya, jejaring sosial diciptakan untuk mempererat banyak orang dalam satu lingkup dengan tetap menjunjung tinggi sisi toleransi dan sosial.
Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh seorang pengamat sosial media, Felicia Nugroho. Dia mengatakan bahwa penggunaan media sosial sebaiknya tetap menjunjung tinggi etika dalam rangka menjalin hubungan sosial secara sehat serta terhindar dari kemungkinan jeratan hukum.
"Apa yang tidak pantas dalam jalinan antarmanusia, di media sosial aturannya sama saja yakni etika harus berlaku juga," kata Felicia seusai acara International Public Relations Summit (IPRS) 2014 di Yogyakarta, seperti dikutip dari Antara, Selasa (04/11).
Menurut Felicia, media sosial sesungguhnya adalah alat untuk membangun jaringan atau hubungan antarmanusia di ruang publik. Kasus Arsyad serta kasus penghinaan warga Yogyakarta oleh Florence Sihombing, menurut dia, merupakan contoh penggunaan jaringan tanpa kesadaran etika dan norma hukum.
"Pemakaian Facebook, Twitter diperlukan strategi yang jelas, tanpa strategi yang jelas justru akan banyak kasus yang ditimbulkan," kata dia.
Menurut dia tanpa kesadaran dan strategi yang jelas media sosial, sarana tersebut akan memunculkan kasus yang berkaitan dengan penipuan atau kasus kriminal lainnya. Ia menilai saat ini mayoritas masyarakat menggunakan media sosial, namun belum seluruhnya mengetahui cara yang benar dalam memanfaatkannya.
"Manfaat media sosial sesungguhnya untuk membangun jaringan antarmanusia dengan mengedepankan saling menghormati satu sama lain," kata dia.
Menurut dia, masyarakat memerlukan edukasi untuk kembali memanfaatkan media sosial sesuai dengan tujuan pembentukan wahana sosial tersebut dibentuk.
"Fakta masih banyaknya kasus yang berkaitan dengan etika media sosial, menunjukkan bahwa fungsi utama media sosial belum banyak dipahami," kata dia.