Penjualan perangkat CDMA terhenti, nasib operator tak menentu
Kini, operator CDMA tinggal menghitung hari, karena selain kondisi keuangan yang berdarah-darah
Penyedia perangkat code division multiple access (CDMA) ternyata telah menghentikan produksinya sejak 2010 dan bersiap bergabung dengan vendor GSM untuk menyediakan perangkat Long Term Evolution (LTE).
Padahal, di Indonesia, masih terdapat lima operator CDMA, yaitu PT Bakrie Telecom (Esia), PT Smartfren Telecom Tbk (fren), PT Smart Telecom (Smart), PT Indosat Tbk (StarOne), dan PT Telkom Tbk (Flexi).
Anggota BRTI Nonot Harsono mengungkapkan regulator sedang berusaha menatanya, termasuk rencana pemindahan Smart Telecom ke pita 2,3 GHZ, dan penataan frekuensi 850 MHZ menuju teknologi netral.
"Teknologi CDMA sebenarnya sudah berhenti, karena vendornya sudah tidak menjual lagi perangkatnya. Sekarang operator CDMA hanya beroperasi pada perangkat yang ada saja, tidak bisa ditambah dan diperluas," ujarnya, Kamis (19/9).
Menurut dia, pada frekuensi 850 MHZ, sebaiknya operator tersebut segera bersatu sedangkan kepemilikan perusahaannya berdasarkan persentase saham masing-masing.
Teknologi CDMA berbasis di Amerika Serikat sedangkan GSM dari Eropa. Pada awal 2000, CDMA hadir di Indonesia dan terlihat begitu menjanjikan. Kecepatan CDMA 2000 saat itu bahkan disebut-sebut setara dengan 3G, dan CDMA ev-do setara dengan 3,5 G.
Namun, dalam perkembangannya, CDMA lebih banyak dipakai untuk layanan telepon dengan mobilitas terbatas (fixed wireless access/FWA). Teknologi CDMA terkenal memberikan layanan telekomunikasi yang murah.
Namun, interoperabiltas dengan GSM di dunia nampaknya menjadi kendala perkembangan CDMA, karena jumlah pengguna GSM ternyata jauh lebih besar daripada CDMA.
Kini, operator CDMA tinggal menghitung hari, karena selain kondisi keuangan yang berdarah-darah, juga handset maupun perangkat jaringannya sudah tidak ada lagi di pasaran.