Perangi teror, Indonesian Digital Association serukan kampanye #BersatuIndonesiaku
Perangi teror, Indonesian Digital Association serukan kampanye #BersatuIndonesiaku. Isu radikalisme dan terorisme di Indonesia makin gencar. Para pelaku menggunakan kanal digital sebagai jalur utama penebaran teror dan doktrin.
Isu radikalisme dan terorisme di Indonesia makin gencar. Para pelaku menggunakan kanal digital sebagai jalur utama penebaran teror dan doktrin.
Indonesian Digital Association (IDA), sebuah asosiasi bagi para pelaku industri digital Indonesia, menginisiasi kampanye #BersatuIndonesiaku yang disebar di berbagai kanal media sosial. Tujuannya untuk memerangi paham radikalisme dan terorisme di kanal digital.
-
Kapan Pertempuran Surabaya terjadi? Tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan, terutama orang-orang yang terlibat dalam peristiwa Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.
-
Kapan pertempuran hebat di Surabaya terjadi? Pada hari ini tepat 78 tahun yang lalu terjadi pertempuran besar di Surabaya yang menewaskan sekitar 20.000 rakyat setempat.
-
Kenapa Soetomo berpesan untuk dimakamkan di Surabaya? Ia ingin dimakamkan di Surabaya agar senantiasa dekat dengan masyarakat kota itu.
-
Apa yang menjadi ciri khas oleh-oleh dari Surabaya? Sambal Bu Rudy menjadi salah satu ikon oleh-oleh khas Surabaya.
-
Kapan Kirab Kebo Bule di Surakarta diadakan? Surakarta memiliki tradisi pada perayaan malam 1 Suro atau bisa disebut malam tahun baru Hijriah.
-
Kapan Prabowo tiba di Sumatera Barat? Calon Presiden (Capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto tiba di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang Pariaman pada Sabtu (9/12) pagi.
Paham radikalisme kini makin kuat mengincar generasi muda Indonesia yang sudah aktif di dunia digital, dan kini sudah piawai dalam menggunakan kanal media sosial dan situs berita fiktif sebagai corong propaganda.
Sebagai perhimpunan yang bertujuan menjadi penggerak; pemandu; dan pengawas industri digital Indonesia, IDA merilis kampanye #BersatuIndonesiaku dalam upaya menyebarkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk lebih bijak dalam menggunakan kanal media sosial, dengan pesan persatuan Indonesia dan semangat keberagaman Bhinneka Tunggal Ika.
"Media mainstream dan media sosial kini tengah dihadapkan dengan penyebaran pesan hoax yang terstruktur dan meluas. Masyarakat perlu menghadapi fenomena ini dengan pesan yang positif, dan berlandaskan spirit Bhinneka Tunggal Ika dari Indonesia. Inilah yang menjadi titik awal ide kampanye #BersatuIndonesiaku, yang harapannya dapat mengedukasi masyarakat untuk lebih bijak dalam menyikapi isu di media sosial, khususnya dalam isu radikalisme dan terorisme," ujar Ronny W Sugiadha, Ketua IDA, Senin (14/5).
Selaku asosiasi yang didirikan dan membawahi publisher-publisher digital besar di Indonesia seperti Kompas.com, KASKUS, Tribunnews, Detik.com, Kapanlagi Youniverse, MetroTVNews, Okezone, IDNtimes, DailySocial.id, Kumparan, VIVA, Tempo.co , Tirto.id, Opini.id dan puluhan publisher digital lainnya, IDA melihat edukasi kepada masyarakat menjadi luar biasa penting untuk menghentikan penyebaran paham radikalisme dan terorisme melalui kanal digital.
IDA menghimbau masyarakat pengguna media sosial untuk menjalankan semangat dari kampanye ini dengan langkah-langkah sederhana seperti: tidak menjalin keterikatan (follow, like, atau comment) dengan akun-akun yang tidak jelas kepemilikannya, tidak menyebarkan berita yang tidak bisa divalidasi, melaporkan akun-akun yang secara jelas berpihak pada terorisme, dan menyebarkan konten positif mengenai Indonesia dan keberagaman.
Sejalan dengan ide awal dari kampanye #BersatuIndonesiaku, setiap anggota dari IDA sepakat untuk tidak mempublikasi dan berafiliasi dengan kelompok pendukung radikalisme dan terorisme, dengan tidak mengundang mereka sebagai narasumber.
"Kami berharap kampanye #BersatuIndonesiaku dapat memberikan serangkaian dampak positif bagi pemanfaatan media sosial di masyarakat Indonesia. Kami, sebagai pelaku industri digital Indonesia, ingin masyarakat semakin bijak dalam mencari dan menyebarkan informasi di berbagai kanal online, guna meredam suara radikalisme dan terorisme di Tanah Air dan dunia," ujar Steve Christian, CEO KLY.
(mdk/ian)