Praktisi apresiasi keputusan Kominfo soal merger XL-Axis
XL: Keputusan pemerintah fair karena 3G adalah teknologi masa depan yang lebih dibutuhkan masyarakat
Meskipun Menkominfo Tifatul Sembiring telah resmi menyetujui permohonan merger-akuisisi PT XL Axiata dan PT Axis Telekom Indonesia, namun perang opini seputar aksi korporasi tersebut ternyata masih berlanjut.
Keputusan Menkominfo tersebut dilanjutkan dengan menarik izin pita spektrum frekuensi radio sebesar 10 MHz di pita frekuensi 2,1 GHz (3G) di Blok 8 dan 12.
Pemerintah beralasan penarikan izin pita frekuensi di blok 8 dan 12 semata-semata karena pertimbangan penerimaan PNBP yang paling maksimal. Blok 8 adalah milik XL, adapun Blok 12 milik AXIS. Selanjutnya, Kominfo akan melakukan penataan ulang frekuensi pada pita 2100 MHz.
Sejumlah pengamat dan praktisi telekomunikasi mengapresiasi langkah Kominfo menyetujui merger XL dan AXIS. Menurut mereka, hal tersebut menunjukan ada kesepahaman antara regulator dan operator telekomunikasi mengenai perlunya konsolidasi di industri telekomunikasi.
Direktur Eksekutif Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Eddy Thoyib mengapresiasi keputusan Kominfo yang mendukung konsolidasi di industri telekomunikasi. Pengambilan frekuensi 10 MHz di spektrum 2100 MHz juga merupakan keputusan yang sangat bijak dan fair dengan mempertimbangkan kebutuhan frekuensi setiap operator.
Bila dilihat dari peta kepemilikan frekuensi pasca merger, di spektrum 2100 MHz, XL-AXIS memiliki 15 MHz, sama dengan kepemilikan Telkomsel yang memiliki 15 MHz, dan lebih sedikit dari Indosat dengan 10 MHz.
Adapun di frekuensi 1800 MHz, dengan tambahan 15 MHz dari AXIS, XL kini memiliki 22,5 MHz. Jumlah juga sama dengan Telkomsel dengan 22,5 MHz, dan lebih sedikit dari Indosat dengan 20 MHz.
"Kita perlu mengapreasiasi keputusan pemerintah tersebut, yang tentu telah didasari dengan pertimbangan matang untuk keuntungan semua stakeholders. Dengan keputusan ini, saya rasa operator lain tidak dirugikan. Bahkan bila mau hitung-hitungan rugi, XL boleh dibilang rugi dengan membayar Rp 17 triliun, ada frekuensi AXIS yang dikembalikan ke pemerintah. Tapi sekali lagi, keputusan pemerintah sudah sangat tepat," kata Eddy, Senin (9/12).
Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono sepakat dengan Eddy. Menurut Nonot, keputusan regulator telah mempertimbangkan kebutuhan frekuensi setiap operator.
"Dengan penambahan 15 Mhz frekuensi 1800 Mhz dari AXIS, maka jumlah frekuensi 2G (900 MHz dan 1800 MHz) XL seimbang dengan Telkomsel dan Indosat, masing masing 30 Mhz. Ini keputusan yang fair dan menguntungkan semua pihak," kata Nonot.
Menurut Nonot, dengan diakuisisinya AXIS oleh XL, akan membuat XL memiliki 5 blok frekuensi. Dimana 3 blok milik XL dan 2 blok lagi tambahan dari hasil akuisisi AXIS.
Sedangkan operator telekomunikasi lainnya, hanya memiliki tiga frekuensi. Itu sebabnya pemerintah mengambil dua blok frekuensi yang dikuasai XL. "Jadi kalau punya 5 blok kebanyakan, karena yang lainnya punya tiga. Belum lagi XL juga punya 15 frekuensi di 1800 Mhz," kata Nonot.
Presiden Direktur XL Axiata, Hasnul Suhaimi mengapresiasi persetujuan pemerintah soal merger dan pengembalian frekuensi XL-AXIS. “Kami menerima dengan senang hati keputusan pemerintah tersebut. Ini adalah keputusan terbaik bagi kami dan seluruh stakeholders,” kata Hasnul.
Ada pandangan bahwa XL dirugikan karena akan mengeluarkan dana sangat besar (sekitar Rp 17 T), namun pemerintah menarik kembali 10 MHz frekuensi 3G.
Manajemen XL, menurut Hasnul, merasa keputusan pemerintah fair karena 3G adalah teknologi masa depan yang lebih dibutuhkan masyarakat, hingga wajar kalau ditender ulang hingga bisa dimanfaatkan dengan lebih efisien oleh operator pemenang tender.