Satelit Tunjukan Ada Bencana Mengerikan di China, Ini Penyebabnya
Data satelit menunjukan ada peristiwa aneh di daerah-daerah di China.
Data satelit menunjukan ada peristiwa aneh di daerah-daerah di China.
Satelit Tunjukan Ada Bencana Mengerikan di China, Ini Penyebabnya
-
Apa yang ditemukan di China selatan? Sebuah fosil buaya yang telah punah ditemukan dengan kondisi terpenggal di China selatan.
-
Bagaimana Tembok Besar China dibangun? Beras ketan digunakan untuk membuat adukan semen atau pengerat yang menyatukan batu bata Tembok Besar Tiongkok dalam masa Dinasti Ming. Dengan mencampurkan beras ketan dengan kapur yang diairkan (kalsium hidroksida), campuran pengerat ini memiliki keefektifan yang tinggi sehingga dapat menahan guncangan gempa bumi dan pertumbuhan lingkungan.
-
Bagaimana China berhasil mengambil sampel batu dari sisi jauh Bulan? Wahana ini menggunakan bor dan lengan robotik untuk mengambil tanah dan bebatuan, mengambil beberapa foto permukaan Bulan, dan menancapkan bendera China.
-
Dimana lokasi peluncuran roket China yang membawa satelit Mesir? Melansir laporan dari Phys.org dan SpaceNews, Selasa (19/12), baru-baru ini Badan Administrasi Antariksa Nasional Tiongkok (CNSA) telah menandatangani perjanjian kerja sama dan nota kesepahaman dengan Badan Antariksa Mesir (EGSA) untuk berkolaborasi dalam pembangunan Stasiun Riset Lunar Internasional. Nota kesepahaman ini menguatkan kerjasama keduanya yang baru-baru ini terlihat melalui peluncuran sebuah roket Tiongkok yang mengirimkan satelit Mesir ke orbit dari pusat peluncuran di Gurun Gobi.
-
Bagaimana cara China membuat batu bata dari tanah bulan? Salah satu cara pembuatan batu bata ini melibatkan pemanasan bahan tiruan hingga lebih dari 1.000 derajat Celsius melalui induksi elektromagnetik dalam tungku sintering. Proses ini menggabungkan material menjadi struktur padat, sehingga dapat menghasilkan batu bata sepanjang 18 sentimeter hanya dalam waktu 10 menit.
-
Kapan benua ini tenggelam? Sekitar 70.000 tahun yang lalu, daratan luas yang kini tenggelam di lepas pantai Australia kemungkinan pernah ditinggali setengah juta manusia.
Menurut sebuah studi baru yang dipublikasi di jurnal Science, hampir separuh dari kota-kota besar di Tiongkok sedang tenggelam.
Akibat hal tersebut, jutaan masyarakat Tiongkok saat ini terancam oleh bencana banjir.
Sebuah tim peneliti dari berbagai universitas di Tiongkok melakukan penelitian terhadap 82 kota di Tiongkok, termasuk semua kota yang memiliki populasi lebih dari dua juta jiwa.
Dengan melihat periode antara tahun 2015 hingga 2022, tim peneliti berhasil mendapat temuan bahwa 45% dari wilayah urban Tiongkok mengalami subsidensi/penurunan muka tanah lebih dari 3 mm per tahun, seperti dikutip dari ScienceAlert dan BBC, Selasa (30/4).
Di lain sisi, terdapat sekitar 16% tanah urban Tiongkok yang mengalami penurunan lebih cepat dari 10 mm per tahun, yang oleh para ilmuwan disebutkan sebagai sebuah penurunan yang cepat.
Dengan kata lain, hal ini berarti 67 juta orang saat ini tinggal di daerah yang sedang tenggelam dengan cepat.
Para peneliti mengatakan bahwa kota-kota yang menghadapai masalah terburuk terkonsentrasi di lima wilayah, yaitu wilayah di sekitar kota Harbin dan Changchun, wilayah sekitar kota Beijing dan Tianjin, wilayah sekitar kota Zhengzhou dan Pingdingshan, wilayah sekitar kota Wenzhou dan Fuzhou, serta wilayah sekitar kota Kunming dan Nanning.
- China Daratkan Wahana Luar Angkasa di Sisi Terjauh Bulan, Punya Misi Ungkap Salah Satu Rahasia Semesta
- Penemuan Ilmuwan China ini Menggemparkan Dunia, Terobosan Penting Penyimpanan Energi Masa Depan
- Baru Dua Tahun, Stasiun Luar Angkasa China Rusak, Ini Penyebabnya
- Satelit Ungkap China Nekat Bangun Pangkalan Udara di Pulau Sengketa Laut China Selatan, Ini Buktinya
Untuk mendapatkan berbagai temuan tersebut, tim peneliti menggunakan data yang diambil dari satelit Setinel-1 untuk mengukur gerakan vertikal tanah di seluruh Tiongkok.
Salah satu kota yang sedang tenggelam tersebut adalah Shanghai, kota dengan penduduk terbanyak di Tiongkok. Shanghai terus mengalami penurunan, meski ia telah tenggelam lebih dari 3 meter selama satu abad terakhir.
Penulis studi tersebut mengatakan bahwa faktor utama yang paling berpengaruh terhadap penurunan permukaan tanah adalah adanya kehilangan air tanah, yaitu dengan pengambilan air di bawah atau di dekat kota-kota untuk digunakan penduduk setempat.
Para ilmuwan menyebutkan bahwa urbanisasi yang cepat dalam beberapa dekade terakhir telab dibarengi dengan pengambilan air yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Di Tiongkok, bayak orang yang tinggal di daerah yang baru-baru ini mengalami sedimentasi, secara geologis. Jadi, ketika Anda mengambil air tanah atau mengeringkan tanah, tanah tersebut cenderung menurun/amblas,” jelas Profesor Robert Nicholls dari Universitas East Anglia, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Studi tersebut menyarankan bahwa penyelesaian masalah bisa terdapat di “pengendalian pengambilan air tanah yang berkelanjutan dalam jangka panjang.”
Beberapa penyebab lain dari penurunan permukaan tanah tersebut adalah faktor geologis, berat yang dimiliki oleh bangunan, sistem transportasi perkotaan, penambangan mineral dan batu bara, dan sebagainya.
Menurut laporan Reuters, penurunan muka tanah telah menyebabkan kerugian lebih dari 7,5 miliar yuan atau sekitar Rp16,8 triliun bagi pemerintah Tiongkok.
Masalah ini bukan hanya terjadi di Tiongkok. Menurut studi lain, terdapat sekitar 6,3 juta km persegi dari tanah di seluruh dunia yang berisiko mengalami penurunan.