Survei Cisco: Hanya 39 Persen Perusahaan di Indonesia Siap Hadapi Ancaman Siber
Cybersecurity Readiness Index Cisco menyebutkan hanya 39 persen dari organisasi di Indonesia memiliki kesiapan di level ‘matang’ yang dibutuhkan dalam menghadapi risiko keamanan siber modern saat ini.
Cybersecurity Readiness Index Cisco menyebutkan hanya 39 persen dari organisasi di Indonesia memiliki kesiapan di level ‘matang’ yang dibutuhkan dalam menghadapi risiko keamanan siber modern saat ini. Indeks ini dikembangkan dengan latar belakang dunia hybrid pasca-COVID, di mana pengguna dan data harus diamankan dimanapun pekerjaan dilakukan.
"Peralihan ke dunia hybrid pada dasarnya telah mengubah lanskap bagi perusahaan-perusahaan dan menciptakan kompleksitas keamanan siber yang bahkan lebih besar. Organisasi-organisasi harus berhenti melakukan pendekatan pertahanan dengan menggabungkan alat-alat dengan fungsi khusus, dan sebagai gantinya mempertimbangkan platform terintegrasi untuk mencapai ketahanan keamanan sekaligus mengurangi kompleksitas," ucap Jeetu Patel, executive vice president dan general manager of security and collaboration Cisco dalam keterangan persnya, Kamis (30/3).
-
Siapa saja yang menjadi korban serangan hacker? Distributor kimia asal Jerman, Brenntag SE, dilaporkan membayar uang tebusan sebesar USD4,4 juta atau Rp71,9 miliar dalam bentuk Bitcoin kepada kelompok ransomware DarkSide untuk mendapatkan dekripsi file yang dienkripsi oleh para peretas selama serangan ransomware terhadap perusahaan tersebut.
-
Bagaimana cara hacker melakukan serangan? Tahun ini, fokus serangan beralih dari penghancuran atau keuntungan finansial melalui ransomware ke upaya pencurian informasi, pemantauan komunikasi, dan manipulasi informasi.
-
Apa saja jenis serangan yang dilakukan hacker? Serangan-serangan ini meliputi serangan siber yang merusak hingga yang melibatkan pemata-mataan (spionase), pencurian informasi, dan penyebaran misinformasi atau disinformasi.
-
Apa yang menjadi sasaran utama hacker dalam serangan siber terkait pemilu? Laporan dari Pusat Keamanan Siber Kanada ungkapkan bahwa serangan siber yang menargetkan pemilihan umum (pemilu) telah meningkat di seluruh dunia.
-
Bagaimana cara hacker sampingan menawarkan jasanya? Salah satu contoh iklan yang ditemukan adalah seorang pengembang Python yang menawarkan layanan pembuatan chatbot VoIP, chatbot grup, chatbot AI, peretasan, dan kerangka kerja phishing dengan harga sekitar USD 30 per jam.
-
Bagaimana "red hat hacker" biasanya melancarkan aksinya? Mereka mungkin menyerang atau melacak penjahat siber, meretas perusahaan dan organisasi pemerintah untuk membocorkan data, dan bahkan menambal kelemahan keamanan.
"Hanya dengan begitu bisnis dapat menutup kesenjangan kesiapan keamanan siber," tambah dia.
Pengukuran ini mencakup lima pilar utama yang membentuk garis dasar pertahanan yang dibutuhkan, yakni identitas, perangkat, jaringan, beban kerja aplikasi dan data, serta meliputi 19 solusi berbeda dalam pilar-pilar tersebut. Perusahaan-perusahaan yang disurvei kemudian dikelompokkan dalam empat tingkat kesiapan, yakni Pemula, Formatif, Progresif dan Matang.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Indonesia berada di tingkat teratas di dunia dalam hal kematangan (39 persen), dengan kinerja jauh di atas rata-rata global 15 persen terkait kesiapan keamanan siber. Sekitar 28 persen perusahaan di Indonesia berada di tingkat Pemula atau Formatif. Meskipun kondisi organisasi di Indonesia lebih baik dibandingkan rata-rata global, jumlahnya masih sangat rendah, mengingat risikonya.
Kesenjangan kesiapan ini terlihat jelas, karena 96 persen responden memperkirakan insiden keamanan siber akan mengganggu bisnis mereka dalam 12 hingga 24 bulan ke depan. Biaya yang dikeluarkan karena ketidaksiapan bisa sangat besar, karena 55 persen dari responden mengaku mengalami insiden keamanan siber dalam 12 bulan terakhir, dan 35 persen dari mereka yang terdampak mengatakan insiden tersebut merugikan setidaknya USD500,000.
"Dengan banyaknya layanan yang mengutamakan aplikasi saat ini, dan Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan digital ekonomi tercepat di Asia Tenggara, lebih banyak yang harus dilakukan untuk menutup kesenjangan kesiapan keamanan tersebut," ujar Marina Kacaribu, Managing Director, Cisco Indonesia.
Oleh sebab itu, ia menilai kesiapan keamanan dan memastikan mereka mengadopsi pendekatan platform terintegrasi untuk keamanan di semua 5 pilar kunci sangat penting dalam membantu perusahaan-perusahaan melindungi diri mereka saat teknologi menjadi semakin dalam tertanam dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.
(mdk/faz)