Ini 8 Perusahaan yang Pernah Diretas Hacker dan Diminta Uang Tebusan Ratusan Miliar
Atas serangan itu perusahaan membayar sebanyak USD4,4 juta atau Rp71,9 dalam bentuk bitcoin.
Atas serangan itu pelaku meminta tebusan senilai USD8 juta atau Rp131 miliar (kurs Rp16.360) ke pemerintah. Tetapi pemerintah enggan untuk membayar uang tebusan tersebut.
Ini 8 Perusahaan yang Pernah Diretas Hacker dan Diminta Uang Tebusan Ratusan Miliar
Masyarakat Indonesia tengah heboh karena sikap pemerintah yang tidak bisa memulihkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya yang di retas oleh ransomware LockBit Brainchiper.
-
Apa saja tebusan terbesar hacker? Serangan ransomware WannaCry, Nilai Tebusan USD 4 Miliar Salah satu permintaan tebusan terbesar terjadi pada Serangan ransomware WannaCry pada Mei 2017 silam yang menyebar secara global melalui komputer dengan sistem windows. Serangan ini mengakibatkan 230.000 pengguna computer Windows di 150 negara tidak mengakses beberapa dokumen penting karena data dikunci peretas. Padahal, Windows telah memberikan informasi ke penggunanya untuk melakukan pembaruan perangkat keamanan bernama EternalBlue. Saat itu, permintaan tebusan yang dilayangkan kelompok WannaCry mencapai USD4 miliar.
-
Kenapa hacker meminta tebusan? Kelompok Mount Locker berhasil meretas dokumen kontrak kerja, laporan keuangan, catatan pinjaman hingga perjanjian kemitraan rahasia. Adapun nilai tebusan yang dimintai Mount Locker sekitar USD2 miliar.
-
Bagaimana hacker meminta tebusan? 'Setelah mematikan situs webnya untuk sementara dan menghentikan produksi, perusahaan tersebut akhirnya membayar uang tebusan sebesar USD$11 juta dalam bentuk Bitcoin,' tulis Microsoft dikutip Senin (1/7/2024).
-
Siapa yang meminta tebusan USD 8 juta? 'Mereka minta tebusan USD 8 juta,' ujar dia.
-
Apa saja serangan yang dilakukan hacker? 'Terkadang, hampir setengah dari serangan ini menargetkan negara-negara anggota NATO, dan lebih dari 40 persen ditujukan terhadap pemerintah atau organisasi sektor swasta yang terlibat dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur penting,' jelas Tom Burt dari Microsoft.
Diketahui, gangguan pertama kali terdeteksi pada 17 Juni 2024 berupa serangan siber dalam bentuk ransomware.
Pasca-penemuan ransomware ditemukan upaya penonaktifkan fitur keamanan Windows Defender mulai 17 Juni 2024 pukul sekitar 23.15 WIB yang memungkinkan aktivitas malicious berbahaya beroperasi.
Atas serangan itu pelaku meminta tebusan senilai USD8 juta atau Rp131 miliar (kurs Rp16.360) ke pemerintah. Tetapi pemerintah enggan untuk membayar uang tebusan tersebut.
Tentu serangan ini bukan hanya terjadi du Indonesia saja. Sejak teknologi berkembang pesat justru ancama digital akak menghantui organisasi, baik pemerintahan di seluruh dunia.
merdeka.com
Lantas serangan siber apa saja yang meminta uang tebusan yang sangat fantastis?
Melansir dari berbagai sumber, berikut ulasannya:
1. CNA Finansial
Salah satu perusahaan asuransi terbesar di AS, CNA Finansial harus membayar sebanyak USD40 juta atau Rp654 miliar pada akhir Maret 2021 untuk mendapatkan kembali kendali atas jaringannya setelah serangan ransomware.
Perusahaan yang berbasis di Chicago membayar para peretas sekitar dua minggu setelah sejumlah data perusahaan dicuri, dan pejabat CNA dikunci dari jaringan mereka.
2. Travel Global CWT
Perusahaan manajemen perjalanan AS CWT harus membayar USD4,5 juta atau Rp73,6 miliar kepada para peretas yang mencuri banyak sekali berkas perusahaan yang sensitif.
Para peretas menggunakan jenis ransomware yang disebut Ragnar Locker, yang mengenkripsi berkas komputer dan membuatnya tidak dapat digunakan hingga korban membayar agar akses dapat dipulihkan.
3. Distributor Kimia asal Jerman, Brenntag
Distributor kimia asal Jerman, Brenntag SE, dilaporkan membayar uang tebusan sebesar USD4,4 juta atau Rp71,9 miliar dalam bentuk Bitcoin kepada kelompok ransomware DarkSide untuk mendapatkan dekripsi file yang dienkripsi oleh para peretas selama serangan ransomware terhadap perusahaan tersebut.
Dari informasi yang dibagikan kepada BleepingComputer melalui sumber anonim, kelompok ransomware DarkSide mengklaim telah mencuri 150GB data selama serangan mereka.
4. Rerailer FatFace
Peritel mode Inggris FatFace, dilaporkan telah membayar uang tebusan sebesar USD2 juta atau Rp32,7 miliar kepada para peretas.
Menurut Computer Weekly , FatFace mengadakan negosiasi dengan geng ransomware Conti segera setelah menyadari sistemnya telah dilanggar dan detail pelanggan dicuri pada Januari 2021.
Awalnya, komplotan ransomware Conti diduga meminta tebusan sebesar 213 Bitcoin atau sekitar USD8 juta angka yang tampaknya ditentukan oleh keyakinan para penjahat bahwa asuransi ransomware FatFace menanggung perusahaan tersebut hingga £7,5 juta.
5. Travelex
Perusahaan penukaran mata uang Travelex menjadi korban serangan ransomware.
Geng ransomware bernama Sodinokibi mengaku bahwa mereka berada di balik peretasan tersebut dan mengunci Travelex dari berkasnya sendiri, menghentikan transaksi mata uang di seluruh Inggris, dan menuntut hampir USD6 juta atau Rp98,1 miliar sebagai imbalan atas pengembalian 5GB data pribadi yang dicuri.
6. Colonial Pipeline
Colonial Pipeline menjadi korban serangan ransomware pada bulan Mei 2021. Ransomware tersebut menginfeksi beberapa sistem digital jaringan pipa dan menyebabkannya mati selama beberapa hari.
Penutupan ini berdampak pada konsumen dan maskapai penerbangan di sepanjang Pantai Timur. Peretasan tersebut dianggap sebagai ancaman keamanan nasional, karena jalur pipa tersebut mengalirkan minyak dari kilang ke pasar industri. Hal ini menyebabkan Presiden Joe Biden mengumumkan keadaan darurat.
Atas serangan itu perusahaan membayar sebanyak USD4,4 juta atau Rp71,9 dalam bentuk bitcoin.
7. Perusahaan Pengolahan Daging JBS
Perusahaan pengolahan daging terbesar di dunia telah membayar tebusan senilai USD11 juta atau Rp179,9 miliaruntuk mengakhiri serangan siber besar-besaran.
Pembayaran dilaporkan dilakukan menggunakan Bitcoin setelah tanaman kembali beroperasi.
JBS mengatakan perlu membayar untuk melindungi pelanggan.
Dalam serangan ransomware, peretas masuk ke jaringan komputer dan mengancam akan menyebabkan gangguan atau menghapus file kecuali uang tebusan dalam mata uang kripto dibayarkan.
8. Universitas California, San Francisco (UCSF)
Universitas California, San Francisco (UCSF) telah mengkonfirmasi bahwa mereka telah membayar uang tebusan sebesar USD1,14 juta atau Rp18,6 miliar kepada para penjahat di balik serangan dunia maya di Fakultas Kedokterannya.
Meskipun hal ini untungnya tidak memengaruhi operasi pemberian perawatan pasien atau pekerjaan penelitian untuk menemukan obat Covid-19, data pada sejumlah server terbatas berhasil dienkripsi.