5 Makna Jajanan Pasar yang Dibawa dalam Upacara Lamaran Adat Jawa, Mengandung Filosofi Mendalam Bikin Terkesima
Dalam tradisi lamaran di Jawa, jajan tradisional memiliki arti dan simbolisme yang dalam.
Dalam budaya lamaran di Jawa, jajan tradisional memiliki makna dan simbolisme yang mendalam. Berbagai jenis jajan tradisional yang sering disajikan dalam prosesi lamaran adat Jawa antara lain kue hantaran, jajanan pasar, dan beraneka ragam makanan khas Jawa.
Jajan yang manis dan menggugah selera, seperti kue hantaran dan jajanan pasar, melambangkan harapan akan kebahagiaan dan keharmonisan dalam kehidupan pernikahan.
- Mengenal Lebih Dekat Tradisi Sekaten, Warisan Budaya Penuh Makna dalam Menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW
- Larangan Bulan Hari Ini dalam Tradisi Jawa, Berikut Penjelasannya
- Menikmati Pleret Jajanan Tradisional Khas Jawa untuk Ritual Tanam Padi hingga Pesta Pernikahan, Legit Gurih dan Kaya Filosofi
- Mengulik Tradisi Bersyukur dengan Bubur Sumsum, Ternyata Punya Makna dan Filosofi Mendalam
Kemanisan dari jajan-jajan tersebut diharapkan mencerminkan suasana penuh keceriaan serta kedekatan antara kedua mempelai.
Selain itu, jajan tradisional yang disajikan dalam lamaran adat Jawa juga mengandung nilai-nilai budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Setiap jajan memiliki makna dan pesan yang mendalam bagi kedua mempelai, dan proses penyajian jajan ini menjadi langkah penting sebelum pernikahan.
Jajan tradisional juga berfungsi sebagai doa dan harapan bagi mempelai agar dapat menjalani kehidupan yang bahagia dan membangun keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Pemilihan jajan tradisional untuk hantaran bukanlah tanpa alasan, melainkan memiliki filosofi khusus yang menyiratkan doa dan harapan untuk masa depan yang cerah.
Berikut adalah beberapa jenis jajan tradisional yang disajikan dalam lamaran di Jawa beserta maknanya, sebagaimana dihimpun oleh Liputan6.com dari berbagai sumber pada Kamis (3/10/2024):
Kue wajik
Wajik memiliki arti dan simbolisme yang signifikan dalam tradisi lamaran Jawa. Terbuat dari beras ketan, gula merah, dan santan, wajik menjadi hidangan yang sangat penting dalam upacara pernikahan adat Jawa karena mengandung filosofi yang mendalam.
Kelekatan beras ketan dalam wajik diharapkan dapat mengajarkan pasangan untuk menjalin hubungan yang erat dan tak terpisahkan. Oleh karena itu, wajik melambangkan keharmonisan, kelembutan, dan kekuatan dalam ikatan pernikahan.
Kehadiran wajik dalam proses lamaran adat Jawa juga menjadi tanda keseriusan pihak pria untuk meminang wanita tersebut. Dengan demikian, wajik bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga mengandung makna dan harapan untuk kehidupan pernikahan yang bahagia, harmonis, dan penuh berkah.
Gemblong adalah makanan tradisional yang terbuat dari ketan yang digoreng dan biasanya disajikan dengan taburan kelapa parut
Kue tradisional ini banyak dijumpai di daerah Jawa Barat dan Jakarta, serta memiliki peran penting dalam prosesi lamaran adat Jawa. Gemblong melambangkan kebersamaan, kesatuan keluarga, dan keharmonisan dalam pernikahan.
Bentuknya yang bulat dan lonjong dianggap sebagai simbol dari kesatuan dan kekuatan hubungan suami istri.
Selain itu, gemblong kerap dijual di pasar-pasar tradisional oleh para pedagang kue, mencerminkan kedekatan dan keterikatan kue ini dalam budaya Jawa. Di beberapa wilayah di Jawa, gemblong juga dikenal dengan sebutan kue getas.
Secara keseluruhan, gemblong lebih dari sekadar makanan; ia mengandung makna dan harapan untuk kehidupan pernikahan yang bahagia, harmonis, dan penuh berkah.
Getuk adalah makanan tradisional yang terbuat dari singkong yang dihaluskan dan dicampur dengan gula, kemudian dibentuk dan disajikan dengan taburan kelapa parut
Getuk, yang dibuat dari singkong yang dihaluskan dan dicampur dengan gula merah sebagai pemanis, melambangkan nilai kesederhanaan serta manfaat dalam kehidupan manusia.
Penggunaan singkong sebagai bahan dasar getuk mencerminkan inovasi manusia dalam mengolah hal-hal sederhana yang ada di sekitarnya. Selain itu, getuk mengajarkan pentingnya bersyukur atas apa yang dimiliki dan mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat, menarik, dan disukai. Filosofi yang terkandung dalam getuk mencerminkan arti kesederhanaan. Makanan tradisional ini juga melambangkan kekuatan dan keberanian dalam menghadapi lika-liku kehidupan pernikahan.
Proses penghalusan singkong yang awalnya dilakukan secara manual, mengalami inovasi dengan diciptakannya mesin penghalus singkong pada tahun 1985, yang memungkinkan produksi getuk secara massal dengan waktu yang lebih efisien.
Usaha pembuatan getuk ini kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa getuk lebih dari sekadar makanan; ia juga menyimpan makna tentang kesederhanaan dan kebermanfaatan dalam kehidupan manusia.
Kue serabi
Serabi, yang juga dikenal sebagai surabi, merupakan jajanan tradisional dari Jawa yang menyerupai pancake. Kue ini dibuat dari campuran tepung beras, santan, dan parutan kelapa yang berfungsi sebagai emulsifier. Umumnya, serabi memiliki rasa manis dan disajikan dengan kinca, yaitu sirup gula kelapa yang berwarna kecokelatan, yang merupakan bagian dari tradisi kuliner Sunda.
Dalam konteks tradisi lamaran Jawa, serabi memiliki makna yang sangat penting. Kue ini sering kali dihidangkan sebagai sesaji dalam acara ijab atau pernikahan, serta dalam berbagai upacara adat Jawa lainnya sebagai simbol ungkapan syukur kepada Tuhan atau dewa lokal.
Dalam karya sastra Serat Centhini, serabi diakui sebagai makanan tradisional yang masih ada hingga sekarang dan menjadi salah satu identitas kuliner Kota Surakarta. Selain itu, serabi juga termasuk dalam seserahan adat Jawa, yang melambangkan peran dan tanggung jawab yang akan diemban oleh pasangan calon dalam pernikahan. Jajanan tradisional ini mencerminkan kelembutan dan kehangatan dalam hubungan pernikahan.
Tantangan
Trancam adalah kuliner tradisional dari Jawa Tengah yang memiliki kemiripan dengan urap. Makanan ini biasanya terbuat dari berbagai sayuran mentah seperti kacang panjang, timun, tauge, dan daun kemangi, yang disajikan bersama parutan kelapa tua serta bumbu halus yang aromatik. Trancam melambangkan kesegaran, kebersamaan, dan keharmonisan dalam sebuah pernikahan.
Sayuran mentah dalam trancam mencerminkan kehidupan yang segar dan energik, sedangkan parutan kelapa tua melambangkan kelembutan serta kehangatan dalam hubungan suami istri.
Dalam konteks lamaran, trancam juga dapat diartikan sebagai simbol harapan untuk kehidupan pernikahan yang sehat, segar, dan penuh berkah. Dengan demikian, trancam lebih dari sekadar hidangan; ia juga membawa makna dan harapan akan kebahagiaan serta keharmonisan dalam kehidupan berumah tangga.