Memahami Arti dari Prosesi Jamasan Keris, Penuh Simbol dan Nilai Filosofi
Selama ini, jamasan pusaka selalu dikaitkan dengan hal-hal metafisik.
Selama ini, jamasan pusaka selalu dikaitkan dengan hal-hal metafisik.
Memahami Arti dari Prosesi Jamasan Keris, Penuh Simbol dan Nilai Filosofi
Pada masyarakat Jawa, jamasan keris dilakukan setahun sekali. Tepatnya setiap Bulan Suro. Tak hanya sekadar membersihkan keris, prosesi jamasan merupakan sebuah ritual yang penuh simbol dan makna filosofis.
Kerumitan prosesi Jamasan Pusaka dibongkar oleh para seniman dari Sanggar Kejeling yang berada di Desa Sidomulyo, Kecamatan Cepiring, Kabupaten Kendal.
-
Apa yang dikerjakan dalam ritual Jamasan di Kalisalak? Jamasan Jimat Kalisalak merupakan ritual warisan nenek moyang yang telah ada sejak lama. Dalam tradisi itu, ribuan orang berjejal demi bisa menonton jalannya ritual.
-
Apa itu Jenang Krasikan? Di daerah Purworejo, Jawa Tengah, ada sebuah kuliner unik bernama Jenang Krasikan. Makanan ini terbuat dari beras ketan dan gula merah. Selain dua bahan utama tersebut, jenang krasikan juga dibuat dengan menambahkan santan dan sedikit garam. Hasilnya kudapan itu menjadi agak bertekstur di bagian luar. Sementara di bagian dalam terasa lembut dan lumer di mulut.
-
Mengapa Keris Klungkung penting? Keris Pusaka yang Menyimpan Sejarah Peristiwa Puputan Klungkung Peristiwa Puputan Klungkung menjadi titik awal terpisahnya keris pusaka Klungkung dari tanah airnya.
-
Bagaimana keris Sumenep dibuat? Pembuatan keris di Sumenep disesuaikan pesanan para kolektor. Pembuat keris bisa membuat beragam model, mulai gaya Majapahit, model keris Mataram, serta keris model Madura sendiri.
-
Dimana Jamasan Jimat Kalisalak dilakukan? Pada Jumat (29/9), masyarakat adat Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Banyumas, menggelar ritual adat 'Jamasan Jimat Kalisalak' di Langgar Jimat, Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen.
-
Apa yang istimewa dari Keris Klungkung? Berhulu emas, ukiran Batara Bayu, dan bilah nikel bergelombang, keris ini repatriasi penting dalam 472 objek sejarah dari Belanda.
Selama ini, jamasan pusaka selalu dikaitkan dengan hal-hal metafisik. Apalagi setiap bilah keris yang akan dibersihkan harus melewati syarat-syarat penyediaan ubo rampe seperti jajanan pasar, wewangian berupa dupa dan minyak, air kelapa, serta berbagai bunga-bungaan seperti kantil, mawar, dan Melati, serta tumpengan.
Prosesi jamasan dimulai dengan pembacaan doa dengan diiringi alunan musik gamelan. Setelah itu barulah prosesi jamasan bisa dimulai.
Kenapa prosesi jamasan harus dilakukan di Bulan Suro?
Rinto Murdomo, salah satu empu atau pembuat keris mengatakan, pada Bulan Suro orang-orang Jawa punya kebiasaan berdoa kepada Sang Pencipta agar tahun ke depan berjalan baik.
“Pada zaman dahulu, para sepuh melakukan penelitian secara terus-menerus. Misal anak lahir hari Selasa Pon, tanggal 3, itu wataknya seperti ini, jenis pusakanya seperti ini, besok laku hidup seperti ini. Mereka melakukan penelitian itu secara terus menerus sehingga mereka mempunyai basis data yang digunakan sebagai pisau analisis agar dalam mereka menjalani kehidupan mendapatkan keberuntungan. Jadi tidak ada kata takhayul atau syirik. Karena itu basis data yang pasti seperti matematika, statistika probabilitas,”
kata Rinto dikutip dari kanal YouTube BRIN Indonesia.
Rinto mengatakan, pusaka keris yang dimiliki seseorang merupakan cerminan dari pemiliknya. Membersihkan pusaka sama saja dengan membersihkan hati pemiliknya. Dengan membersihkan pusaka itu, harapannya bisa menghilangkan pikiran jelek dan nafsu buruk dari pemiliknya, sehingga yang tertinggal di dalam dirinya adalah hal yang baik-baik dalam mengarungi tahun berikutnya.
Kolektor keris, Agus Raharjo, mengatakan bahwa jamasan pusaka juga diartikan sebagai bentuk perawatan dari keris itu sendiri. Salah satunya adalah menjaga agar besi pada keris tidak berkarat.
“Sebelum ada sanggar ini, saya menjamasi sendiri keris-keris saya di rumah. Mistisnya itu kerasa banget. Karena semua saya lakukan sendiri di kamar, rasanya berat. Dengan melakukan secara bersama-sama doa kita disangga bareng-bareng,” ungkapnya.
Prosesi jamasan itu sendiri diiringi oleh musik karawitan. Alfian Halif, seorang pengrawit dari generasi milenial, mengatakan bahwa, saat membawakan musik tersebut, perasaannya langsung menyatu dengan suasana prosesi itu.
“Saya nggak merasakan klenik atau hal mistis yang berada di sekitarnya. Justru saya mendapatkan pengalaman bisa merasakan suasana untuk upacara tertentu,” ujar Halif.
Prosesi jamasan itu diakhiri dengan pemotongan tumpeng. Hasil dari tumpeng itu kemudian dimakan bersama oleh para peserta upacara. Budayawan Sindu Wongso berharap, dalam upacara itu para empu atau pembuat keris bisa hadir.
“Biar greget. Kita melakukan jamasan dihadiri oleh pembuat benda pusaka tersebut. Seperti kita mencuci sepeda motor dan yang punya sepeda motor melihat. Apa tidak bangga,” ujar Sindu.