Mengenal Jamasan Jimat Kalisalak, Ritual Tahunan Warisan Nenek Moyang Masyarakat Banyumas
Ritual itu diharapkan bisa menjadi festival budaya yang mengundang lebih banyak wisatawan
Ritual itu diharapkan bisa menjadi festival budaya yang mengundang lebih banyak wisatawan
Mengenal Jamasan Jimat Kalisalak, Ritual Tahunan Warisan Nenek Moyang Masyarakat Banyumas
Pada Jumat (29/9), masyarakat adat Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Banyumas, menggelar ritual adat “Jamasan Jimat Kalisalak” di Langgar Jimat, Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen.
-
Apa tradisi unik di Majalengka? Tradisi unik ini hanya bisa ditemui di Majalengka. Undangan menjadi unsur terpenting dalam prosesi hajatan. Biasanya si empunya hajat akan membuat desain yang menarik, agar tamu undangan terkesan.
-
Apa yang dilakukan dalam tradisi Mauludan di Desa Kemuja? Kegiatan dilakukan dengan berkumpulnya masyarakat di masjid pada malam hari sebelum 12 Rabi’ul Awwal dan membacakan kisah hidup tauladan Nabi Muhammad SAW, memanjatkan salam dan shalawat sepanjang malam.Selanjutnya, akan dilakukan ritual doa bersama yang diakhiri dengan menyantap makanan dengan seluruh masyarakat yang disebut dengan Tradisi Nganggung.
-
Apa tradisi di Kampung Jawa Malaysia? Selain itu, bila ada warga kampung itu yang menikah, mereka juga melaksanakan tradisi rewang.
-
Siapa sesepuh yang babat alas di Kaliasin? Mengutip Instagram @lovesuroboyo, ia adalah sesepuh yang melakukan babat alas di wilayah Kaliasin, Kota Surabaya.
-
Apa yang menjadi ciri khas Desa Adat Sijunjung? Primadona utama dari desa ini adalah banyaknya rumah tradisional Minangkabau yaitu Rumah Gadang yang berjajar rapi dan teratur.
-
Dimana tradisi Gusaran di Tasikmalaya dilakukan? Suara angklung dan kendang gendong mengalun nyaring siang itu. Beberapa warga tampak berkeliling Kampung Cikiray, Desa Salawu, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, sembari membunyikan alat musik tradisional.
Jimat atau pusaka yang tersimpan di Langgar Jimat ini diyakini sebagai benda-benda Sunan Amangkurat I, raja Mataram yang bertahta pada tahun 1646-1677.
Kepala Desa Kalisalak, Ilham Triono, mengatakan bahwa acara tersebut digelar dalam rangka melestarikan budaya nenek moyang yang telah ada ratusan tahun lalu.
“Mengingat Kalisalak juga ditunjuk sebagai desa wisata dan desa adat. Maka kami berupaya merealisasikan warisan leluhur yang sekaligus mampu menyerap pengunjung,” kata Ilham dikutip dari Liputan6.com.
Jamasan Jimat Kalisalak merupakan ritual warisan nenek moyang yang telah ada sejak lama. Dalam tradisi itu, ribuan orang berjejal demi bisa menonton jalannya ritual.
Ritual tahunan itu rutin digelar pada tanggal 12 Rabiul Awal atau Bulan Mulud. Konon banyak keanehan yang muncul dalam acara itu. Seperti apa keanehan-keanehan tersebut?
Setelah jimat-jimat dikeluarkan, sang juru kunci bersama para kerabat Amangkurat segera membuka kain mori kusam yang membungkus pusaka sebelum dicuci menggunakan air jeruk bali.
Mereka kemudian menghitung jumlah jimat yang ada dan disesuaikan dengan kondisi saat penjamasan tahun sebelumnya setelah setahun tidak pernah dikeluarkan dan dibuka.
Dilansir dari ANTARA, beberapa keanehan muncul saat jimat-jimat tersebut dihitung dan diamati lantaran ada beberapa jimat yang berubah bentuk. Selain itu tampilan dan jumlahnya juga bertambah.
Pada Jamasan tahun 2009 lalu misalnya, salah satu benda yang berubah bentuk adalah pelor. Saat tahun 2008 bentuknya bulat, namun pada 2009 bentuknya lonjong.
Selain itu, benda lain yang berubah tampilan adalah “wungkal” (pengasah pisau) yang sebelumnya tampak kusam kini menjadi lebih berkilau. Lalu ada pula mata uang yang semula berjumlah 58 keping dan diikat, kini hanya 49 keping tanpa ada yang terikat.
Lalu ada alat musik terbang (semacam ketipung) yang semula terdiri dari empat buah dan berukuran besar dan enam buah yang berukuran kecil, kemudian berubah menjadi berukuran besar lima buah dan yang berukuran kecil juga lima buah.
Kemudian ada kumpulan kitab bertulis huruf Arab yang semula ada empat buah, kemudian berubah jadi tujuh buah dan salah satunya dalam keadaan kosong tanpa tulisan.
Dalam ritual tersebut, pemuka agama setempat membacakan kitab yang salah satunya berupa kutipan Al-Qur’an surat Al-Ahdiyat dan sebuah hadis Nabi Muhammad SAW.
Namun saat hendak menerjemahkan hadis tersebut, dia tampak tak sanggup lagi melanjutkan pembacaanya. Padahal dia sering kali membacakan kitab-kitab tersebut pada setiap kali jamasan.
Dalam sambutannya, Pj Bupati Banyumas, Hanung, mengapresiasi atas terselenggaranya acara tersebut. Ia berharap acara itu tidak hanya dikenal di Banyumas, namun juga bisa mendunia seperti Dieng Culture Festival.
“Tahun depan lebih ramai. Nanti didorong melalui media sosial sehingga dapat menghadirkan wisatawan yang lebih banyak lagi,” kata Hanung dikutip dari Liputan6.com.