Tradisi Kupatan Jolosutro Asal Bantul Diakui Jadi Warisan Budaya Tak Benda, Ini Keunikannya
Kupatan Jolosutro merupakan tradisi yang telah berlangsung lama di daerah Piyungan, Bantul..
Kupatan Jolosutro merupakan tradisi yang telah berlangsung lama di daerah Piyungan, Bantul. (Foto : budaya.blog.unisbank.ac.id)
Tradisi Kupatan Jolosutro Asal Bantul Diakui Jadi Warisan Budaya Tak Benda, Ini Keunikannya
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul, Nugroho Eko Setyanto mengungkapkan, Upacara Kupatan Jolosutro merupakan warisan budaya tak benda yang diakui secara nasional sejak tahun 2021.
(Foto : bantulkab.go.id)
Dikutip dari bantulkab.go.id
-
Apa yang unik dari tradisi Tabot di Bengkulu? Konon tradisi ini sudah ada sejak abad ke-14 melalui proses akulturasi.
-
Apa yang ditemukan di situs Kerto Bantul? Pada Selasa (7/9), Tim eskavasi Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta menemukan sebuah artefak fragmen gerabah di Situs Keputren, Kawasan Cagar Budaya (KCB) Kerto-Pleret, Bantul.
-
Apa tradisi unik di Sumatera Selatan? Salah satunya adalah tradisi unik yang ada di Sumatra Selatan yakni saling bertukar takjil dengan tetangga di sekitar kampung tempat tinggal.
-
Kenapa Soto Banjar Kuin Abdhu unik? Rasa unik ini dihasilkan dari bumbu dan rempah yang digunakan.
-
Apa yang membuat Soto Podjok Kediri unik? Cita rasa soto di sini memang berbeda dari kebanyakan makanan sejenis karena tidak memakai santan sama sekali. Kuah beningnya sangat kaya dengan kaldu ayam, rasanya gurih, segar dengan rasa rempah yang nikmat saat disantap.
-
Apa tradisi unik di Majalengka? Tradisi unik ini hanya bisa ditemui di Majalengka. Undangan menjadi unsur terpenting dalam prosesi hajatan. Biasanya si empunya hajat akan membuat desain yang menarik, agar tamu undangan terkesan.
Kupatan Jolosutro
Kupatan Jolosutro adalah tradisi yang unik, dilihat dari asal-usul dan makna yang terkandung di dalamnya. Berikut keunikan tradisi ini.
Sejarah Kupatan Jolosutro
Melansir dari budaya.blog.unisbank.ac.id, tradisi Kupatan Jolosutro ini bermula dari legenda rakyat setempat yang menceritakan tentang permaisuri Pangeran Sedo Krapyak (Mas Jalang) yang sedang mengandung dan ngidam ikan yang memiliki sisik emas atau sering disebut wader neng sisik kencana. Namun, saat itu ikan tersebut sulit didapatkan, sehingga Pangeran Sedo Krapyak mengadakan sayembara untuk memenuhi keinginan istrinya itu.
Tak lama kemudian ada seseorang bernama Sunan Geseng yang menyanggupi sayembara tersebut. Ia memberikan syarat kepada Pangeran Sedo untuk menyediakan benang sutra yang akan digunakan sebagai jala penangkap ikan tersebut. Pada akhirnya, sayembara tersebut dimenangi oleh Sunan Geseng, sehingga tempat yang menjadi saksi penangkapan ikan wader sisik kencan diberi nama Jolosutro. Sebagai tanda terima kasih kepada Sunan Geseng, akhirnya Pangeran Sedo Krapyak mengangkat Sunan Geseng menjadi sesepuh kerajaan. Akan tetapi, usulan itu ditolak Sunan Geseng karena lebih memilih untuk tetap tinggal di Jolosutro.
Seiring berjalannya waktu, Sunan Geseng menjadi orang yang berpengaruh, dan masyarakat di sekitarnya selalu meminta pertimbangan kepadanya mengenai segala macam kegiatan. Dimulai dari itu, masyarakat Jolosutro melakukan upacara rasulan setiap usai panen padi tiap tahunnya. Upacara rasulan tersebut dihadiri banyak tamu termasuk tamu dari Kraton. Untuk menjamu para tamu dari Keraton, selalu dihidangkan makanan berupa ketupat.Keunikan Kupatan Jolosutro
Melansir dari budaya.jogjaprov.go.id, terdapat keunikan yang membedakan ketupat Jolosutro dengan ketupat-ketupat pada umumnya. Ketupat Jolosutro dikemas dengan daun gebang yang ukurannya mulai dari 15 x 15 cm hingga 35 x 35 cm. (Foto : bantulkab.go.id)
Keunikan tradisi kupatan rasulan tersebut masih terawat dengan sangat baik hingga menjadi hidangan khas dari Desa Jolosutro Srimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Keunikan lainnya yang terdapat pada tradisi Kupatan Jolosutro ini yaitu diadakan seusai melakukan panen raya, dengan ketentuan pada Senin Legi pada bulan Sapar. Akan tetapi, masa panen tidak bisa diprediksi sehingga perubahan bulan bisa saja terjadi asalkan tidak pada saat Pon. Pelaksanaan Upacara Kupatan Jolosutro ini memang terbilang unik karena memiliki dasar pedoman dari penanggalan jawa dengan waktu menjelang Bulan Purnama yaitu antara tanggal 10-15. Untuk acara puncak dari tradisi ini sendiri pada umumnya dilakukan pukul 14.00 WIB sampai 16.00 WIB. Masyarakat sekitar yang berpartisipasi dalam acara tradisi kupatan Jolosutro ini bergotong-royong dengan membawa Jodhang, di mana Jodhang itu berisi kenduri untuk dibawa ke Lapangan Jolosutro untuk menandakan dimulainya tradisi tersebut. Lalu, secara serentak masyarakat membawa Jodhang tersebut menuju ke Makam Sunan Geseng.Tradisi Kupatan Jolosutro saat ini juga dimeriahkan dengan berbagai kegiatan kesenian seperti jathilan, tarian tradisional daerah, keroncong hingga kirab.. Setelah sambutan dan acara pembuka lainnya, dilakukan pembacaan ikrar oleh Juru Kunci Makam Sunan Geseng. (Foto : bantulkab.go.id)
Setelah semua rangkaian acara hingga acara inti telah usai, tradisi Kupatan Jolosutro diakhiri dengan makan secara bersama-sama dengan sesaji kenduri yang berisi nasi ameng, nasi gurih, dan bermacam lauk pauk hasil dari berkah bumi. (Foto : imagebank)
Filosofi Kupatan Jolosutro
Filosofi atau makna yang terkandung dari tradisi Kupatan Jolosutro adalah wujud rasa syukur masyarakat terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan keberkahan serta karunia-Nya, sehingga hasil dari panen tani bisa berhasil dan memberikan hasil yang terbaik. Selain itu, tradisi ini juga bertujuan untuk mendoakan Nabi Muhammad SAW serta para leluhur juga termasuk Sunan Geseng.