Mengenal Cembengan, Tradisi Tebu Manten yang Jadi Mulainya Gilingan PG Madukismo
Tradisi Cembengan merupakan tradisi yang diadopsi dari etnis Tionghoa, yaitu Cing Bing.
Tradisi tebu manten atau Cembengan merupakan sebutan yang sering dikatakan oleh masyarakat sekitar Pabrik Gula Madukismo, Bantul, Yogyakarta.
Mengenal Cembengan, Tradisi Tebu Manten yang Jadi Mulainya Gilingan PG Madukismo
Mengenal Tebu Manten
Masyarakat sekitar PG Madukismo sangat antusias ketika perayaan tebu manten berlangsung.
-
Apa yang dilakukan dalam tradisi Magedong-gedongan? Di Bali, upacara 'Magedong-gedongan' dilakukan untuk menyucikan janin dan menghindari kesulitan saat persalinan.
-
Apa itu Tradisi Cikibung? Dahulu, tradisi Cikibung lazim dilakukan oleh ayah di Kabupaten Subang, Jawa Barat, untuk melindungi anaknya. Tradisi ini biasanya digelar di kawasan leuwi atau sejenis sungai yang cukup dalam pada sore hari. Warga setempat juga menyebutnya sebagai kasidah air, lantaran pemainnya yang merupakan ayah dan anak laki-laki menepuk-nepuk air hingga menghasilkan nada tertentu mirip kasidahan.
-
Apa yang unik dari tradisi Tabot di Bengkulu? Konon tradisi ini sudah ada sejak abad ke-14 melalui proses akulturasi.
-
Kenapa tradisi Tabot di Bengkulu dilakukan? Tradisi ini juga untuk mengenang kepahlawanan serta wafatnya cucu Nabi Muhammad, Husein bin Ali Abu Thalib.
-
Apa itu Tradisi Ngabungbang? Ngabungbang adalah ritual nyari sapeupeuting yang secara makna dalam bahasa Indonesia yaitu bergabung semalaman.
-
Kapan tradisi mamanukan dilakukan? Mamanukan akan dinanti oleh masyarakat di sepanjang wilayah pantura Jawa Barat.
Untuk meramaikan tradisi tebu manten, masyarakat beramai-ramai menghadiri iring-iringan tebu manten di sekeliling pabrik. Biasanya masyarakat akan mengikuti acara tersebut dari awal hingga selesai.
Bukan hanya menjadi penonton, masyarakat yang hadir dalam perayaan tradisi tebu manten juga bisa menjadi bergodo.
Mengenal lebih jauh tentang tebu manten atau Cembengan, berikut ulasannya yang telah Merdeka rangkum dari berbagai sumber.
Sejarah dan asal usul “Cembengan”
Mengutip dari laman kemdikbud.go.id, tebu manten atau biasa dikenal “Cembengan” merupakan budaya atau tradisi yang diadopsi dari etnis Tionghoa, yaitu Cing Bing. Hal itu bisa terbentuk karena sebagian masyarakat Cina yang tinggal di Pantura (Pantai Utara) Jawa. Mereka yang memahami cara pembuatan gula tebu melakukan ritual Cing Bing sesaat sebelum memproduksi gula. Cing Bing merupakan ritual kegiatan ziarah ke makam leluhur yang dilakukan sebelum memulai pekerjaan besar.
Pesta gilingan sudah dilakukan turun-temurun dari nenek moyang, sehingga tradisi ini sudah melekat pada masyarakat sehingga sulit ditinggalkan. Mengingat tradisi Cembengan sudah dilaksanakan sejak 1950-an, masyarakat pun percaya jika tradisi ini ditinggalkan maka akan terjadi sesuatu.Filosofi Tebu Manten “Cembengan”
Selain sejarah, tradisi Cembengan ternyata memiliki filosofi tersendiri. Diadakannya tradisi Cembengan bertujuan agar selama awal produksi hingga akhir produksi nanti tanaman tebu yang telah ditanam di lahan petani tetap menghasilkan tebu yang melimpah serta memiliki kualitas tinggi dan baik hingga musim tanam selanjutnya.
Keunikan Cembengan PG Madukismo
Tradisi Cembengan yang berada di PG Madukismo terbilang unik. Tradisi tersebut unik karena dua buah tebu yang disandingkan dan dirias bak sepasang pengantin “mempelai wanita” dan “mempelai pria” diikat serta diarak. Dua buah tebu yang menjadi mempelai pria dan mempelai wanita dipilih yang memiliki kualitas baik saat masa panen.
Mengutip dari ugm.ac.id, keunikan lain yaitu setiap tahunnya nama tebu manten berbeda-beda dengan mengikuti Penanggalan Masehi serta Penanggalan Jawa. Lebih spesifiknya, nama mempelai pria memakai nama hari menyesuaikan sistem penanggalan 7 hari selama seminggu. Sedangkan mempelai wanita tebu manten diberi nama menyesuaikan dengan sistem penanggalan 5 hari pasaran. Kedua tebu manten “mempelai pria” dan “mempelai wanita” diarak hingga menuju Masjid An-Nuur yang berada pada sisi timur PG Madukismo guna melaksanakan akad nikah atau ijab terlebih dahulu.Setelah akad nikah, mempelai pria dan mempelai wanita tebu manten kembali diarak menuju pabrik. Kedua mempelai tebu manten kemudian menjadi “cucuk lampah”, yaitu buah tebu yang menjadi pertama kali atau mengawali untuk dimasukkan ke dalam mesin penggilingan tebu. Hal itu menandakan sudah dimulainya Guling dan Suling Pabrik Gula Madukismo. (Foto : tirtonirmolo.bantulkab.go.id)
Tidak kalah menarik dan unik, iring-iringan yang dilakukan warga di sekililingnya juga menjadi sorotan. Iring-iringan tersebut meliputi adanya pementasan tarian tradisional, drum band, barisan bergodo (pasukan prajurit Kraton) dan kegiatan hiburan lain yang dibawakan masyarakat.