Mengenal Tradisi Wiwitan Kopi, Cara Warga Lereng Merbabu di Boyolali Sambut Musim Panen Raya Kopi
Dalam panen raya tahun 2024 ini potensi bijih kopi mencapai 80-120 ton kopi.
Dalam panen raya tahun 2024 ini potensi bijih kopi mencapai 80-120 ton kopi.
Mengenal Tradisi Wiwitan Kopi, Cara Warga Lereng Merbabu di Boyolali Sambut Musim Panen Raya Kopi
Indonesia merupakan negara dengan berbagai macam tradisi. Banyak dari tradisi itu yang diadakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal inilah yang dilakukan oleh masyarakat lereng Gunung Merbabu di Boyolali.
Dilansir dari kanal YouTube Liputan6 pada Rabu (3/7), tradisi yang sudah diturunkan sejak zaman dulu.
-
Mengapa Pesta Rakyat Kopi Gombengsari diadakan? Kami mengadakan festival ini sebagai upaya membantu desa untuk mempromosikan kopi setempat. Agar apa yang telah dilakukan desa lebih dikenal secara luas,“ kata Ipuk.
-
Kenapa Kopi Bowongso ditanam di lereng Gunung Sumbing? Setiap daerah yang berada di lereng gunung biasanya merupakan penghasil kopi yang punya cita rasa yang khas.
-
Apa yang istimewa dari Piknik Kopi Lembang? Berbagai menu lezat dengan latar tempat yang penuh kisah di Piknik Kopi dijamin akan memberi kesan berbeda saat berkunjung ke 'lantai dua' Bandung itu.
-
Apa ciri khas dari Kopi Kemiri Barat? “Selain enak, kopi juga memiliki makna yakni kopi itu hitam dan hitam itu gelap, tapi kopi itu nikmatnya luar biasa, di mata membuat terang dan membuat semangat. Makanya segelap-gelapnya hidup manusia, dia harus bisa menjadi penerang bagi yang lain, “
-
Kenapa Kampung Kopi Gombengsari dikenal sebagai penghasil kopi? Mengutip banyuwangikab.go.id, Kampung Kopi Gombengsari menghasilkan kopi robusta berkualitas sebanyak 700 ton setiap tahunnya.
-
Dimana Pesta Rakyat Kopi Gombengsari diadakan? Desa Gombengsari, Kecamatan Kalipuro dikenal sebagai Kampung Kopi.
Acara itu dimulai dengan iring-iringan penari beserta sesaji menuju kawasan perkebunan kopi di Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Boyolali. Tokoh wanita cantik yang memimpin iring-iringan itu melambangkan tokoh Dewi Sri yang dipercaya sebagai pembawa berkah untuk pertanian.
Iring-iringan itu juga membawa tumpengan nasi dan sesaji ke perkebunan kopi yang tumbuh di lereng Gunung Merbabu.
Setelah itu, tradisi dilanjutkan dengan prosesi memetik kopi. Sebelum panen kopi dimulai, warga akan berdoa di tengah perkebunan kopi.
“Ini dalam rangka melestarikan budaya nenek moyangku dulu. Mulai panen apapun juga, baik itu padi, cabe, maupun kopi, itu kirimannya seperti ini. Tradisi ini dilakukan sebagai perasaan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa,”
kata Nyoto, salah seorang petani kopi di Desa Banyuanyar.
Di Desa Banyuanyar, ada 44,3 hektare lahan yang ditanami kopi. Mayoritas adalah kopi jenis robusta. Namun mereka juga punya jenis kopi langka lain yaitu kopi nangka.
“Di sini 95 persen tetap kopi robusta. Empat persennya adalah kopi arabika dan sudah mulai panen, dan yang satu persennya adalah kopi nangka. Kopi ini rumpunnya liberika ekselsa. Kopi ini akan kita beri brand khusus karena jadi salah satu peninggalan zaman Belanda,”
kata Kades Banyuanyar, Komarudin, dikutip dari kanal YouTube Liputan6.
Dalam panen raya tahun 2024 ini potensi bijih kopi mencapai 80-120 ton kopi. Bijih kopi yang tumbuh di lereng Merbabu ini juga diekspor ke luar negeri seperti Jerman.