Bikin Merinding Orasi Reza Rahadian Sorot Tajam DPR Begal Putusan MK soal Undang-Undang Pilkada
Aktor papan atas Reza Rahadian ikut turun ke jalan sampaikan orasi di depan gedung DPR RI.
Aktor Reza Rahadian ikut turun ke jalan dan bergabung bersama massa aksi kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) di depan Gedung DPR/MPR RI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Tampil santai mengenakan kaos berwarna hitam, Reza berorasi di depan ratusan massa yang berkumpul di kompleks Senayan. Berbicara di atas sebuah mobil, aktor papan atas itu pun menyuarakan keresahannya.
- Emosi! Reza Rahadian Orasi Tolak RUU Pilkada: Ini Bukan Negara Milik Keluarga
- Orasi Lengkap Reza Rahadian Tunjuk Gedung DPR: Saya Tidak Bisa Tidur Tenang, Anda Wakil Siapa?
- Potret Reza Rahadian Pemain 'Siksa Kubur' Jalani Umroh, Tampan Pakai Baju Koko dan Peci
- 5 Sosok Pria Ini Disebut 'Kembaran' Gibran Rakabuming, Mana yang Paling Mirip?
"Hari ini saya sudah tidak bisa lagi berhenti diam. Saya tidak bisa tidur tenang di rumah, saya merasa ini adalah waktu yang tepat untuk saya keluar bersama dengan kawan-kawan semua," kata Reza.
"Melihat bagaimana MK yang sedang mengembalikan citranya setelah wajahnya habis porak poranda di sebelumnya. Dan kita sudah mendapat keputusan sangat kita hormati dari MK, (tapi) masih berusaha untuk dibegal," tambahnya.
Dalam orasinya, Reza mengaku resah melihat situasi panas usai DPR RI dianggap menganulir putusan MK dan berencana mengesahkan RUU Pilkada menjadi UU Pilkada.
"Tadi malam saya menulis sebuah tulisan kalau Mahkamah Konstitusi sedang melakukan perbuatan yang mengembalikan mobilitinya sebagai Mahkamah konstitusi," teriak Reza.
"Lalu hari ini kita mendapat kenyataan bahwa itu dianulir oleh sebuah lembaga yang katanya adalah wakil-wakil kita semua. Lantas, anda-anda di dalam ini (DPR) wakil siapa?," tambahnya.
Dalam pernyataannya, Reza mengaku jika keputusannya ikut berdemo di depan gedung DPR tidak mewakili kepentingan apapun dan siapapun. Aksinya itu murni dilakukan sebagai bentuk keprihatinan tentang demokrasi di Indonesia.
"Saya hadir hari ini sebagai rakyat biasa bersama teman-teman semua tidak mewakili siapapun selain orang-orang yang gelisah melihat demokrasi kita seperti ini," ungkap Reza.
Di akhir orasinya, Reza menyindir dan menyatakan jika Indonesia adalah milik seluruh rakyat bukan hanya keluarga tertentu saja. Dia pun meminta semua orang untuk terus mengawal kasus ini.
"Ini bukan negara milik keluarga tertentu, miris hati saya. Semoga kita semua bisa mengawal ini terus. (Keputusan) sudah ditunda dan mudah-mudahan memang inilah yang harusnya mereka lakukan," pungkasnya.
Melalui unggahan 'Peringatan Darurat' yang beredar di media sosial, ajakan demo untuk turun ke jalan disuarakan oleh banyak orang dari berbagai kalangan masyarakat.
Aksi tersebut adalah bentuk protes atas rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang disebut dilakukan untuk menganulir putusan MK.
Sebab, RUU Pilkada tidak merujuk pada putusan MK, malah justru sebaliknya. RUU Pilkada ini cenderung melawan putusan MK.
Pengesahan RUU Pilkada menjadi UU Pilkada sendiri rencananya akan dilakukan pada rapat paripurna hari ini, Kamis (22/8/2024). Namun, gagal dilakukan karena mendapat penolakan dari rakyat.
Ada beberapa poin-poin Putusan MK yang direvisi DPR melalui RUU Pilkada, salah satunya mengenai batas usia calon kepala daerah.
MK memutuskan syarat calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun terhitung sejak pendaftaran pasangan calon sesuai Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada.
Namun, aturan tersebut diubah Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan merumuskan batas usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.
Revisi UU Pilkada yang dilakukan DPR pada poin itu kemudian ramai disebut sebagai langkah untuk memuluskan jalan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep untuk menjadi calon Gubernur.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Gede Dewa Palguna mengatakan, bahwa RUU Pilkada yang direvisi oleh Baleg DPR RI merupakan bentuk pembangkangan secara terang-terangan.
"Tapi, cara ini, buat saya pribadi adalah pembangkangan secara telanjang terhadap putusan pengadilan (Mahkamah Konstitusi)," kata Palguna dikutip dari antaranews (22/8/2024).
Masyarakat dari berbagai kalangan juga menyoroti langkah Baleg DPR RI yang terkesan terburu-buru dalam merevisi RUU Pilkada.
Padahal, keputusan MK seharusnya bersifat final dan mengikat serta berlaku secara serta-merta bagi semua pihak (erga omnes).
Apabila dilakukan penjegalan melalui pengesahan RUU, maka Pilkada 2024 bisa dikatakan inkonstitusional dan tidak legitimate untuk diselenggarakan.