Isu Konsorsium 303, Jenderal ini Obrak Abrik Judi-Bongkar Suap Polisi Sampai Disantet
Jenderal Polri ini berani mengobrak abrik judi dan membongkar suap polisi sampai disantet.
Isu Konsorsium 303 tengah merebak di tengah kasus pembunuhan Brigadir J yang didalangi oleh mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Isu ini merujuk pada kabar mengenai adanya beking petinggi Polri di balik praktik perjudian di Tanah Air.
Nama Ferdy Sambo lagi-lagi menjadi sorotan. Mantan Kadiv Propam ini ramai disebut-sebut sebagai pimpinan konsorsium tersebut. Kebenaran akan kabar tersebut pun tengah didalami oleh pihak Direktorat Tindak Pidana Siber Mabes Polri.
-
Apa sanksi yang diterima Ferdy Sambo? Ferdy Sambo diganjar sanksi Pemecetan Tidak Dengan Hormat IPTDH).
-
Siapa yang memimpin Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Bagaimana proses Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Siapa yang mengapresiasi kolaborasi KPK dan Polri? Terkait kegiatan ini, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni turut mengapresiasi upaya meningkatkan sinergitas KPK dan Polri.
-
Bagaimana upaya Polri untuk menangkap Fredy Pratama? Mukti memastikan pihaknya bekerjasama dengan kepolisian Thailand untuk melacak Fredy dan aset-aset dari Fredy yang tersebar di Thailand. "Mungkin, saya akan melakukan hubungan kunjungan ke sana atau balik lagi ke Thailand ya.
-
Mengapa Ahmad Sahroni meminta Polri untuk bekerja sama dengan Dukcapil Kemendagri? Lebih lanjut, Sahroni pun turut meminta pihak Polri bekerja sama dengan Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memperketat keamanan dan akses penggunaan data tersebut. Dirinya khawatir, di era digital seperti ini, sistem single data justru bisa dimanfaatkan oknum-oknum tertentu untuk kejahatan.
Pembahasan mengenai pemberantasan praktik judi mungkin bagi sebagian orang sudah tidak asing. Sebagian orang mungkin juga teringat akan sosok Jenderal Polri yang berani mengobrak abrik judi dan bongkar suap polisi sampai disantet. Berikut ulasannya.
Polisi Paling jujur
Mantan Presiden Gus Dur punya anekdot, hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia. Ketiganya meliputi patung polisi, polisi tidur dan Hoegeng Iman Santosa. Ini semacam sindiran bahwa sulit mencari polisi jujur di negeri ini.
Kalaupun ada, langka dicari. Polisi Hoegeng adalah satu teladan polisi jujur yang kisah dan kiprah selalu layak diceritakan turun-temurun. Saat masyarakat merindukan sosok polisi jujur, tegas dan mengayomi, nama Hoegeng yang disebut.
Hoegeng juga memiliki prinsip yang ditirunya dari Wakil Presiden Mohammad Hatta. Lebih baik hidup melarat daripada menerima suap atau korupsi. Hal ini juga dibuktikan dengan perjalanan kariernya dalam membereskan dan mengobrak-abrik bandar judi Medan.
Kariernya terus menanjak. Tanggal 15 Mei 1968, Presiden Soeharto melantik Komjen Hoegeng Iman Santosa menjadi Kapolri. Tugas berat menanti Hoegeng, dia harus membereskan soal penyelundupan dan korupsi yang saat itu merajalela.
Bahkan sebagai Kapolri, hidup Hoegeng jauh dari mewah. Hoegeng tak mau menerima suap satu sen pun. Hoegeng juga tak kenal kompromi mengusut berbagai kasus kejahatan. Dia tidak peduli siapa beking orang itu. Jika bersalah, harus ditindak.
Obrak Abrik Bandar Judi
Ternyata, sejak dulu banyak aparat hukum justru menjadi beking tempat maksiat, perjudian hingga menjadi bodyguard. Hanya sedikit yang berani mengobrak-abrik praktik beking ini. Hoegeng Imam Santosa mungkin yang paling berani.
Pada tahun 1955, saat Jenderal Hoegeng masih berpangkat Kompol mendapat perintah pindah ke Medan di mana tugas berat sudah menantinya. Penyelundupan dan perjudian telah merajalela di kota itu. Para bandar judi telah menyuap para polisi, tentara dan jaksa di Medan. Mereka yang sebenarnya menguasai hukum. Aparat tidak bisa berbuat apa-apa disogok uang, mobil, perabot mewah dan wanita.
Dikenal jujur, berani dan antikorupsi hingga haram menerima suap maupun pemberian apapun, Hoegeng kemudian diangkat menjadi Kepala Direktorat Reskrim Kantor Polisi Sumut. Hoegeng pun pindah dari Surabaya ke Medan. Bahkan saat itu belum ada rumah dinas untuk Hoegeng dan keluarganya karena rumah dinas di Medan masih ditempati oleh pejabat lama.
Tolak Suap
Cerita soal keuletan para pengusaha judi benar-benar terbukti. Baru saja Hoegeng mendarat di Pelabuhan Belawan, utusan seorang bandar judi sudah mendekatinya. Utusan itu menyampaikan selamat datang untuk Hoegeng. Tidak lupa, Ia juga mengatakan sudah ada mobil dan rumah untuk Hoegeng hadiah dari para pengusaha.
Hoegeng menolak dengan halus. Dia memilih tinggal di Hotel De Boer menunggu sampai rumah dinasnya tersedia. Kira-kira sekitar 2 bulan kemudian, ketika rumah dinas di Jl Rivai siap ditinggali, bukan main terkejutnya Hoegeng.
Rumah dinasnya itu sudah penuh dengan barang-barang mewah. Mulai dari kulkas, piano, tape hingga sofa mahal. Tentu hal ini yang sangat luar biasa, mengingat pada tahun 1956, kulkas dan piano belum tentu ada di rumah pejabat sekelas menteri sekalipun.Ternyata barang itu lagi-lagi hadiah dari para bandar judi.
Utusan yang menemui Hoegeng di Pelabuhan Belawan kemudian datang lagi. Namun, Hoegeng justru meminta agar barang-barang mewah itu dikeluarkan dari rumahnya. Hingga waktu yang ditentukan, utusan itu juga tidak memindahkan barang-barang mewah tersebut. Apa tindakan Hoegeng?
Dia memerintahkan polisi pembantunya dan para kuli angkut mengeluarkan barang-barang itu dari rumahnya. Diletakkan begitu saja di depan rumah. Bagi Hoegeng itu lebih baik daripada melanggar sumpah jabatan dan sumpah sebagai polisi Republik Indonesia. Hoegeng geram mendapati para polisi, jaksa dan tentara disuap dan hanya menjadi kacung para bandar judi. "Sebuah kenyataan yang amat memalukan," ujarnya geram.
Polisi Jangan Mau Dibeli
Mantan Kapolri Jenderal Polisi Widodo Budidarmo punya kenangan soal Hoegeng. Widodo ingat betul pesan Hoegeng padanya.
"Mas Widodo jangan sampai kendor memberantas perjudian dan penyelundupan karena mereka ini orang-orang yang berbahaya. Suka menyuap. Jangan sampai polisi bisa dibeli," tutur Widodo menirukan pesan Hoegeng semasa itu.
Widodo tahu Hoegeng tidak asal memberikan perintah. Hoegeng telah membuktikan dirinya memang tidak bisa dibeli. Sejak menjadi perwira polisi di Medan, Hoegeng terkenal karena keberanian dan kejujurannya. Dia tak sudi menerima suap sepeser pun. Barang-barang hadiah pemberian penjudi dilemparkannya keluar rumah.
"Kata-kata mutiara yang masih saya ingat dari Pak Hoegeng adalah baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik," kenang Widodo.
Widodo bahkan menyamakan mantan atasannya dengan Elliot Ness, penegak hukum legendaris yang memerangi gembong mafia Al Capone di Chicago, Amerika Serikat. Saat itu, mafia menyuap hampir seluruh polisi, jaksa dan hakim di Chicago. Karena itu mereka bebas menjalankan aksi-aksi kriminal.
Tapi saat itu Elliot Ness dan kelompoknya yang dikenal sebagai The Untouchables atau mereka yang tak tersentuh suap, berhasil mengobrak-abrik kelompok gengster itu.
"Pak Hoegeng itu tak kenal kompromi dan selalu bekerja keras memberantas kejahatan," jelas Widodo.
Pernah Disantet Tapi Tak Mempan
Belum berhenti di sana, selama memimpin Reskrim di Medan, Hoegeng banyak menangani kasus perjudian, termasuk penggelapan minyak nilam di Teluk Nibung ke Penang.
Suatu ketika Ia berhasil menciduk anggota tentara dan polisi yang menjadi beking usaha ilegal tersebut. Anggota polisi yang digelandang Hoegeng saat itu berpangkat Kompol.
Merasa tak terima usahanya digagalkan tim Hoegeng, perwira itu menaruh dendam dan berupaya menyantet Hoegeng melalui perantara dukun.
Menariknya, sang dukun justru menghadap Hoegeng usai gagal menyantet dan meminta maaf karena disuruh perwira melakukan perbuatan tersebut.