Potret Suasana Pemilu Pertama Indonesia Tahun 1955, Tentara Masih Boleh Ikut Bersuara
Berikut potret suasana Pemilu pertama Indonesia pada tahun 1955.
Berikut potret suasana Pemilu pertama Indonesia pada tahun 1955.
Potret Suasana Pemilu Pertama Indonesia Tahun 1955, Tentara Masih Boleh Ikut Bersuara
Masyarakat Indonesia kini sudah mulai merasakan euforia menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden yang diselenggarakan pada tahun 2024 mendatang.
Nama-nama bakal Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden pun sudah diketahui oleh masyakarat Indonesia.
- Potret Lawas Pernikahan Jenderal TNI Eks Penguasa Indonesia, Kecantikan Pengantin Wanita Jadi Sorotan
- Potret Briptu Mustakim Bareng Istri Cantiknya, Pasangan Sempurna
- Potret Suasana Pendaftaran Pemilu di Jakarta Tahun 1954, Pemilihan Umum Pertama Bangsa Indonesia
- 10 Potret Rumah Artis Dangdut Indonesia, Milik Denny Caknan Ditaksir Hingga Belasan Miliar
Tahun 2024 mendatang, terdapat 3 pasang Capres-Cawapres meliputi Anies Baswedan-Cak Imin, Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Ketiganya juga telah mendaftarkan diri kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ini bukan kali pertama Indonesia mengadakan Pemilu. Bagi yang belum tahu, Pemilu pertama kali diselenggarakan Indonesia pada tahun 1995.
Lantas bagaimana potret suasana Pemilu pertama Indonesia pada tahun 1955?
Melansir dari akun Instagram arsip_indonesia yang diambil dari Arsip Nasional RI, Jumat (3/11), simak ulasan informasinya berikut ini.
Potret lawas yang memperlihatkan suasana Pemilu pertama Indonesia untuk Konstituante, beredar di media sosial. Pada keterangan tertulis foto tersebut diambil pada tanggal 15 Desember 1955.
Sebagaimana dikatakan, ini merupakan Pemilu pertama kali yang dilakukan bangsa Indonesia.
Menariknya, saat itu para prajurit tentara masih diperbolehkan memilih dalam Pemilu.
Tidak bisa dipungkiri, Pemilu menjadi salah satu unsur terpenting untuk negara demokrasi seperti Indonesia.
Total Indonesia telah melaksanakan 12 kali Pemilu. Dimulai sejak tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Melansir dari situs Komisi Pemilihan Umum, Pemilu di Indonesia dibagi dalam tiga era pemerintahan. Masa parlementer, Orde Baru dan Reformasi.
Sejarah Pemilu di Indonesia dimulai pada tahun 1955 atau sepuluh tahun setelah proklamasi dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta pada tahun 1945.
Namun tahukah kalian bahwa Pemilu tahun 1955 ini sebenarnya merupakan Pemilu tertunda?
Memang benar, hal tersebut lantaran alasan belum siapnya UU, ketidakstabilan ekonomi dan keamanan serta fokus bangsa saat itu adalah mempertahankan kedaulatan.
Dalam Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 November 1945, pemerintah sebenarnya ingin menggelar Pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR Januari 1946.
Akan tetapi, karena alasan-alasan tersebut rencana Pemilu 1946 urung terjadi.
Akhirnya, Pemilu 1955 adalah Pemilu pertama yang berhasil dilaksanakan secara demokratis. Kemudian dijadikan pedoman bagi pelaksanaan Pemilu selanjutnya.
Pemilu tahun 1995 digelar pada masa demokrasi parlementer kabinet Burhanuddin Harahap.
Pada masa itu, Pemilu dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu untuk memilih anggota DPR pada 29 September 1955 dan pemilihan anggota Konstituante pada 25 Desember 1955.
merdeka.com
Pemilu 1955 diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perseorangan. Kemudian muncul anggapan, Pemilu 1955 menjadi pemilu paling demokratis dan sehat dalam sejarah Indonesia.
Pemilu 1955 menggunakan sistem proposional. Pemilihan umum sistem proposional adalah dimana kursi yang tersedia dibagikan kepada partai politik (organisasi peserta pemilu) sesuai dengan imbangan perolehan suara yang didapat oleh partai politik itu.
Oleh karena itu sistem ini disebut juga dengan sistem berimbang.
merdeka.com
Melansir laman kpu.go.id, ada 5 Juli 1959 Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden. UUD 1945 dinyatakan sebagai Dasar Negara, serta penggantian Konstituante dan DPR hasil Pemilu dengan DPR-GR.
Kabinet yang ada diganti dengan Kabinet Gotong Royong dan Ketua DPR, MPR, BPK dan MA diangkat sebagai pembantu Sukarno dengan jabatan menteri.