SBY: Apakah Para Politisi dan Jenderal Sudah Tidak Punya Hati & Kejernihan Berpikir lagi?
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono beri kritik keras ke politisi dan jenderal. Begini isinya.
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono beri kritik keras ke politisi dan jenderal. Begini isinya.
SBY: Apakah Para Politisi dan Jenderal Sudah Tidak Punya Hati & Kejernihan Berpikir lagi?
Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono resah terhadap isu keamanan yang terjadi di seantero dunia. Hal itu diutarakannya melalui akun X pribadinya @SBYudhoyono.
SBY menulis kegelisahannya itu untuk berbagai peristiwa yang belakangan terjadi di dunia. Salah satunya genosida Israel di Gaza Palestina dan Ukraina.
Ia bahkan secara keras mengkritik para tokoh politik dan militer yang dianggap tidak peduli dengan hukum dan etika saat berperang.
Terlebih banyak pemimpin yang justru mengutamakan kepentingan pribadi dan nasional ketimbang kehidupan di muka bumi.
Lantas seperti apa isi kegelisahan dari SBY? Simak informasi berikut ini.
"Sejarah mencatat, dari abad ke abad, peradaban makin maju dan berkembang. Ketidak-beradaban makin susut. Dunia makin "civilized"."
"Dalam peperangan, hukum dan etika makin menjadi "rules". Artinya, perang dan operasi militer ada aturannya. Ada batas-batasnya. Mana yang boleh, mana yang tidak boleh," kata Presiden SBY.
SBY menyayangkan berbagai pelanggaran perang yang semakin marak terjadi di dunia.
Padahal dalam perang terdapat hukum, etika dan norma yang berlaku agar tidak terjadi banyak korban yang tak berdosa akibat serangan.
Bangunan dan infrastruktur sipil turut menjadi sasaran hingga hancur tak berbentuk dibuatnya.
SBY pun mempertanyakan pikiran dari para politisi dan jenderal yang seakan tidak berperikemanusiaan.
"Apakah para politisi dan para jenderal sudah tidak punya hati dan kejernihan berpikir lagi? Apakah ini sebuah kemunduran peradaban dan perikemanusiaan?," tambahnya.
Peran pemimpin tak luput dari sorotannya. Menurut SBY, pemimpin tidak mampu menghentikan hal buruk dan membahayakan muka bumi.
Mereka lebih berfokus pada kepentingan nasional pihak yang berperang dan dianggap pembenaran sejarah.
"Pertanyaan berikutnya adalah apakah dunia, dalam hal ini para pemimpin dunia, tidak bisa menghentikan hal-hal buruk yang membahayakan kehidupan di muka bumi ini? Tidak mampu atau tidak mau? Bagaimana jika perang yang tidak beradab ini, dengan dalih untuk memenuhi kepentingan nasional pihak-pihak yang berperang, dianggap sebagai "a new normal" dan mendapatkan pembenaran sejarah?," ucapnya.
Fenomena tersebut seakan menjadi pertanda kembalinya "geopolitics of hard power" atau "geopolitics of the new ideology".
Sebagai saran, SBY meminta dunia harus bersatu dan berkolaborasi untuk menghentikan masalah mendasar yang bisa menghancurkan bumi.
Peperangan bukannya memberikan dampak positif namun akan menjauhkan keberadaban dan nilai kemanusiaan.
"Saat ini dan ke depan, mestinya dunia makin bersatu dan berkolaborasi untuk mengatasi permasalahan global yang amat mendasar, seperti menyelamatkan bumi dari krisis iklim dan lingkungan serta mengatasi kemiskinan sejagat dan berbagai ketidak-adilan. Bukan justru mengobarkan peperangan di sana sini apalagi makin menjauh dari keberadaban dan nilai-nilai kemanusiaan," ujarnya. lagi
Sebagai penutup, SBY mengatakan bahwa tidak akan ada solusi apapun ke depan perihal masalah peperangan.
"Mungkin akan ada yang berkesimpulan bahwa tidak akan ada solusi apapun ke depan, termasuk untuk menghentikan peperangan di Gaza maupun di Ukraina. Apa benar-benar begitu? Wah, malang benar dunia ini.," ucapnya.