Serangan Umum 1 Maret, Pertempuran di Yogyakarta yang Guncang Dunia
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 tak bisa dipisahkan dari sejarah bangsa Indonesia. Peristiwa ini menjadi salah satu bukti perjuangan para pahlawan.
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 tak bisa dipisahkan dari sejarah bangsa Indonesia. Peristiwa ini menjadi salah satu bukti perjuangan para pahlawan.
Terdapat beberapa versi seputar Serangan Umum 1 Maret. Bahkan, penggagas Serangan Umum 1 Maret pun masih menjadi kontroversi. Meski demikian, peristiwa ini harus lah tetap diingat sebagai wujud rasa menghargai jasa para pahlawan.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Kenapa Serangan Umum 1 Maret 1949 menjadi penting bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia? Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah sebuah upaya besar dalam perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Serangan ini juga memiliki dampak besar terhadap diplomasi Indonesia di PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa).
-
Apa yang dirayakan pada Hari Konstitusi Republik Indonesia? Peringatan ini berkaitan dengan rantai peristiwa penting yang menentukan arah perjalanan sejarah Indonesia sebagai sebuah bangsa. Hari Peringatan Konstitusi ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 18 Tahun 2008, diperingati sejak tahun 2008.
-
Siapa yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan pertama di Indonesia? Nama Menteri Keamanan Rakyat baru berganti saat Kabinet Sjahrir II, di mana Menteri Pertahanan kala itu dijabat oleh Mr. Amir Sjarifoeddin.
-
Kenapa Sumpah Pemuda menjadi momentum penting dalam sejarah Indonesia? Sumpah Pemuda memiliki makna penting dalam sejarah Indonesia. Sebab menjadi momentum penyatuan para pemuda dari berbagai etnis dan latar belakang untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
-
Siapa yang menjadi sorotan utama pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia? Pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus yang lalu, perhatian banyak tertuju pada Shaista Putri Rionaldo Stockhorst.
Kontroversi Penggagas Serangan Umum 1 Maret
Penggagas Serangan Umum 1 Maret masih menjadi kontroversi. Dalam film dan buku-buku yang beredar selama Orde Baru, disebutkan bahwa Soeharto adalah penggagas sekaligus pelaku utama Serangan Umum 1 Maret.
Namun, perlahan sejarah mulai diluruskan. Hal ini juga tertulis dalam buku 'Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI AD' yang diterbitkan oleh Dinas Sejarah Militer TNI AD tahun 1972. Dalam buku tersebut, dituliskan Soeharto adalah inisiator Serangan Umum 1 Maret.
Peran Soeharto
Pada 19 Desember 1948, dalam waktu singkat, Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta direbut oleh Belanda. Soekarno dan Hatta pun diasingkan ke Sumatera. Sedangkan Soedirman dan pasukan TNI memilih masuk ke hutan dan mengorbankan perang gerilya semesta.
Pada saat itu, Letnan Kolonel Soeharto selaku Komandan Brigade X/Wehrkreise III merasa perlu melakukan serangan di siang hari untuk menunjukkan TNI masih ada.
Belanda selalu mengklaim bahwa serangan di malam hari hanya dilakukan oleh Bandit. Oleh sebab itu, serangan di siang hari dirasa perlu dilakukan oleh TNI.
Ketika akan melakukan serangan, Soeharto melapor terlebih dulu kepada Sultan. Sultan pun memberikan restu. Seolah-olah Sultan sama sekali tak memiliki andil, hanya menyetujui rencana serangan yang akan dilakukan tersebut.
Penggagas Serangan Umum 1 Maret versi Buku Takhta untuk Rakyat
Dalam sebuah buku berjudul 'Buku Takhta untuk Rakyat' tertulis jelas siapa penggagas Serangan Umum 1 Maret. Pada saat itu, Sultan merasa was-was dan resah dengan semangat juang TNI dan rakyat yang kian menurun.
Sultan pun mengetahui bahwa Indonesia dan Belanda akan dibicarakan di forum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) melalui siaran radio luar negeri.
Sultan pun menginginkan adanya sebuah serangan di siang hari. Meski tidak dapat mengusir Belanda dari Yogyakarta, paling tidak dapat menunjukkan jika TNI masih ada.
Kemudian Sultan mengirimkan kurit pada Panglima TNI Jenderal Soedirman. Sultan pun ingin dipertemukan dengan pemimpin pasukan Gerilya di Yogyakarta.
Pada saat itu, Soeharto adalah Komandan Wehrkreise III yang membawahi Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Soeharto pun menyanggupi permintaan Sultan tersebut.
Meski pasukan TNI beberapa kali telah mengganggu pos-pos Belanda, tetapi hal tersebut dilakukan di malam hari. Sedangkan serangan yang terkoordinasi pada siang hari, belum pernah dilakukan oleh TNI.
Panglima Serangan Umum 1 Maret
Serangan Umum 1 Maret pun digelar. Selama 6 jam, pasukan TNI berhasil menguasai Kota Yogyakarta. Serangan Umum 1 Maret pun disebarkan ke seluruh dunia melalui radio Republik di pegunungan.
Ada nama besar di balik peristiwa Serangan Umum 1 Maret. Bertahun-tahun nama Kolonel Bambang Sugeng seolah terlupakan.
Kolonel Bambang Sugeng adalah Gubernur Militer III sekaligus Panglima Divisi III. Kolonel Bambang juga merupakan atasan Letkol Soeharto kala itu.
Ia memerintahkan jajaran di bawahnya untuk menggelar serangan serentak pada tentara Belanda di Kota Yogyakarta. Serangan tersebut harus dilakukan di siang hari.
Perintah Kolonel Bambang Sugeng tersebut diteruskan pada Komandan Wehrkreise III Letkol Soeharto. Kemudian atas bantuan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Serangan Umum 1 Maret dapat dilakukan.
Dalam biografinya yang ditulis oleh Edi Hartoto dan diterbitkan Kompas, Panglima Bambang Sugeng selama pertempuran berperan mengendalikan jalannya pertempuran di seluruh Divisi III.
Alasan TNI Tak Terus Bertahan di Yogyakarta
Pasukan TNI hanya diperintahkan untuk menguasai Yogyakarta selama 6 jam. Setelah itu, pada siang harinya seluruh pasukan akan ditarik kembali ke kantong gerilya di pegunungan.
Tetapi, Bambang Sugeng tetap memerintahkan perlawanan terus dilakukan, tetapi kembali secara gerilya. Ia memiliki beberapa alasan kenapa TNI tak terus bertahan di Kota Yogyakarta.
Pertama, menurut Sugeng Bambang, hal ini dilakukan untuk mencegah balas dendam pasukan Belanda. Kedua adalah mendesak tentara Belanda agar benar-benar kebingungan.
Siasat ini efektif karena korban di pihak dapat di minimalisir. Sedangkan pasukan Van Langen di Yogyakarta jatuh morilnya.
Komentar Soerjono
Peran Letkol Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret tak bisa dipisahkan dalam perang untuk merebut kembali Kota Yogyakarta tersebut.
Dalam buku karya Mahpudi Cs, Soerjono yang berjudul 'Pak Harto Untold Stories' disebutkan bahwa Serangan Umum 1 Maret telah sangat dipersiapkan secara matang. Mahpudi Cs, Soerjono adalah salah satu staf Letkol Soeharto kala itu.
Soerjono mengaku bahwa dirinya telah ikut dengan Soeharto bergerilya di hutan-hutan sebelum peristiwa Serangan Umum 1 Maret. Bahkan ia mengatakan bahwa Soeharto selalu tampil di depan saat bertempur melawan Belanda.
"Pada saat itu, Pak Harto seolah-olah memiliki kekuatan mental yang luar biasa. Boleh percaya atau tidak, tetapi Pak Harto seperti tidak mempan ditembak. Pak Harto selalu di barisan depan jika menyerang atau diserang Belanda. Saya sering diminta menempatkan posisi diri di belakang beliau," ujar Soerjono di halaman 99 buku tersebut.
"Saya ingat kata-kata Pak Harto, kalau takut mati tidak usah ikut perang," tambahnya.
Soerjono pun menyayangkan beberapa orang yang meragukan peranan Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret tersebut. Ia berpendapat bahwa orang-orang tersebut mempersoalkan karena tak menyukai Soeharto.
"Saya sendiri merasakan keikhlasan Pak Harto pada saat perang dan terus berjuang membangun Indonesia ini. kelak generasi penerus akan melihat nilai-nilai positif yang sudah pasti di Lakukan Soeharto untuk Indonesia," terangnya.
Kritik Sejarawan
Salah satu sejarawan, Asvi Warman mengkritik dominasi peran Soeharto tersebut. Berdasarkan fakta-fakta yang ada, Soeharto yang saat itu berpangkat Letnan Kolonel jelas tidak mungkin menginisiasi Serangan Umum 1 Maret.
Ia yakin bahwa inisiator sesungguhnya pasti Sultan Hamengkubuwono IX. Sedangkan Soeharto hanya pelaksana lapangan.
"Sejauh mana Soeharto bisa memantau siaran radio luar negeri. Ide awal pasti datang dari Sultan yang selalu memantau situasi politik luar negeri lewat radio. Sultan tahu akan ada sidang PBB. Beliau ingin ada sesuatu hal yang bisa membuktikan Republik Indonesia masih ada," ucap Asvi pada Merdeka.com.
Selain itu, Asvi merasa bahwa peran Sultan sangat dipinggirkan.
"Peran Sultan selama Orde Baru memang sangat dipinggirkan. Padahal Sultan sangat berperan selama perang kemerdekaan. Bukan hanya saat Serangan Umum 1 Maret saja. Tapi kan selama Orde Baru ini seolah-olah Sultan tidak berperan apa-apa," kritik Asvi.