Kerasnya Hidup, Ini Cerita Musisi Jalanan di Persimpangan Jogja Ingin Mengubah Nasib Untuk di Masa Tua
Kisah di balik kehidupan musisi jalanan di Yogyakarta. Dari perjuangan sehari-hari hingga mimpi masa depan.
Senja mulai menyelimuti persimpangan Denggung di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di tengah keramaian kendaraan yang berlalu-lalang, alunan musik lembut terdengar.
Seorang pria berdiri di tepi jalan dengan gitar dan peralatan sound system lengkap, menyanyikan lagu-lagu populer dengan penuh perasaan. Dia adalah Iwan, lebih akrab disapa Iwe, seorang musisi jalanan berusia 31 tahun yang telah menghiasi jalanan Yogyakarta selama tiga tahun terakhir.
Namun, di balik melodi yang dinyanyikannya, terdapat kisah perjuangan dan harapan yang jarang terungkap. Bagi Iwe dan rekan-rekan seprofesinya, jalanan bukan sekadar panggung, melainkan juga tempat bertahan hidup yang penuh tantangan.
Mereka harus menghadapi ancaman dari satpol PP dan persaingan antar musisi, berjuang menghadapi ketidakpastian setiap hari. Meskipun begitu, Iwe mengakui bahwa jalanan memberikan kebebasan dan peluang yang sulit ditemukan di tempat lain.
"Ya, sedikit banyaknya lebih enak di jalan bisa nyambung hidup," ungkap Iwe kepada reporter Liputan6.com pada Selasa malam (3/9/2024), saat membandingkan penghasilannya di jalanan dengan bekerja di restoran atau kafe.
Sebuah Keputusan yang Mengejutkan
Perjalanan Iwe dalam dunia musik jalanan tidaklah direncanakan sejak awal. Sebelumnya, ia bekerja di sebuah perusahaan LPG, tetapi kehilangan pekerjaannya akibat pandemi COVID-19.
Setelah mencoba berbagai pekerjaan, termasuk di pabrik batako, Iwe akhirnya memutuskan untuk mengejar nasibnya sebagai musisi jalanan.
"Saya terus bekerja di pabrik batako. Di usia saya yang sekarang, mencari pekerjaan itu sangat sulit. Akhirnya, saya memberanikan diri untuk ngamen," ungkap Iwe, menceritakan langkahnya hingga memilih jalur sebagai musisi jalanan.
Keputusan ini tidak hanya mengubah arah hidupnya, tetapi juga membuka pandangannya terhadap realitas keras yang ada di dunia jalanan, yang selama ini tidak terlihat oleh banyak orang.
Lebih dari sekadar alat musik akustik
Tidak seperti anggapan umum mengenai musisi jalanan yang biasanya hanya membawa gitar, Iwe dan teman-temannya hadir dengan perlengkapan yang jauh lebih lengkap, mirip dengan sebuah panggung mini yang dapat dibawa ke mana saja.
Alat-alat ini tidak hanya meningkatkan kualitas musik mereka, tetapi juga merupakan investasi berharga dalam karir mereka.
"Biasanya yang saya bawa hanya sound, gitar, dan aki," kata Iwe saat ditanya mengenai peralatannya.
Sistem suara portabel dan aki menjadi elemen kunci untuk memastikan suara mereka terdengar jelas di tengah keramaian. Untuk gitar, Iwe memilih gitar elektrik-akustik Yamaha CPX600, yang mencerminkan keseriusannya dalam bermusik.
"Saya menggunakan CPX600," katanya, menegaskan bahwa meskipun bermain di jalanan, ia tetap mengutamakan kualitas suara yang dihasilkan. Penggunaan aki sebagai sumber daya listrik portabel adalah solusi cerdas untuk masalah pasokan listrik yang sering dihadapi oleh musisi jalanan, sehingga mereka bisa tampil dalam waktu yang lebih lama tanpa perlu mencari sumber listrik.
Keberadaan perlengkapan yang memadai ini juga menarik perhatian penonton dan calon klien. Seringkali, orang-orang yang terpesona oleh penampilan mereka di jalanan kemudian menawarkan kesempatan untuk tampil di acara atau restoran.
Peralatan ini tidak hanya berfungsi untuk menciptakan musik, tetapi juga melambangkan profesionalisme dan komitmen mereka terhadap seni, meski panggung mereka berada di jalanan.
Hal ini menunjukkan bahwa bagi Iwe dan teman-temannya, menjadi musisi jalanan adalah lebih dari sekadar hobi atau pekerjaan sampingan; ini adalah profesi yang mereka jalani dengan penuh keseriusan.
Promosi dan Daya Tarik yang Unik
Salah satu poin menarik yang disampaikan oleh Iwe adalah bagaimana jalanan dapat berfungsi sebagai alat promosi yang efektif bagi para musisi.
Seringkali, pengendara yang melintas merasa tertarik dengan penampilannya dan bertanya mengenai tarif untuk tampil di acara atau restoran.
"Saya memanfaatkan jalan ini sebagai sarana promosi. Sering kali ada pengendara yang bertanya, 'Mas, kira-kira anggaran berapa?' Jika anggarannya cocok, saya siap untuk tampil," kata Iwe.
Pengalaman bermain musik di jalanan juga sangat berbeda dibandingkan dengan tampil di restoran atau kafe. Meskipun pendapatan dari penampilan di jalanan tidak selalu stabil, Iwe mengaku lebih menikmati interaksi langsung dengan penonton.
"Sama-sama antusias, memberi senyuman, jempolan, dan tepuk tangan. Itu sudah membuat saya merasa puas meskipun mereka tidak memberi imbalan. Kami juga tidak memaksa," ujarnya, sambil membandingkan dengan atmosfer di restoran yang kadang kurang menghargai keberadaan musisi.
Isu dan Ketegangan
Walaupun memberikan kebebasan, kehidupan sebagai musisi jalanan tidak lepas dari berbagai tantangan dan risiko. Iwe membagikan beberapa masalah yang sering dihadapinya, termasuk penertiban oleh pihak berwenang.
"Pasti ada Satpol PP. Sering sekali mereka datang, menegur, dan memotret. Dulu ada yang pernah ditangkap beserta peralatannya," kata Iwe.
Ia menjelaskan bahwa untuk mengambil kembali alat yang disita, mereka harus membayar denda, mirip dengan proses tilang. Selain itu, perselisihan antar pengamen juga menjadi hal yang biasa terjadi.
Iwe menceritakan pengalamannya berkonflik dengan kelompok musisi lain yang berusaha menguasai lokasi tertentu.
"Ada manajemen yang menyewakan perlengkapan sound system kepada orang-orang untuk ngamen, dan menempatkan mereka di lokasi tertentu. Bahkan tempat saya pun pernah direbut. Ketika saya bermain di situ, saya malah dianggap kurang ajar, sampai terjadi keributan fisik," ungkapnya.
Meskipun banyak yang menghargai, musisi jalanan sering kali juga mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari masyarakat. Iwe membandingkan pengalamannya bermain di jalanan dengan di restoran.
"Namun di restoran, bukan hanya tepuk tangan yang jarang didapat, kadang mereka malah melotot saat diminta saweran," jelasnya.
Penyesuaian dan Taktik untuk Bertahan di Saat Ketidakpastian
Agar dapat bertahan di tengah dunia yang penuh ketidakpastian, Iwe dan timnya perlu memiliki kemampuan beradaptasi yang baik.
Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan mengenali selera musik di berbagai tempat.
"Tentu saja kita juga harus memperhatikan target audiens. Misalnya, di retso, kita perlu menyiapkan semua lagu yang akan dibawakan besok," ujarnya.
Selain itu, Iwe juga harus terus mengikuti perkembangan lagu-lagu terbaru untuk memenuhi ekspektasi penonton.
"Apalagi lagu-lagu yang baru dirilis, itu yang sekarang sedang tren," tambahnya.
Cita-cita dan Aspirasi untuk Menghadapi Masa Depan
Walaupun saat ini Iwe masih mengandalkan musik jalanan sebagai sumber pendapatan utama, ia memiliki cita-cita dan harapan untuk masa depannya.
Ia bercita-cita untuk memiliki usaha sampingan yang dapat menjamin kehidupannya di masa tua.
"Saya ingin memiliki usaha yang bisa saya jalankan sambil menunggu hari tua," kata Iwe.
Salah satu ide yang ada dalam benaknya adalah membuka barbershop.
"Saya juga berencana untuk mengikuti kursus cukur dan membuka usaha barbershop. Semua ini saya dorong. Bagi yang ingin kursus berber, silakan. Jika ingin berjualan angkringan, ayo berjualan angkringan. Mari kita saling membantu mencari rezeki," tambahnya.
Meskipun memiliki rencana untuk meninggalkan jalanan, Iwe menyatakan bahwa ia tidak akan sepenuhnya meninggalkan musik.
"Saya tetap akan bermusik, tetapi hanya di restoran-restoran untuk bersenang-senang sambil jamming dan mengisi waktu luang," jelasnya.
Kisah Iwe mencerminkan perjuangan nyata para musisi jalanan di Yogyakarta. Di balik melodi yang terdengar di persimpangan jalan, terdapat harapan, impian, dan tekad untuk bertahan hidup.
Meskipun kehidupan di jalanan memberikan kebebasan, mereka juga harus menghadapi berbagai tantangan dan ketidakpastian setiap hari.
Namun, semangat bermusik Iwe dan teman-temannya tetap menyala. Mereka terus berkarya, menghibur, dan memberikan inspirasi di tengah keramaian kota. Dan mungkin suatu saat nanti, kita akan melihat Iwe berdiri di belakang kursi barbershop, memangkas rambut pelanggan sambil menyanyikan lagu kesukaannya. Bagi Iwe dan para musisi jalanan lainnya, musik bukan sekadar pekerjaan, melainkan bagian yang tak terpisahkan dari jiwa mereka.