5 Fakta nasib karyawan Freeport, dari gaji Rp 3 juta hingga PHK
Freeport McMoran menolak pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari pemerintah. Pengubahan status Kontrak Karya (KK) ke IUPK dilakukan sebagai imbas pelarangan ekspor konsentrat sejak 12 Januari 2017. Akibatnya, Freeport akan mengurangi biaya operasi sebesar USD 2 miliar dan melakukan pengurangan pegawai.
Freeport McMoran menolak pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari pemerintah. Pengubahan status Kontrak Karya (KK) ke IUPK dilakukan sebagai imbas pelarangan ekspor konsentrat sejak 12 Januari 2017.
Dengan adanya perubahan status tersebut, perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini diperbolehkan untuk ekspor konsentrat kembali hingga satu tahun ke depan. Kendati demikian, Freeport meminta pemerintah mengkaji ulang pengubahan KK menjadi IUPK tersebut.
-
Dimana Smelter Freeport yang akan mengolah tembaga dan emas di Indonesia? Presiden Jokowi mengatakan smelter PT Freeport Indonesia yang berlokasi di Gresik akan rampung pada Juni 2024.
-
Apa yang akan dihasilkan dari beroperasinya Smelter Freeport di Gresik? Menurut dia, beroperasinya smelter PT Freeport ini akan memberikan sejumlah keuntungan bagi Indonesia. Dengan hilirasasi ini, negara akan mendapatkan nilai tambah yang besar dari pajak maupun dividen.
-
Kapan Smelter Freeport di Gresik ditargetkan mulai beroperasi? Presiden Jokowi mengatakan smelter PT Freeport Indonesia yang berlokasi di Gresik akan rampung pada Juni 2024.
-
Siapa yang akan direkrut untuk bekerja di Smelter Freeport di Gresik? Dia menuturkan industri pengolahan tembaga ini nantinya akan merekrut 20 ribu anak-anak muda Indonesia untuk bekerja .
-
Kapan PT Tera Data Indonusa Tbk melantai di bursa saham? Bahkan pada 2022, saat pandemi berlangsung, perusahaan ini berani mengambil langkah melantai di bursa saham.
-
Siapa saja yang memegang saham PT Berau Coal Energy Tbk? Saat ini, PT Berau Coal Energy Tbk menguasai 90 persen saham perusahaan dan 10 persen dimiliki oleh Sojitz Coorporation.
Presiden Direktur Freeport McMoran Richard C Adkerson mengatakan pihaknya memberikan waktu 120 hari untuk berunding dengan pemerintah terkait pengubahan status tersebut. Apabila terjadi ketidaksepakatan, maka Freeport akan mencoba ke jalur arbitrase internasional.
"Tapi jika tidak ada jalan keluar, kita terpaksa mengurangi biaya-biaya kita sehingga sesuai dengan apa yang bisa kita kirim ke Gresik. Dimana Gresik hanya bisa serap 40 persen dari konsentrat kita," jelas Richard.
Akibatnya, Freeport akan mengurangi biaya operasi sebesar USD 2 miliar. Selain itu, perusahaan tambang ini juga akan mengurangi jumlah karyawan di Papua. Ancaman pengurangan pegawai Freeport tak main-main.
Freeport mengeluarkan interoffice memorandum mengenai situasi terkini operasi PTFI pada 11 Februari 2017 silam. Salah satu isinya adalah terkait rencana perusahaan mengurangi atau memecat karyawan mulai minggu depan.
Dalam surat ini dijelaskan, pengurangan karyawan dilakukan karena pabrik pengolahan telah dihentikan pada Jumat (10/2) dan saat ini tidak lagi memproduksi konsentrat tembaga. Hal ini sebagai dampak dari kebijakan pemerintah yang diterbitkan pada Januari 2017 yang membuat Freeport tidak bisa melakukan ekspor konsentrat tembaga dan dinilai melanggar hak PTFI dalam Kontrak Karya.
"Sebagai akibatnya, kami akan menerapkan perubahan-perubahan rencana operasi yang akan berdampak pada pengurangan karyawan mulai minggu depan," kutipan isi interoffice memorandum PTFI yang beredar di kalangan wartawan.
"Kami telah mengurangi karyawan senior pada Jumat, 10 Februari 2017."
Meski demikian, Freeport tetap bersedia mengubah status dari Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK seperti aturan pemerintah agar segera bisa melakukan ekspor konsentrat. Namun, dalam perubahan status ini Freeport meminta perjanjian stabilitas investasi dengan kepastian hukum dan fiskal yang sama seperti tercantum dalam KK saat ini.
"Kondisi tersebut diperlukan dan sangat penting bagi perencanaan investasi jangka panjang PTFI."
Ini 5 fakta nasib karyawan usai ubah KK jadi IUPK. Berikut faktanya.
Gaji Rp 3 juta
Gerakan Pemuda (GP) Ansor menyatakan, persoalan terkait PT Freeport Indonesia (PTFI) tidak hanya tentang divestasi saham maupun kewajiban pembangunan smelter (pemurnian) di Papua. Namun juga banyak kesenjangan yang diterima tenaga kerja Indonesia terutama dalam hal upah.
Kesenjangan atau ketimpangan upah tersebut bukan hal biasa, bahkan menjurus ketidakadilan dan penindasan. Oleh karena itu, GP Ansor mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap Freeport.
"Kami (GP Ansor) menilai kesenjangan pendapatan yang diterima saudara-saudara kami yang bekerja di Freeport, khususnya saudara-saudara kami dari Papua, bukan lagi sebuah kesenjangan pendapatan biasa, tapi sudah merupakan ketidakadilan dan penindasan, bahkan sudah merupakan sebuah bentuk neo-kolonialisme yang paling vulgar," tegas Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas kepada wartawan di Bandara Internasional Ahmad Yani, Kota Semarang, Jawa Tengah Senin (27/2).Â
Yaqut yang juga Anggota Komisi VI DPR RI tersebut memaparkan, penilaian tersebut bukan tanpa dasar, melainkan hasil pengkajian beberapa data yang diperoleh GP Ansor. Berdasarkan laporan terkait ketenagakerjaan di Freeport, diketahui dari sekitar 32.000 pekerja Freeport sebagian besar merupakan pekerja kontrak atau outsourcing, tepatnya sebanyak 63,2 persen. Selain itu, data juga menunjukan pekerja berkewarganegaraan Indonesia hanya sebanyak 36,8 persen.
"Dari 36,8 persen pekerja langsung berkewarganegaraan Indonesia, hanya 35,8 persen yang merupakan saudara kami, putra-putri asli Papua. Di mana sebanyak 98,9 persen di antaranya adalah buruh tambang dengan 24 jenjang upah dengan jenjang terendah mendapatkan upah sebesar Rp 3.316.000 dan jenjang tertinggi untuk karyawan hanya mendapat upah sebesar, Rp 5.517.000," jelas Yaqut.
Data lain menyebutkan, rasio pendapatan antara buruh berpendapatan terendah dengan Komisaris Utama Freeport di Amerika adalah 1 banding 535. Sementara, upah keseluruhan yang diterima oleh 4.321 pekerja asal Indonesia di Papua setiap bulannya hanya 59,8 persen dari pendapatan Komisaris Utama Freeport.
"Jumlah itu hanyalah 0,017 persen atau sebanyak-banyaknya 0,028 persen dari laba bersih yang diterima Freeport tiap bulan," ungkap Gus Yaqut, sapaan akrabnya.
Adapun berdasarkan laporan keuangan yang telah dirilis diketahui bahwa 31 persen pendapatan Freeport berasal dari tembaga dan 99 persen pendapatan berasal dari emas dari tanah Papua. Keuntungan bersih yang didapatkan Freeport diketahui lebih dari Rp 1.000 triliun.Â
Dari jumlah keuntungan tersebut, Freeport hanya memberikan kontribusi sebanyak Rp 8 triliun kepada Pemerintah RI setiap tahunnya. Jumlah tersebut hanya sekitar 8 persen dari total keuntungan Freeport beroperasi di Indonesia.
Melihat adanya kesenjangan atau ketimpangan upah tersebut, GP Ansor mengambil sikap tegas. GP Ansor mendesak Menteri Tenaga Kerja dan pihak-pihak terkait untuk mengevaluasi secara menyeluruh sistem pengupahan di Freeport, agar berasaskan pada prinsip pengupahan yang manusiawi dan berkeadilan.
"Kami mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk mengevaluasi secara menyeluruh sistem pengupahan di Freeport. Kami juga menegaskan akan melawan segala bentuk eksploitasi sumber daya alam secara tidak berkeadilan, tidak berpihak pada penduduk lokal, dan hanya menampilkan neo-kolonialisme dalam wujud turbo-kapitalisme yang hanya menghasilkan duka kemanusiaan dan derita ekologis," pungkas Yaqut.Â
33.000 karyawan dirumahkan
Nasib PT Freeport Indonesia saat ini sangat mengenaskan. Tidak boleh ekspor konsentrat mentah, perusahaan telah menghentikan semua pekerjaan tambang. Pekerja berencana akan melakukan demonstrasi menentang kebijakan pemerintah yang melarang ekspor konsentrat.
Freeport mengatakan, tambang Grasberg harus memangkas 60 persen produksi per bulan jika tidak kunjung mendapat izin ekspor konsentrat pada pertengahan Februari ini. Sebab, gudang penyimpanan sangat terbatas dan sudah hampir penuh.
"Semua kegiatan pertambangan telah berhenti sepenuhnya. Sekarang hanya perawatan saja," kata kepala serikat pekerja Freeport Indonesia, Virgo Solossa seperti ditulis Reuters di Jakarta, Kamis (17/2). Virgo menyebut, saat ini sudah 33.000 karyawan Freeport yang dirumahkan.
Ribuan pekerja berencana akan menggelar demonstrasi pada Jumat (18/2) di Timika, Papua. Mereka menuntut agar pemerintah membuat aturan bijaksana atau jalan keluar lain mengenai situasi yang sangat sulit saat ini.
"Jika pemerintah tidak berhati-hati ini telah dan akan berdampak lebih jauh pada operasi Freeport. Baik untuk pekerja sebagai penerima manfaat langsung dan masyarakat luas sebagai penerima manfaat dari keberadaan Freeport," katanya.
70 pekerja asing pulang
Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura, Papua melaporkan bahwa 70 pekerja asing yang bekerja di PT Freeport Indonesia maupun subkontraktor telah pulang akhir pekan lalu.
Kepala Seksi Informasi dan Sarana Komunikasi Imigrasi Tembagapura, Mochammad Dede Sulaiman mengatakan, hingga kini baru empat perusahaan yang telah melaporkan kepulangan pekerja asingnya. Empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia, PT Redpath, PT RUC dan PT JDA.
"Pekerja asing PT Freeport yang sudah pulang sebanyak 23 orang ditambah anggota keluarga mereka 52 orang, PT Redpath sebanyak 31 orang, PT RUC sebanyak 11 orang dan PT JDA sebanyak 5 orang," kata Dede seperti ditulis Antara Papua, Selasa (28/2).
Imigrasi Tembagapura telah meminta PT Freeport Indonesia dan perusahaan-perusahaan sub kontraktornya untuk melaporkan jumlah pengurangan tenaga kerja asing sekaligus mengembalikan dokumen (FO) bagi pekerja asing yang sudah tidak dipekerjakan lagi.
"Kami sudah melakukan pertemuan dengan perwakilan manajemen PT Freeport dan perusahaan-perusahaan subkontraktor Freeport untuk melaporkan hal itu," jelasnya.
Dede mengatakan, dengan telah dipulangkannya puluhan pekerja asing di Freeport maka jumlah pekerja asing yang berdomisili di Kabupaten Mimika kini semakin berkurang.
Pada awal 2017, jumlah pekerja asing di Mimika sebanyak 712 orang. Menurut dia, pihak perusahaan sponsor yang menampung para pekerja asing wajib melaporkan ke Kantor Imigrasi jika pekerja asing tersebut diputus kontraknya.
"Kalau kontrak pekerja asing itu diputus maka sponsor harus mengembalikan dokumen sebab tanggung jawab perusahaan sponsor terhadap yang bersangkutan sudah selesai. Kepada yang bersangkutan diberikan waktu selama tujuh hari setelah mengembalikan dokumen ke Kantor Imigrasi untuk segera meninggalkan wilayah Indonesia," kata Dede.
Adapun pekerja asing yang bekerja di PT Freeport Indonesia, katanya, tidak diberhentikan atau pemutusan hubungan kerja/PHK oleh perusahaan tempat mereka bekerja.
"Mereka cuma dirumahkan saja sekalipun izin tinggalnya masih ada. Mereka disuruh menunggu. Apabila sudah ada kesepakatan antara pemerintah dengan pihak Freeport, sewaktu-waktu mereka bisa dipanggil kembali. Itu informasi yang kami terima dari PT Freeport," kata Dede.
Kepulangan puluhan pekerja asing di lingkungan PT Freeport tersebut sejak pertengahan Februari dipicu oleh belum tercapainya kesepakatan antara pemerintah dengan pihak Freeport terhadap kelanjutan operasi pertambangan perusahaan asal Amerika Serikat itu di Tembagapura, Timika, Papua.
Pihak Freeport ngotot tidak mengikuti kebijakan pemerintah untuk mengubah Kontrak Karyanya yang ditandatangani sejak 1991 ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai amanat UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Buntut dari permasalahan tersebut, pemerintah tidak lagi memberikan izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport sejak 12 Januari 2017.
Kondisi itu mengakibatkan Freeport menghentikan seluruh operasi pertambangannya sejak 10 Februari 2017. Tidak itu saja, PT Freeport dan sejumlah perusahaan sub kontraktornya kini mulai melakukan PHK dan merumahkan lebih dari 1.000 karyawan.
Diberi cuti panjang
PT Freeport Indonesia membantah telah melakukan pengurangan tenaga kerja sebagai imbas dari pelarangan ekspor konsentrat atau mineral mentah sejak 12 Januari 2017. Pelarangan ekspor ini akibat imbas dari kebijakan pemerintah terkait pengubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Berdasarkan interoffice memorandum yang dikeluarkan perusahaan tambang Amerika Serikat yang dikeluarkan, hari ini, Minggu (26/2), Freeport tak melakukan pengurangan pegawai secara besar-besaran. Raksasa tambang ini hanya melakukan efisiensi berupa cuti ke tempat asal dan pembebasan kewajiban pekerja (furlough).
Perusahaan kita akan terus melaksanakan upaya-upaya efisiensi lebih lanjut untuk memastikan bahwa perusahaan dapat bertahan, layak secara finansial dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)," kutipan isi interoffice memorandum PTFI.
Furlough dilakukan bukan sebagai akibat dari suatu pelanggaran hubungan industrial. Untuk itu, sesuai Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Pasal 17 ayat 6 serta Pasal 9 Butir h, maka tidak diperlukan tindakan apapun yang dilakukan serikat pekerja.
"Hal ini penting untuk dipahami agar tidak terjadi kesalahan pemahaman. Penting sekali bagi kita untuk tetap menjaga keselamatan kerja dan ketertiban sesuai dengan nilai-nilai perusahaan dan saling menjaga agar kita dapat melewati masa sulit ini."
4.000 karyawan bergaji UMR
Dewan Pembina Perhimpunan Advokad Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan mendapat informasi bahwa selama ini pekerja dari PT Freeport Indonesia mendapatkan gaji Upah Minimun Rata-Rata (UMR) di Indonesia. Bahkan, jumlah pekerja yang mendapatkan gaji UMR sebanyak 4.000 orang.
"Ternyata juga kalau kita lihat pegawainya itu hanya mendapat UMR. Sama dengan kita ini, enggak ada istimewanya. Bagaimana di Jakarta, disana juga lebih kurang Rp 3,3 juta juga gajinya. Padahal kerjanya luar biasa. Memang itu tidak melanggar hukum, tapi tidak mendapat keistimewaan rupanya. Kita pikir orang bekerja disana itu mewah," jelasnya di gedung Kementerian ESDM, Jakarta (27/2).
Lebih lanjut, saat ini terdapat 12.000 karyawan yang bekerja di Freeport dan terdapat 4.000 karyawan lokasi atau asli daerah Papua yang bekerja di Freeport dengan gaji UMR Indonesia.
"Kita juga mendapat informasi juga, dari 12.000 pegawai Freeport itu rupanya ada hanya 4.000 pegawai dari lokal. Dan itu umumnya paling banyak di level paling bawah," ujar Otto.
Menurutnya, keuntungan yang dihasilkan Freeport dalam upaya mengeruk kekayaan sumber daya alam Indonesia terlebih lagi emas tidak dirasakan masyarakat Papua. "Tidak akan mendapatkan kemakmuran juga bagi rakyat Papua. Karena tertinggal uang itu hanya di tangan 4.000 orang, dan itu low class sekali," pungkasnya.
Â
(mdk/sau)