5 Hambatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, setidaknya ada lima tantangan atas pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Pertama, Market share yang lebih rendah dibandingkan perbankan konvensional.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, setidaknya ada lima tantangan atas pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Pertama, Market share yang lebih rendah dibandingkan perbankan konvensional.
"Sekarang ini kalau kita lihat faktanya bahwa dari ukuran ternyata market share masih 9,96 persen dari total produk keuangan kita yang ditawarkan kepada masyarakat. Artinya masyarakat belum sepenuhnya memilih keuangan syariah," ucapnya dalam acara Sarasehan Industri Jasa Keuangan, Jumat (23/4).
-
Apa yang dikatakan OJK mengenai sektor jasa keuangan Indonesia saat ini? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Bagaimana OJK mendorong pengembangan perbankan syariah? Berbagai kebijakan dikeluarkan OJK untuk mendorong pengembangan perbankan syariah bersama stakeholders terkait beberapa inisiatif seperti: Mulai dari perbaikan struktur industri perbankan syariah yang dilakukan melalui konsolidasi maupun spin-off unit usaha syariah (UUS). Lalu penguatan karakteristik perbankan syariah yang dapat lebih menonjolkan inovasi model bisnis yang lebih rasional, serta pendekatan kepada nasabah yang lebih humanis; Pengembangan produk yang unik dan menonjolkan kekhasan bank Syariah, sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat untuk meningkatkan competitiveness perbankan syariah. Lalu, peningkatan peran bank syariah sebagai katalisator ekosistem ekonomi syariah agar segala aktivitas ekonomi syariah, termasuk industri halal agar dapat dilayani dengan optimal oleh perbankan syariah; dan Kelima, peningkatan peran bank syariah pada dampak sosial melalui optimalisasi instrumen keuangan sosial Islam untuk meningkatkan social value bank syariah.
-
Bagaimana OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 30 Agustus 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dan resilien dengan indikator prudensial. seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global.
-
Apa yang diraih oleh Bank Syariah Indonesia? BSI mendapatkan penghargaan sebagai The Indonesia Customer Experience of The Year – Banking Award dalam ajang Asian Experience Awards 2023.
-
Apa yang ingin dicapai OJK dari pengembangan perbankan syariah? Bank syariah saat ini sedang kita coba arahkan untuk memberikan alternatif produkproduk perbankan syariah yang bukan merupakan bayangan dari produk-produk yang sudah ada di perbankan konvensional,” kata Dian.
-
Bagaimana OJK mengkategorikan PMV dan PMV Syariah dalam menjalankan kegiatan usaha? Salah satu pokok pengaturan dalam POJK Nomor 25 tahun 2023 adalah adanya pengkategorian PMV dan PMV Syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya. PMV wajib menjalankan kegiatan usaha sesuai kategori yaitu PMV yang fokus pada kegiatan penyertaan modal, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi/sukuk konversi, dan/atau pengelolaan Dana Ventura, yang selanjutnya disebut sebagai Perusahaan berbentuk Venture Capital Corporation (VCC), dan PMV yang fokus pada pembiayaan melalui pembelian surat utang/sukuk yang diterbitkan Pasangan Usaha pada tahap rintisan awal dan/atau pengembangan usaha, pembiayaan, dan/atau pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, yang selanjutnya disebut sebagai Perusahaan berbentuk Venture Debt Corporation (VDC).
Kedua, Target permodalan yang terbatas. Di mana 6 dari 14 bank syariah memiliki modal inti di bawah Rp2 triliun.
Bahkan, bank hasil konsolidasi dari tiga bank syariah BUMN yang terdiri atas PT Bank BRIsyariah Tbk., PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah dalam sebuah merger menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk., nilai aset yang dibukukan tetap kalah jauh ketimbang perbankan konvensional. Menyusul PT Bank Syariah Indonesia Tbk masih berada di peringkat ketujuh dari 10 daftar perbankan dengan nilai aset terbesar di Indonesia.
"Ini (PT Bank Syariah Indonesia Tbk)
pun belum betul-betul pemain nomor satu di Indonesia. Masih nomor tujuh dari aset size setelah digabung itu," terangnya.
Ketiga, Terbatasnya kualitas SDM yang mumpuni. Menurutnya, ini menghambat upaya untuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tanah air. Keempat, competitiveness atau daya saing produk dan layanan keuangan syariah masih rendah. Hal ini diakibatkan dari akses produk yang terbatas, harga produk yang kurang kompetitif, maupun kualitas yang lebih rendah.
"Ya tadi mungkin saja salah satunya karena memang mungkin produk syariah ga ada, yang ada non syariah. Atau mungkin mahal atau mungkin kualitasnya kalah bagus, sehingga (masyarakat) tidak milih produk syariah," tekannya.
Kelima, Literasi keuangan syariah yang masih rendah dibandingkan konvensional. Yakni baru mencapai 8,93 persen. "Karena masyarakat syariah kebanyakan di daerah yang akses nya pun secara fisik sulit. Sehingga ini menjadi tantangan kita," tuturnya.
Baca juga:
Dorong Ekonomi Syariah, BI Bakal Bentuk Holding Bisnis Pesantren
Industri Keuangan Syariah Harus Mampu Lindungi Masyarakat
BI Sebut Posisi RI di Ekonomi Syariah Dunia Terus Meningkat
Punya Potensi Besar, Sri Mulyani Ajak Pelaku Usaha Garap Industri Halal
BI Ungkap 3 Pilar Pengembangan Ekonomi Syariah Nasional
Bank Indonesia: Banyak Negara Non Muslim Telah Praktikan Sistem Keuangan Syariah