5 Strategi pemerintah agar masyarakat punya rumah murah
Pemerintah mengakui proses perizinan dalam upaya membangun satu juta rumah masih menjadi kendala kronis.
Pemerintah saat ini telah memulai pembangunan proyek satu juta rumah. Rumah ini nantinya akan difokuskan untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Hal tersebut untuk mengatasi backlog atau defisit rumah tinggal yang mencapai 13,5 juta penduduk.
Dengan program tersebut, pemerintah bakal menggandeng developer untuk membangun rumah tapak dan rumah susun di berbagai daerah di Indonesia. Rumah untuk MBR telah ditetapkan sebanyak 603.516 unit rumah yang akan dibangun pemerintah, Asosiasi Real Estate Indonesia (REI), Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Asosiasi Pengembangan Perumahan Rakyat Indonesia (Asperi), Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) dan BPJS Ketenagakerjaan.
-
Siapa yang bisa mengajukan untuk mendapatkan rumah murah tersebut? Adapun masyarakat Kota Bandung yang tertarik memiliki rumah ini perlu memperhatikan sejumlah hal, seperti pemilik harus berpenghasilan setidaknya Rp4 sampai Rp8 juta per bulan, wajib warga negara Indonesia, tercatat secara administrasi kependudukan sebagai warga Kota Bandung dan belum pernah menerima hunian subsidi.
-
Siapa yang memutuskan untuk menjual rumah mewahnya? Sebagaimana diketahui, Jeremy Teti telah memutuskan untuk menjual rumahnya dan meninggalkan ibukota.
-
Siapa pemilik rumah bersejarah di Desa Purwosari? Rumah itu menyimpan banyak cerita pada masa pendudukan Belanda. Rumah sederhana itu berada di lereng Gunung Prau sebelah timur, tepatnya di Desa Purwosari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal. Tak banyak yang tahu, rumah itu memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi. Dulunya, rumah itu pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Kendal. Saat itu pemilik rumah tersebut adalah Raden Mas Ari Sumarmo Sastro Dimulyo.
-
Kapan Sarita Abdul Mukti memutuskan untuk menjual rumahnya? Terlepas betapa mewahnya kediaman Sarita, ternyata rumah ini adalah salah satu rumah yang tengah dijual.
-
Apa saja jenis rumah yang ditawarkan dalam program kredit rumah di Jakarta pada zaman Belanda? Dari surat kabar yang beredar di masa itu yakni Locale Techniek, ada beberapa jenis rumah yang ditawarkan. Jenis rumah itu nantinya akan disesuaikan dengan ketentuan kredit yang dipilih para korban kebakaran. Beberapa rumah tersebut di antaranya rumah “Gedekt” atau rumah bambu, rumah “Gedekt II”, rumah “Gedekt III”, rumah Gedekt “IV”, rumah Gedekt “V” dan terakhir rumah tembok yang cukup mewah.
-
Kenapa rumah ini dijual? Abdi menyebut jika alasan keluarganya menjual rumah tersebut karena terlalu besar dan kurang maksimal dalam pengelolaannya.
Sedangkan, rumah non MBR akan dibangun sebanyak 396.484 unit yang akan dibangun Pemerintah Daerah, REI dan pengembang masyarakat.
Pemerintah membagi tiga tahapan dalam membangun 603.516 unit rumah tersebut. Tahap pertama, pemerintah bakal membangun 331.693 unit rumah di 34 provinsi. Bahkan, 103.135 unit rumah telah diresmikan Presiden Jokowi pada tahun lalu di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah. Sisanya, sebanyak 22.810 unit masih dalam tahap proses mau dibangun dan 205.748 unit belum dibangun tetapi lokasinya sudah ditentukan.
Tahap kedua, pemerintah akan membangun 98.020 unit yang akan dimulai pada bulan ini. Sedangkan, tahap ketiga sebanyak 173.803 unit masih dalam izin lokasi oleh pengembang.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Maurin Sitorus mengatakan program satu juta rumah tersebut merupakan komitmen pemerintah dalam menyediakan perumahan murah untuk PNS dan masyarakat berpenghasilan rendah seperti buruh dan nelayan. Program tersebut akan menjangkau seluruh wilayah Indonesia dari Sabang hingga Merauke.
"Ini kan programnya untuk seluruh wilayah Indonesia. Namun, pemerintah hanya membangun Rusunawa. Sedangkan rumah tapak akan dibangun BUMN dan pengembang," ujar dia kepada merdeka.com.
Kendati demikian, pemerintah mengakui proses perizinan dalam upaya membangun satu juta rumah masih menjadi kendala kronis. Pemerintah pun melonggarkan sepuluh aturan dalam mendukung proyek Jokowi-JK ini.
"Peraturan perizinan selama ini yang paling dikeluhkan, data di Jakarta ada 13 izin. Paling banyak itu di Manado ada 14 izin, itu yang terekspos. Yang tidak, ada sekira 40 izin," ujar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
Untuk itu, pemerintah berupaya mati-matian dalam mewujudkan program satu juta rumah dengan menyederhanakan perizinan. Berikut 5 upaya pemerintah kerjar target Jokowi-JK:
Bangun sejuta rumah dekat kantor
Pemerintah tengah melakukan percepatan program pembangunan sejuta rumah, termasuk mengenai strategi pengadaannya dalam lokasi yang strategis. Hal ini dilakukan agar masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tidak mengeluarkan biaya tambahan saat mengambil rumah.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Ferry Mursyidan Baldan mengatakan lokasi sejuta rumah harus disesuaikan dengan lokasi pekerjaan masyarakat. Sehingga MBR bisa memilih rumah yang strategis sesuai dengan kebutuhannya.
"Misal, ketika orang tinggal di Jakarta, tiba-tiba dapat rumah di Sawangan, kerjanya di Jakarta Timur, itu beban baru. Biaya lagi ke tempat kerja dia, ke sekolah anaknya. Itu harus dihitung. Tujuan dari rumah murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah itu tidak menghadirkan biaya baru untuk hidupnya," kata Menteri Ferry di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (12/4).
Namun, dia tidak menutup kemungkinan pada MBR untuk bisa membeli rumah murah jauh dari lokasi kerja. "Jika seseorang punya kemampuan, dia punya pilihan, oh di sini aja, maka dia bisa memenuhi adanya biaya tambahan buat biaya transportasi itu tidak apa-apa. Jadi artinya ada kemudahan untuk memiliki rumah," imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus menjelaskan, rencana pembangunan rumah terintegrasi dengan lokasi kerja ini sudah terkonsep oleh Badan Infrastruktur Pengembangan Wilayah. Sehingga masyarakat berpenghasilan rendah bisa memilih sendiri rumah yang akan dibeli.
"Jadi semua sudah di tata, industri di sini, rumah di sini. Kalau penyediaan MBR diawali dengan rencana umum tata ruang. Disitulah nanti para pengembang membangun perumahan, dan MBR itu sendiri yang akan memilih di mana mereka akan beli. Jadi tidak diarahkan di sisi pemerintah dari sisi demand," pungkas Maurin di tempat yang sama.
Pangkas 12 izin
Pemerintah tengah melakukan percepatan pembangunan sejuta rumah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal. Meski begitu, pembangunan ini masih mengalami berbagai kendala, salah satunya masalah perizinan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan masih banyak peraturan yang tumpang tindih dan seharusnya tidak diperlukan untuk pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sehingga, pemerintah akan melakukan penyederhanaan izin terkait pembangunan rumah untuk MBR.
"Verifikasi yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa ada 33 izin yang diperlukan untuk mengurus perizinan dan akan dipangkas menjadi 21 izin. Kita akan mendesain ulang perihal ini sehingga masyarakat berpenghasilan rendah benar-benar dapat menikmati," ujar Darmin di kantornya, Jakarta, Selasa (12/4).
Dari sisi suplai, ada kendala ketersediaan kredit untuk sektor properti terutama para pengembang kecil, perizinan dan persyaratan pembangunan perumahan yang berbelit, panjang dan mahal.
Sementara dari demand, ada hambatan mulai dari ketersediaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dengan bunga terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah hingga rendahnya akses masyarakat terhadap produk perbankan, salah satunya terkait dengan isu bankability.
Dengan adanya pemangkasan izin ini, masyarakat berpenghasilan rendah mampu mendapatkan rumah dengan mudah dan tidak berbelit-belit. Sebab, penyelesaian izin selama ini membutuhkan waktu sekitar 753 hingga 916 hari.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maurin Sitorus menambahkan, pemangkasan izin ini akan dibicarakan lebih lanjut karena menyangkut banyak pihak, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan Kementerian Perhubungan. Nantinya, pemangkasan tersebut akan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres).
"Realisasi pemangkasan izin tidak akan lama. Mungkin sekitar bulan depan, yaitu bulan Mei (perpresnya) muncul," jelas Maurin.
Izin lingkungan dipotong jadi 7 hari
Pemerintah berencana untuk melakukan penyederhanaan izin mengenai pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sebab, masih banyak peraturan yang tumpang tindih dan seharusnya tidak diperlukan untuk pembangunan perumahan MBR.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan salah satu izin yang akan disederhanakan adalah izin lingkungan. Hal ini tertuang dalam UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
"Tadi diteliti (izinnya) satu per satu dan akan disederhanakan. Jadi nanti akan ada 1 paket kebijakan sampai rinci tentang perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Jadi misalnya, satu komplek dibawah 5 hektar," ujar Siti di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (12/4).
Dalam undang-undang tersebut, telah diatur terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) yang masing-masing akan dipangkas proses perizinannya.
Seperti proses UKL-UPL yang nanti akan dipangkas menjadi 5-7 hari, dengan syarat masyarakat harus menyiapkan dokumen oleh pengembangnya. Selain itu, pengecekan SPPL oleh pemerintah yang akan dipersingkat menjadi 3 jam.
"Kalau dulu prosesnya sampai 100 hari lebih. Ini harus disederhanakan. Semua aspek lingkungan harus digambarkan, karena sebenarnya izin lingkungan itu kan konsepnya dokumennya proyeksi-proyeksi terhadap apa yang akan terjadi dan bagaimana kita melakukan mitigasi atau cara mengatasinya," pungkas dia.
Izin HGB keluar dalam 2 hari
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Ferry Mursyidan Baldan berjanji akan memberikan kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah. Salah satu caranya dengan menyederhanakan izin yang masih tumpang tindih.
Dia mencontohkan, salah satu izin yang disederhanakan adalah mengenai izin Hak Guna Bangunan (HGB) bagi tanah di bawah 5 hektar (Ha) yang akan diserahkan langsung oleh Kabupaten/Kota. Sehingga tidak ada lagi izin lokasi karena masuk ke dalam tata ruang termasuk desain proyek, lahan dan lainnya yang selesai di tahap awal.
"Jadi ketika MBR di tetapkan sudah, kemudian proses perizinannya dilimpahkan ke bawah (kabupaten/kota) kemudian proses speecingnya nanti juga akan kita permudah. Sehingga langsung ke proses pemecahannya jadi tidak menunggu permohonan jadi langsung kita siapkan," kata Ferry di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (12/4).
Nantinya, lanjut Ferry, masyarakat berpenghasilan rendah bisa mendapatkan izin HGB hanya dalam waktu 1-2 hari. Sehingga masyarakat tidak perlu memproses izin tersebut ke tingkat provinsi.
"Saya sampaikan bahwa kebijakan MBR itu untuk memudahkan masyarakat untuk memiliki rumah dan tidak boleh hasil MBR tersebut menjadi beban hidup tambahan bagi pemiliknya," imbuhnya.
Izin bangun bisa selesai dalam 3 bulan
Pemerintah berencana untuk melakukan penyederhanaan izin mengenai pembangunan satu juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sebab, masih banyak peraturan yang tumpang tindih dan tidak diperlukan untuk pembangunan perumahan MBR.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Ferry Mursyidan Baldan mengatakan selama ini penyelesaian izin dalam pembangunan sejuta rumah untuk MBR memakan waktu sekitar 753 hingga 916 hari. Maka dengan penyederhanaan ini, pihak pengembang hanya membutuhkan waktu 3 bulan untuk menyelesaikan perizinan.
"Nantinya kalau dari total seluruh kementerian itu inginnya 90 hari dari semangat yang ada di rapat tadi. Jadi hanya 3 bulan untuk total seluruh perizinannya dari sebelumnya yang bisa mencapai 953 hari," ujar Ferry di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (12/4).
Selain itu, pemerintah juga akan mempermudah pengembang terkait biaya untuk perizinan. Sebab, perizinan dapat menghabiskan biaya hingga Rp 3,5 miliar untuk area perumahan seluas 5 hektar (Ha).
"Termasuk biaya (dipermudah). Memang kalau menyangkut beberapa kementerian memang masih ada yang belum bisa, tetapi kedepannya memang akan ada kemudahan baik yang dihapuskan, ada yang di nol-kan biayanya dan sebagainya," kata dia.
Seperti diketahui, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan masih banyak peraturan yang tumpang tindih dan seharusnya tidak diperlukan untuk pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sehingga, pemerintah akan melakukan penyederhanaan izin terkait pembangunan rumah untuk MBR.
"Verifikasi yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa ada 33 izin yang diperlukan untuk mengurus perizinan dan akan dipangkas menjadi 21 izin. Kita akan mendesain ulang perihal ini sehingga masyarakat berpenghasilan rendah benar-benar dapat menikmati," ujar Darmin.