Bapanas Minta BUMN Pangan Siapkan Anggaran Khusus untuk Beli Produk Petani Lokal
Penyerapan produk lokal oleh BUMN ini sejalan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan pentingnya penyerapan hasil produksi lokal oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bahkan Arief meminta para perusahaan pelat merah ini menyediakan anggaran khusus untuk menyerap produk lokal, khususnya dari para petani.
Penyerapan produk lokal oleh BUMN ini sejalan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
- Pajak 12% Hanya Berlaku untuk Barang-barang Mewah, Apa Saja Kategori Barang Tersebut?
- Bapanas Sebut Tak Ada Tumpang Tindih Penugasan dengan Badan Gizi Nasional, Begini Tugas Masing-Masing Lembaga
- Aturan Bea Cukai soal Pelaporan Barang Bawaan ke Luar Negeri Bikin Gaduh, Sri Mulyani Beri Tanggapan Begini
- Pemerintah Sentil Industri Minuman Masih Kecanduan Bahan Baku Impor, Pengusaha: Harganya Lebih Murah
“Kita sudah ada Perpres 125 Tahun 2022 mengenai CPP, jadi yang diperlukan hari ini adalah anggaran, karena apabila Bapak Menteri Pertanian dan jajaran sudah melakukan produksi, kita harus sudah siap dengan ada yang menjadi standby buyer-nya," kata Arief dalam keterangan resminya, Jakarta, Selasa (27/8).
"Itu peran BUMN pangan. Kita tugaskan untuk serap, tetapi juga harus perkuat dengan diberikan anggaran untuk offtake," sambung Arief.
Dia mengatakan, anggaran yang digunakan oleh BUMN Pangan itu tidak untuk konsumtif. Dana yang didapat tersebut akan dikonversi menjadi barang hasil serapan petani.
"Tapi ini tentu bukan habis pakai. Misalnya Rp30 triliun, katakanlah itu untuk 3 juta ton beras. Jadi itu dikonversi ke beras dan ada jual beli, jadi bukan uang hilang, tapi anggaran untuk CPP,” kata Arief.
BUMN Pangan Siap Beli Hasil Produksi Petani
Dia melihat peran strategis BUMN pangan menyusul peningkatan produksi pertanian dalam negeri. Ketika BUMN menjadi offtaker yang menguntungkan petani, maka produksi pun disinyalir bisa meningkat.
“Jadi kalau kita petani tanam, sudah ada standby buyer-nya. Kalau belum ada, kita harus create sesuai dengan kebutuhan. Petani ini sekarang menikmati gabah yang bisa di atas Rp 6.000 per kilo dan Nilai Tukar Petani (NTP) di atas 100,” tutur Arief.
Arief meminta para BUMN Pangan bisa menyerap produksi dari petani lokal. Penyerapan produk juga harus dilakukan secara menyeluruh.
“Pokoknya jangan nanti sudah memproduksinya susah-susah, dengan effort kita semua, lalu misal kalau produksi berlimpah berhasil capai target, terus nanti yang beli siapa? Jadi tidak boleh parsial, end to end saling terhubung," sambung Arief.
30 Persen Pangan Terbuang Sia-Sia
Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy meminta agar masyarakat Indonesia melakukan gerakan stop boros pangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat sekitar 30 persen total pangan yang terbuang. Hal ini setara dengan pemenuhan pangan kepada 60-125 juta rakyat Indonesia.
Sarwo mengatakan, untuk komoditas beras saja, kebutuhan masyarakat Indonesia mencapai 2,6 juta ton per bulan. Apabila masyarakat berhasil menghemat sedikitnya 20 persen saja dari total yang terbuang, maka Indonesia mampu menghemat hingga 6 juta ton beras.
Namun pernyataan tersebut disayangkan Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI, Reynaldi Sarijowan. Pasalnya, Badan Pangan Nasional dibentuk untuk memastikan terciptanya kedaulatan pangan, ketahanan pangan, kemandirian pangan berdasarkan perpres nomor 66 tahun 2021. Bukan membuat gerakan-gerakan tambahan semacam ini.
"Seharusnya Bapanas mengkoordinasi kan pangan kita untuk dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan," kata Reynaldi dikutip, Rabu (31/7) lalu.
Menurutnya, Bapanas itu tugasnya mengkoordinasikan, merumuskan, menetapkan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan harga pangan.
"Inilah yang direkomendasikan ke Kementerian teknis bukan malah membuat gerakan-gerakan yang mengendorkan petani, ini menyakiti hati rakyat indonesia," ujarnya.
Selain itu, IKAPI menilai, pernyataan tersebut kontrakdiktif dengan penambahan kuota impor beras sampai akhir tahun 2024. Sebagai informasi, pada tahun 2024 Pemerintah menetapkan penambahan beras impor sebanyak 1,6 juta ton, dari yang semula hanya 2 juta ton. Maka total impor yang ditetapkan Pemerintah tahun 2024 adalah 3,6 juta ton.