Bisakah Inflasi RI Turun dalam 3 Bulan?
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi September 2022 sebesar 1,17 persen, naik dibanding Agustus 2022 yang mengalami deflasi 0,21 persen. Sementara itu, untuk inflasi tahun kalender 2022 yaitu untuk periode September 2022 terhadap Desember 2021 mencapai 4,48 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi September 2022 sebesar 1,17 persen, naik dibanding Agustus 2022 yang mengalami deflasi 0,21 persen. Sementara itu, untuk inflasi tahun kalender 2022 yaitu untuk periode September 2022 terhadap Desember 2021 mencapai 4,48 persen.
Tingginya inflasi ini dipengaruhi naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pada 3 September 2022 lalu. Di mana harga pertalite naik menjadi Rp10.000 per liter, dan harga solar naik menjadi Rp6.800 per liter.
-
Kapan harga gula di Boyolali naik? Memasuki akhir November, harga sejumlah kebutuhan pokok melambung tinggi.
-
Kapan harga emas Antam naik? Harga emas Antam mengalami kenaikan sebesar Rp5.000 per gram pada Jumat (5/7/2024) pagi.
-
Kapan Pertamina menyesuaikan harga BBM? PT Pertamina (Persero) kembali menyesuaikan harga BBM nonsubsidi per 1 November 2023.
-
Kenapa harga BBM di Singapura tinggi? Penerapan tarif pajak yang lebih tinggi telah menaikkan harga minyak di negara kecil tersebut.
-
Kenapa harga beras di Jawa Tengah naik? Kenaikan ini dinilai signifikan dengan kondisi kemarau panjang yang sedang melanda berbagai daerah di Jawa Tengah.
-
Apa saja jenis BBM yang mengalami penurunan harga? Harga BBM jenis Pertamax, Pertamax Green 95, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex turun sedangkan untuk Pertalite atau BBM subsidi tidak mengalami perubahan.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, bukan hal yang baru jika inflasi akan naik usai adanya kenaikan harga BBM. Nantinya, inflasi akan kembali turun dalam 3-4 bulan kemudian.
"Kalau Inflasi kan memang pengalaman serial itu setiap kali ada kenaikan bbm pasti akan menaikan inflasi. Namun inflasi akan turun dalam 3-4 bulan ke depan. Itu Kita lihat saja serinya selalu demikian," kata dia saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (4/10).
Selaras dengan Airlangga, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono juga menyampaikan bahwa inflasi dimungkinkan akan melandai 2-3 bulan kemudian. Perkiraan ini jika melihat catatan inflasi pada tahun-tahun sebelumnya.
Namun, Margo menekankan kondisi ekonomi mengalami inflasi ataupun deflasi tergantung dengan kebijakan pemerintah. "Tergantung bagaimana kebijakan pemerintah mengendalikan inflasi di bulan berikutnya. Historisnya 1 bulan, kemudian naik lagi, kemudian landai, jadi 2 bulan," ungkap Margo.
Margo mengatakan, inflasi September 2022 menjadi inflasi tertinggi setelah Desember 2014 mencapai 2,46 persen. Kala itu, inflasi melonjak juga dikarenakan naiknya harga BBM pada November 2014. Selain itu harga komoditas yang masih fluktuatif juga menjadi penyebabnya.
Jika melihat tren saat itu, inflasi memang mengalami penurunan dalam 3 bulan. Bahkan pada Januari 2015, Indonesia mengalami deflasi 0,24 persen karena penurunan harga cabai merah yang drastis hingga 24,37 persen.
Selain itu, pendorong utama terjadinya deflasi lainnya adalah turunnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif angkutan umum. Penurunan harga BBM hanya turun 15,33 persen dibanding harga Desember 2014 lalu. Sedangkan, tarif angkutan umum hanya turun 2,2 persen. Namun, penurunan tarif tersebut belum terjadi di seluruh kota Indonesia.
Pada Februari 2015 juga terjadi deflasi 0,36 persen karena didorong oleh penurunan harga BBM dari Rp 8.600 per liter menjadi Rp 6.500 per liter. Sementara pada Maret terjadi inflasi 0,17 persen disebabkan oleh penaikan harga beras.
Merujuk penjelasan Bank Indonesia, inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Sementara deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.
Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), link ke metadata SEKI-IHK. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi.
Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
(mdk/azz)