BPH Migas: Konsumsi BBM tidak seharusnya dilarang
Permen ESDM mengenai pembatasan juga dinilai tidak efektif.
Badan Pengatur Hilir Minyak bumi dan Gas (BPH Migas) menyatakan tidak seharusnya pemerintah membatasi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk masyarakat. Gaya hidup masyarakat yang boros akan konsumsi BBM merupakan konsekuensi dari bergairahnya pembangunan.
"Dan itu jangan dilarang," ujar Deputi BPH Migas, Ibrahim Hasyim, di kantor Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Jakarta, Jumat (5/4).
Dia juga melihat implementasi dari aturan Permen ESDM No. 1 tahun 2013 kurang maksimal. Pasalnya, masih terdapat pelanggaran akibat kurangnya pengawasan.
Sebetulnya, menurut Ibrahim, beberapa daerah sudah melakukan upaya pembatasan penggunaan BBM dengan menetapkan kuota sesuai kebutuhan. Dalam mengendalikan konsumsi BBM yang berlebihan itu masing-masing daerah di seluruh Indonesia memiliki cara berbeda-beda dengan melihat dampaknya pada masyarakat.
"Jadi Pemda dalam mengendalikan minyak bervariasi. Ada yang menetapkan BBM bersubsidi setiap malam atau pagi," tuturnya.
Sebelumnya, PT Pertamina menyatakan bahwa penyaluran BBM bersubsidi pada kuartal pertama tahun ini sebesar 100,6 persen atau 0,6 persen melebihi kuota. Sementara penyaluran solar 5,2 persen melebihi kuota.
Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan konsumsi solar bersubsidi telah mencapai 3,7 juta kiloliter atau 105,2 persen dari kuota yang ditetapkan.
"Konsumsi Solar terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertamina secara proaktif telah meningkatkan ketersediaan BBM non subsidi, termasuk Solar non subsidi untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan tersebut dan juga dalam rangka mendukung implementasi Permen ESDM No.1 tahun 2013. Untuk itu, Pertamina bekerja sama dengan BPH Migas akan terus berupaya untuk memastikan penyaluran Solar bersubsidi sesuai dengan kuota yang ditetapkan serta regulasi yang ada," papar Ali dalam siaran persnya, Jakarta, Kamis (4/4).
Adapun realisasi penyaluran Premium relatif masih sesuai dengan kuota, sekitar 7,04 juta KL atau 98,3 persen. Realisasi penyaluran Premium yang di bawah kuota tersebut, sejalan dengan peningkatan konsumsi BBM non subsidi, Pertamax dan Pertamax Plus yang tumbuh sekitar 5 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.