Catatan Ekonomi Indonesia yang Cetak Sejarah Sepanjang 2020
Perekonomian Indonesia menghadapi ujian berat selama 2020. Di mana, tahun ini, ekonomi harus kembali mengalami resesi sejak terakhir pada 22 tahun silam. Bank Dunia mencatat, sejak 1871 sampai 2020, sudah ada 14 resesi ekonomi global yang terjadi.
Perekonomian Indonesia menghadapi ujian berat selama 2020. Di mana, tahun ini, ekonomi harus kembali mengalami resesi sejak terakhir pada 22 tahun silam. Bank Dunia mencatat, sejak 1871 sampai 2020, sudah ada 14 resesi ekonomi global yang terjadi.
Sebelum tahun 2020, resesi terberat yang pernah terjadi pada 1931. Setidaknya 83,8 persen negara di dunia terdampak. Namun, resesi global tahun 2020 memecahkan rekor yang pernah ada. Resesi akibat pandemi Covid-19 ini menghantam 92,9 persen negara yang ada di dunia.
-
Bagaimana UBS Sekuritas Indonesia menentukan target harga saham BBRI? "Target harga kami mengasumsikan tingkat bebas risiko sebesar 7,25% (tidak berubah), tanggal batas akhir September 2024 (mulai Maret 2024), RoE berkelanjutan sebesar 20,5% (tidak berubah), dan pertumbuhan berkelanjutan sebesar 9% (tidak berubah). Pada target harga kami, saham akan diperdagangkan pada 3,0x PB 2024," jelas PT UBS Sekuritas Indonesia.
-
Kapan Bank Garansi QLola by BRI diluncurkan? Kehadirzn layanan Bank Garansi di QLola by BRI kini kian memudahkan para pelaku usaha.
-
Bagaimana BRI menentukan skor Indeks Bisnis UMKM? Survei dilakukan di 33 provinsi, jumlah responden sebesar 7.047 debitur UMKM, margin of error ± 1,16%, metode sampling: stratified systematic random sampling, dan periode survei: 03 s.d. 19 Oktober 2023.
-
Mengapa BNI meningkatkan kredit ke BUMN? “BUMN akhirnya mulai menunjukkan pertumbuhan positif. Kami cukup senang dengan tren ini, karena BUMN masih menjadi motor pertumbuhan ekonomi yang cukup dominan di Indonesia," katanya.
-
Kapan program Adu Rate D-Bank PRO berlaku? Buruan ikutan program ini karena hanya berlaku 9 Oktober 2023 - 31 Maret 2024.
-
Apa yang diukur oleh Indeks Bisnis UMKM? Indeks Bisnis UMKM merupakan indikator yang mengukur aktivitas UMKM di Indonesia yang dilakukan setiap kuartal oleh BRI Research Institute.
"Tahun 2020, resesi ini jauh lebih dalam karena negara yang terdampak lebih dari 92,9 persen," kata Staf Ahli Bidang Peningkatan Daya Saing dan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Heldy Satrya Putera.
Heldy menilai, kondisi ini sebenarnya bukan hanya disebabkan oleh mewabahnya virus corona ke seluruh dunia. Tetapi berbagai ketidakpastian global yang terjadi sebelum munculnya pandemi Covid-19.
Ketidakpastian global saat ini juga dipicu oleh perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Peristiwa Brexit atau keluarnya Kerajaan Inggris dari Uni Eropa juga ikut menyumbang ketidakpastian global.
Belum lagi anjloknya harga minyak dunia dan peristiwa deglobaliasasi. Antara lain, proteksionisme ekonomi domestik kembali marak dan diversifikasi rantai pasok pasca perang dagang juga turut andil membuat ketidakpastian global.
"Ini yang membuat kondisi saat ini jauh berbeda dibandingkan resei ekonomi sebelumnya," ungkap Heldy.
Di tengah ombang-ambing perekonomian Tanah Air, merdeka.com mencatat sejumlah poin sektor ekonomi yang baru pertama kali terjadi di Indonesia. Apa saja catatan sejarah sektor ekonomi sepanjang 2020 ini, berikut rangkumannya.
1. Defisit APBN Tembus 6 Persen dan Penarikan Utang Besar-besaran
Kementerian Keuangan memprediksi defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) mencapai 6,3 persen tahun ini. Pelebaran defisit tersebut menandakan penarikan utang tahun ini cukup besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Kepala BKF Kemenkeu, Febrio Kacaribu mengatakan, defisit sebesar 6,3 persen belum pernah terjadi. Bahkan, pada saat krisis 1998 Indonesia hanya mengalami defisit APBN sebesar 4 hingga 5 persen.
"Indonesia, kita push ke 6,3 persen defisitnya. Belum pernah kita begitu defisitnya, dalam konteks krisis pun. 1998 pun kita defisitnya paling cuma 4 atau 5. Jadi belum pernah kita sedalam itu kita introduce fiskal," ujarnya.
Febrio mengatakan, pelebaran defisit terjadi karena penerimaan negara melambat bahkan tumbuh negatif. Sementara belanja yang dikeluarkan membengkak sehingga pilihan yang harus diambil adalah menambah utang.
"Kita lihat semua negara itu tergantung kemampuannya meminjam. Ingat defisit itu artinya meminjam uang karena uangnya nggak cukup sehingga dia belanja lebih banyak berarti ngutang," paparnya.
Dia menambahkan, pelebaran defisit ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga beberapa negara di dunia. "Jadi banyak negara memang agresif sekali dalam menghadapi krisis ini secara fiskal dan moneter," tandasnya.
2. Menteri Erick Thohir Rampingkan BUMN jadi 14 Klaster
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir melakukan perampingan perusahaan milik negara dari 27 klaster menjadi 14 klaster. Nantinya setiap wakil menteri masing-masing akan mengawasi 7 sampai 8 klaster.
"Dari 27 kluster kita akan coba sesuai supply chain dan bisnis. Kita coba sampai 14 kluster efisiensi. Masing-masing wamen megang 7 sampai 8 klaster," ujar Menteri Erick.
Dia mengatakan, proses perampingan dilakukan dengan menyisir satu per satu perusahaan BUMN yang tidak memiliki kinerja dan dampak besar bagi negara. Tidak hanya perampingan klaster nantinya juga akan dilakukan efisiensi anak usaha perusahaan.
"Tentu kalau masing-masing perusahaan tergantung hasil diskusi review direksi dengan konsultan pendampingnya. Mana yang bisa diefisiensikan. Penting sekarang dengan Covid-19 ketahanan cash flow masing-masing perusahaan menjadi raja. Ini kenapa harus efisien," jelasnya.
Dia menambahkan, proses perampingan klaster perusahaan tersebut pertama kali dilakukan sepanjang Kementerian BUMN berdiri. Oleh karena itu, rencana bisnis ini akan terlebih dahulu dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan.
"Kita tidak mau hanya bicara size tapi tidak sehat. Kita harus laporkan kepada Kemenkeu dulu. Ini pertama kali sepanjang kementerian ini berdiri. Saya harapkan para perusahaan BUMN banyak yang sudah Tbk harus punya arah dan kepastian yang jelas karena persaingan ini akan terus," tandasnya.
3. Indonesia Terbitkan Global Bonds USD 4,3 Miliar
Pemerintah Jokowi Ma'ruf berhasil melakukan transaksi penjualan tiga seri Surat Utang Negara (SUN) atau global bonds dalam denominasi US Dollar (USD Bonds) dengan total nominal sebesar USD4,3 miliar. Penerbitan Global Bonds kali ini akan digunakan untuk memenuhi pembiayaan APBN secara umum, termasuk biaya untuk upaya penanganan dan pemulihan Covid-19.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyamapaikan, dari dari ketiga surat utang negara tersebut terdiri dari masing-masing RI1030 sebesar USD 1,65 miliar untuk tenor 10,5 tahun, RI1050 sebesar USD 1,65 miliar untuk tenor 30,5 tahun, dan RI0470 mencapai sebesar USD 1 miliar untuk tenor 50 tahun.
"Di tengah kondisi pasar luar biasa gejolak, pemerintah RI berhasil terbitkan global bonds USD4,3 miliar. Ini adalah satu window sangat kecil karena ketidakpastian di pasa global akan bergerak cukup dinamis dan tidak pasti," kata Menteri Sri Mulyani.
"Ini juga penerbitan terbesar di dalam sejarah penerbitan USD bonds oleh pemerintah RI. Ini juga merupakan negara pertama di Asia yang menerbitkan sovereign bonds sejak covid-19 terjadi," sambung dia.
4. Suku Bunga Acuan Terendah Sepanjang Sejarah Demi Pulihkan Ekonomi
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo telah memangkas suku bunga acuan menjadi 3,75 persen pada 19 November 2020. Level terendah suku bunga acuan itu bisa dikatakan memecahkan rekor selama ini yang belum pernah menyentuh di bawah empat persen.
Tentunya, suku bunga acuan itu sudah merasakan naik turun perjalanan yang panjang. Misalnya, pada 2009 bunga acuan yang kala itu disebut BI Rate sempat menyentuh level di atas 7 persen. Suku bunga acuan, yang kemudian berganti istilah menjadi BI 7-Day Repo Rate (BI7DRR) pada 19 Agustus 2016, sempat mencapai 5,25 persen, dan turun hingga 4,25 persen pada 19 April 2018.
BI sempat menaikkan kembali suku bunga acuan menjadi 4,50 persen pada 17 Mei 2018, kemudian terus merangkak naik hingga menyentuh level 6 persen yang bertahan hingga 20 Juni 2019.
Era pelonggaran kebijakan moneter membuat BI7DRR mulai menunjukkan tren penurunan sejak Juli 2019 sebesar 5,75 persen, yang disusul dengan kisaran penurunan 25 basis poin pada periode berikutnya.
Selama tahun 2020, BI bahkan sudah menurunkan 125 basis poin suku bunga kebijakan dari sebelumnya 5 persen pada Januari 2020. Bank sentral sempat mempertahankan suku bunga acuan pada level 4 persen selama periode Juli-Oktober 2020.
Keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan rendah itu tidak terlepas dari pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian hampir seluruh negara di dunia babak belur. Pandemi mengakibatkan daya beli masyarakat melemah yang mengakibatkan permintaan berkurang. Kondisi inilah yang mendorong BI mencukur tingkat suku bunga acuan mengingat laju inflasi tercatat rendah.
Inflasi yang rendah itu terjadi karena permintaan masyarakat saat ini belum kuat alias masih lemah akibat imbas virus corona. Secara tahunan, inflasi indeks harga konsumen (IHK) per Oktober 2020 mencapai 1,42 persen, jauh di bawah kisaran target pemerintah yakni tiga persen plus minus satu persen.
Selain karena inflasi, BI juga menurunkan suku bunga acuan dengan mencermati faktor eksternal perekonomian global yang mengalami perbaikan setelah pada triwulan III-2020 tumbuh lebih baik. Pertumbuhan ekonomi dunia pada triwulan III 2020 di banyak negara mulai membaik didorong oleh stimulus kebijakan dan peningkatan mobilitas.
Selain menurunkan suku bunga acuan, BI juga menurunkan masing-masing 25 basis poin untuk suku bunga deposit facility menjadi 3 persen dan suku bunga lending facility menjadi 4,5 persen.
Bank sentral mengharapkan suku bunga acuan yang rendah itu bisa mendorong pemulihan ekonomi. Praktisnya, jika suku bunga acuan menurun, maka suku bunga kredit juga menurun.
Dengan begitu, masyarakat dan dunia usaha diharapkan mau mencari dana segar untuk pembiayaan atau kredit. Meski demikian, gambaran sederhana itu masih jauh dari harapan karena suku bunga kredit perbankan masih terbilang tinggi.
(mdk/bim)