Cerita Emir rela gaji turun Rp 420 juta demi jadi bos Garuda
Mantan menteri BUMN Sugiharto mengungkapkan jurusnya kala itu untuk merayu Emir dengan kesamaan almamater.
Menjelang lengsernya Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar, mantan menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sugiharto, bercerita bagaimana sulitnya dia merayu Emir 10 tahun lalu. Permasalahannya terletak pada degradasi gaji yang bakal diterima Emir.
Menurut Sugiharto, gaji yang ditawarkannya di Garuda Indonesia sebulan hanya mencapai Rp 80 juta. Angka ini berbeda jauh dibandingkan gaji Emir saat itu sebagai wakil direktur Bank Danamon yang gajinya mencapai Rp 500 juta.
Komisaris Pertamina ini juga mengungkapkan kesulitannya saat itu ganda karena di saat yang sama Garuda Indonesia tengah terlilit utang besar. Sugiharto menilai jika Garuda Indonesia tidak diselamatkan maka akan berdampak pada bank-bank BUMN. Sebab, Garuda turut berutang banyak pada bank-bank BUMN.
"Pemecahan permasalahan pertama adalah mencari seorang pakar keuangan. Karena yang saat itu dibutuhkan Garuda bukan pilot. Jadi saya rayu Pak Emir," ujar Sugiharto dalam acara peluncuran buku 'Transformasi Garuda' di Jakarta, Kamis (4/9).
Jurus Sugiharto untuk merayu Emir saat itu dengan pendekatan bahwa mereka satu almamater, yaitu lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI). "Jadi saya ajak beliau bahwa apa yang sudah diinvestasikan negara untuk kita, saatnya kita kembalikan kepada negara dalam bentuk pengabdian," jelas dia.
Sugiharto mengakui pilihannya menunjuk Emir sebagai Dirut Garuda tidak salah. Emir bisa melewati setiap rapat di DPR dengan sabar, dan akhirnya DPR menyetujui suntikan uang negara untuk Garuda Indonesia. Emir telah melalui masa terberat menyelamatkan Garuda.
Pada 2007-2008, lanjutnya, adalah masa terberat Garuda Indonesia untuk bisa bertahan di tengah masalah lilitan utang. Lalu pada 2009-2010, Emir bisa menjadikan Garuda Indonesia berbalik bangkit, hingga akhirnya di 2011 perseroan terus tumbuh bisnisnya hingga sekarang.