Data Bank Indonesia: 21 Juta Pedagang Sudah Gunakan QRIS Jadi Sistem Pembayaran
Dari 21 juta pengguna tersebut, 19 juta di antaranya merupakan merchant yang berasal dari UMKM. Penggunaan QRIS ini juga sudah meluas hingga transaksi lintas negara, khususnya dengan Thailand dan Malaysia, serta dengan negara ASEAN 5 lainnya.
Bank Indonesia (BI) mencatat, 21 juta pedagang atau merchant sudah menggunakan QR Indonesian Standar (QRIS), sejak diluncurkan sejak Agustus 2019.
Hal itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No.39 bertajuk “Sinergi dan Inovasi Kebijakan untuk Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan dan Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional”, Jumat (21/10).
-
Kenapa QRIS di luncurkan oleh Bank Indonesia? Alasan mengapa Bank Indonesia mengesahkan transaksi QRIS ini adalah karena aksesnya yang begitu cepat.
-
Kapan QRIS di luncurkan? Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS ini sendiri telah diluncurkan oleh Bank Indonesia di tanggal 17 Agustus 2019.
-
Siapa yang bertanggung jawab dalam mengembangkan QRIS di Indonesia? Bank Indonesia (BI) mengumumkan perluasan jaringan kerja sama internasional dalam bidang pembayaran berbasis QR code dengan Bank of Korea (BoK).
-
Apa itu QRIS? Transaksi QRIS dinilai serupa dengan uang elektronik seperti e-toll.
-
Bagaimana BRI mengakselerasi penyaluran KUR kepada UMKM di Indonesia? Strategiitu melalui konsep revitalisasi tenaga pemasar mikro yang merupakan financial advisor dengan konsep penguasaan ekosistem suatu wilayah.
"Di sistem pembayaran upaya penguatan terus kami lakukan untuk mengakselerasi terwujudnya integrasi ekonomi keuangan digital secara nasional. Kami terus memperluas penggunaan QRIS yang hingga akhir semester I-2022 telah mencapai 21 juta pengguna," kata Perry.
Dari 21 juta pengguna tersebut, 19 juta di antaranya merupakan merchant yang berasal dari UMKM. Penggunaan QRIS ini juga sudah meluas hingga transaksi lintas negara, khususnya dengan Thailand dan Malaysia, serta dengan negara ASEAN 5 lainnya.
Di sisi lain, Bank Indonesia juga terus mendorong pemanfaatan BI-FAST, agar transaksi keuangan bisa semakin efisien dan handal. Tak berhenti di situ saja, BI juga melakukan pendalaman pasar uang, termasuk pendalaman pasar valuta asing dan juga meningkatkan penggunaan mata uang lokal dalam berbagai transaksi perdagangan dan investasi antar negara.
Lanjutnya, untuk bidang makroprudensial kebijakan akomodatif terus BI perkuat untuk mendorong pembiayaan perbankan kepada dunia usaha. Inovasi kebijakan diarahkan untuk mendorong kinerja intermediasi, serta inklusi ekonomi dan keuangan dengan tetap menjaga ketahanan sistem keuangan.
"Kami mengapresiasi kontribusi perbankan dalam mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional melalui peningkatan penyaluran kredit dan pembiayaan kepada dunia usaha," ujarnya.
Insentif GWM
Menyambut semangat tersebut, dan agar peran perbankan memberi dampak yang lebih luas. Bank Indonesia juga meningkatkan besaran insentif giro wajib minimum (GWM) bagi bank yang menyalurkan kredit dan pembiayaan 46 sektor-sektor prioritas termasuk UMKM dan inklusif, serta untuk memperluas cakupan-cakupan sektor prioritas tersebut.
Selain itu, kebijakan rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM) disempurnakan untuk mengoptimalkan kontribusi perbankan dalam mewujudkan keuangan inklusif sesuai kapasitas masing-masing bank.
"Kami juga mengapresiasi dukungan perbankan untuk menjaga suku bunga kredit tetap akomodatif, sejalan dengan itu kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit Kami lanjutkan, sehingga masyarakat dapat turut berpartisipasi untuk mendorong terbentuknya suku bunga yang efisien dan kompetitif," ujarnya.
Sementara itu, instrumen kebijakan dan countercyclical capital Buffer, rasio intermediasi makroprudensial dan loan to value untuk kredit sektor properti dan otomotif juga tetap Bank Indonesia arahkan ke cara akomodatif, sehingga mendukung penyaluran kredit pembiayaan kepada dunia usaha.
Demikian, untuk tetap menjaga ketahanan perbankan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) untuk bank umum konvensional masih ditetapkan sebesar 6 persen dan untuk Bank Umum Syariah sebesar 4,5 persen, yang seluruhnya dapat repokan kepada Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)