Data BPS: Jumlah Pengangguran di Indonesai Mencapai 7,86 Juta Jiwa
Meski menurun, angka pengangguran di periode Agustus 2023 tersebut masih tergolong tinggi dibandingkan era sebelum pandemi Covid-19.
Sementara itu, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2023 mencapai 147,71 juta jiwa. Angka ini naik sebanyak 3,99 juta dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Data BPS: Jumlah Pengangguran di Indonesai Mencapai 7,86 Juta Jiwa
Data BPS: Jumlah Pengangguran di Indonesai Mencapai 7,86 Juta Jiwa
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia mencapai 7,86 juta jiwa atau 5,32 persen di periode Agustus 2023.
Angka pengangguran ini turun sebesar 0,54 persen poin dibanding Agustus 2022.
"Jumlah pengangguran turun dibandingkan Agustus 2022 yang mencapai 8,42 juta jiwa," kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/11).
Meski menurun, angka pengangguran di periode Agustus 2023 tersebut masih tergolong tinggi dibandingkan era sebelum pandemi Covid-19. Pada Agustus 2019, tercatat jumlah pengangguran hanya mencapai 7,10 juta jiwa.
"Jumlah dan tingkat pengangguran (Agustus 2023) ini masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan sebelum pandemi," tegasnya.
Sementara itu, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2023 mencapai 147,71 juta jiwa. Angka ini naik sebanyak 3,99 juta dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Adapun, lapangan usaha yang mengalami peningkatan terbesar adalah Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum sebesar 1,18 juta orang," kata Amalia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi membeberkan imbas negatif bonus demografi yang dialami Indonesia. Salah satunya sulit mencari pekerjaan.
Jokowi mencontohkan salah satu negara di Afrika, di mana lulusan S2 lebih banyak yang menganggur. Atas permasalahan tersebut, dia meminta harus ada perencanaan, strategi dan visi taktis.
Masalah pengangguran ternyata tak hanya dialami Indonesia. Ternyata. jutaan anak muda juga menganggur meskipun dia berada di negara maju.
Kira-kira mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Dikutip dari berbagai sumber, berikut sejumlah alasan mengapa banyak anak muda yang memilih atau justru terpaksa menganggur meski berada di negara maju:
1. Ingin 'Istirahat'Menurut data Straits Times, 1,26 juta dari 8,41 juta anak muda usia 15 hingga 29 tahun menganggur di Korea Selatan, di mana 53,8 persen di antaranya merupakan lulusan sarjana.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Korean Herald, 997 ribu di antaranya memilih untuk menganggur karena ingin istirahat.
Sementara yang ingin bekerja membutuhkan waktu 10 bulan untuk mendapatkan pekerjaan, karena lowongan pekerjaan yang tersedia hanya sedikit dan tidak sebanding dengan jumlah lulusan sarjana baru.
2. Fenomena 'Full Time Children'
Istilah ini pertama kali muncul di media sosial China, Douban akhir tahun lalu. Menurut seorang profesor Universitas Peking, Zhang Dandan, ada sekitar 16 juta anak muda yang memilih untuk menjadi 'Full Time Children' dan tidak aktif mencari pekerjaan.
3. Sulit Mendapatkan PekerjaanBerdasarkan data Statista, jumlah pengangguran di India didominasi oleh lulusan sarjana. Bahkan, baru-baru ini viral berita mengenai seorang pria bernama Sanil yang memiliki dua gelar sarjana dan master namun harus bekerja sebagai tukang sapu sekolah.
Dari pekerjaan ini, Sanil hanya mendapatkan gaji sekitar Rp1,2 juta. Hal ini mau tidak mau diterima olehnya karena mencari pekerjaan di negara tersebut tidaklah mudah.
Dalam 2 tahun terakhir, tingkat pengangguran di Inggris mencapai 4,3 persen. Hal ini diperparah oleh biaya hidup yang makin tinggi.
Akibatnya, banyak perempuan di Inggris yang terlibat prostitusi untuk memenuhi biaya hidupnya, termasuk tagihan air, listrik dan tagihan lainnya yang kian menunggak.