Dua Jalur Laut Perdagangan Dunia Kritis, Siap-Siap Inflasi Mengancam Perekonomian Global
Jika kondisi di Terusan Suez dan Terusan Panama tidak kembali kondusif, bisa berdampak pada peningkatan inflasi.
Jika kondisi di Terusan Suez dan Terusan Panama tidak kembali kondusif, bisa berdampak pada peningkatan inflasi.
- Ekonomi Melambat, Triwulan III-2024 Hanya Tumbuh 4,95 Persen
- Sektor Jasa Keuangan RI Terjaga di Tengah Ancaman Geopolitik Timur Tengah & Pelemahan Ekonomi Global
- Ekonomi Global Masih Dihantui Ketidakpastian, Begini Dampaknya ke Sektor Jasa Keuangan RI
- Ketua OJK: Sektor Jasa Keuangan Terjaga Stabil di Tengah Ketidakpastian Global
Dua Jalur Laut Perdagangan Dunia Kritis, Siap-Siap Inflasi Mengancam Perekonomian Global
Siap-Siap Inflasi Mengancam Perekonomian Global
Kondisi Terusan Suez dan Terusan Panama mengancam inflasi global. Jumlah kapal yang melewati dua terusan ini turun 50 persen dari kondisi normal.
Torsten Sløk, ekonom terkemuka dari Apollo Management memperingatkan sejumlah komoditas akan naik lantaran biaya yang ditempuh kapal naik akibat pengalihan rute.
“Intinya adalah biaya transportasi yang lebih tinggi memberikan tekanan pada inflasi barang,” ujar Torsten dikutip melalui Business Insider, Rabu (24/1).
Dia mengatakan, jika kondisi di Terusan Suez dan Terusan Panama tidak kembali kondusif, bisa berdampak pada peningkatan inflasi.
Prospek penurunan suku bunga The Fed pun bisa melemah.
Setidaknya beberapa poin penting yang menjadi catatan Torsen.
Perlambatan Terusan Suez
Menurut Institut Angkatan Laut Amerika Serikat, sekitar 12 persen perdagangan global melewati Terusan Suez.
Biasanya, 200 kapal melakukan perjalanan melalui Terusan Suez dari selatan ke utara selama seminggu. Namun jumlah tersebut baru-baru ini menurun menjadi 100.
Masalah di Terusan Suez semakin meningkat ketika militan Houthi yang bermarkas di Yaman melancarkan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah.
Akibatnya beberapa kapal mengambil jalan memutar yang lebih lama dan lebih mahal.
"Gejolak ini telah menimbulkan kekacauan di pasar minyak dan bahkan berdampak pada komoditas lain, sehingga mengganggu arus perdagangan kopi," tulisnya.
Kemelut Panama
Berbeda dengan Suez, di Terusan Panama terjadi perlambatan pelayaran akibat kekeringan parah yang telah mengeringkan jalur air.
Sehingga menimbulkan kemacetan besar karena semakin sedikit kapal yang dapat transit melalui koridor perdagangan dalam satu waktu.
Terusan ini biasanya menangani sekitar 5 persen arus perdagangan global. Namun karena kemacetan lalu lintas, lalu lintas ke utara turun menjadi 45 kapal per minggu dari biasanya 90 kapal.
Lalu lintas di Terusan Panama menjadi mandek sehingga pihak berwenang membuka lelang bagi perusahaan-perusahaan untuk menawar opsi untuk melewati batas tersebut.
Salah satu perusahaan pelayaran Jepang membayar hingga USD4 juta atau sekitar Rp62 miliar untuk melewati antrean pada bulan November.
Perlambatan ini telah meningkatkan biaya pengiriman.
Kapal-kapal harus mengubah rute dan menambah beberapa hari perjalanan mereka, yang membuat pengangkutan barang global menjadi jauh lebih mahal.
Torsen mencatat biaya angkutan barang dari Shanghai ke Rotterdam mencapai tiga kali lipat.
Pelacak lainnya, Drewry World Container Index, menunjukkan biaya peti kemas telah melonjak sebesar 173 persen sejak awal Desember.
Meskipun inflasi barang telah menurun, biaya pengiriman yang lebih tinggi dapat menyebabkan inflasi kembali meningkat jika inflasi terus mengikuti tren terkini.
Para ahli strategi di Macquarie mencatat permasalahan pengiriman ini mengingatkan kita pada guncangan pasokan di era pandemi, yang memicu gelombang inflasi yang pelik dan belum sepenuhnya mereda.
“Tarif pengiriman barang meramalkan siklus inflasi-disinflasi di masa depan pada akhir tahun 2020 hingga pertengahan tahun 2022, dan oleh karena itu patut untuk diperhatikan,”
tulis analis Thierry Wizman.