Ekonom: Pengembangan Bioethanol Harus dengan Harga Terjangkau, Kalau Terlalu Mahal Tak Ada yang Mau Beli
Selain meniadakan pajak ethanol yang akan digunakan sebagai bahan bakar nabati (BBN), Pemerintah juga bisa memberikan subsidi.
Pengembangan bioethanol harus terus dilakukan untuk mendukung transisi energi di dalam negeri. Namun demikian, dalam kondisi penciptaan pasar sekarang, harga jual mesti terjangkau masyarakat.
Hal ini diungkap ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad seperti ditulis Antara, Sabtu (21/12).
- Jadi Bahan Bakar Ramah Lingkungan, Begini Pentingnya Pengembangan Bioethanol untuk Gantikan Energi Fosil
- Ethanol Tanpa Cukai Menarik Bagi Dunia Usaha, Bisa Kurangi Impor BBM
- Tidak Hanya Tebu, Bioethanol Ternyata Bisa Dikembangkan dari Sumber Lain
- Kebijakan Komprehensif Pemerintah Diyakini Bisa Dorong Bioethanol Jadi Bahan Bakar Nabati
" Dengan meningkatnya tuntutan peduli lingkungan yang kuat, pengembangan bioethanol harus tetap dilakukan tetapi dengan harga yang terjangkau, kalau terlalu mahal, lama-lama masyarakat kosong. Tak ada yang mau beli," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, selain meniadakan pajak ethanol yang akan digunakan sebagai bahan bakar nabati (BBN), pemerintah juga bisa memberikan subsidi dan berbagai insentif agar harga bioethanol terjangkau.
Hal lain yang bisa dilakukan untuk menciptakan pasar bioethanol adalah dengan mendorong lingkungan bisnis menggunakan BBN tersebut.
Dia mencontohkan, jika perusahaan ingin memperoleh sertifikat ESG, maka kendaraan operasional harus menggunakan bioethanol, cara itu akan mendorong penggunaannya sehingga pasarnya akan membesar.
Tauhid juga mendukung perlunya diversifikasi bahan baku agar bioethanol juga bisa diproduksi dengan harga jual yang terjangkau selain itu, pabrik ethanolnya tidak jauh dari lahan bahan baku sehingga biaya transportasi juga bisa ditekan.
Dukungan Pemerintah
Sebelumnya Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Kementerian ESDM Efendi Manurung menyatakan pemerintah tidak menutup kemungkinan akan memberi dukungan pengembangan bioethanol mulai dari hulu, antara lain pembibitan tebu dan pemupukan.
"Harganya bisa kita tekan kalau kita berikan dukungan mulai dari hulu, pembibitan, pemupukan, unit produksi dan sebagainya. Sehingga nanti di produk akhir, harganya bisa lebih kompetitif dengan harga BBM fosil yang disubsidi," ujarnya dalam sebuah diskusi publik di Jakarta.
Dukungan yang dimaksud, pemerintah memberikan subsidi pada setiap tahapan prosesnya mulai hulu sehingga mencapai harga keekonomian saat dijual ke pasar. Dikatakannya, posisi pemerintah saat ini masih menerima semua masukan, baik dalam bentuk hasil riset maupun pendapat ahli.
"Kita masih mendorong riset-riset bioethanol generasi kedua, ketiga dan seterusnya," ujar Efendi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi juga memastikan, bahwa ethanol yang digunakan untuk keperluan bahan bakar tidak akan dikenakan cukai.
"Jadi kemarin dengan Kementerian Keuangan masalah cukai itu kalau digunakan untuk fuel sudah jelas nggak, tanpa cukai. Jadi sudah jelas tanpa cukai,” katanya.