Jadi Bahan Bakar Ramah Lingkungan, Begini Pentingnya Pengembangan Bioethanol untuk Gantikan Energi Fosil
Pengembangan bioethanol merupakan langkah penting agar Indonesia bisa menghasilkan bahan bakar yang memiliki kualitas lebih ramah lingkungan.
Anggota Komisi XII DPR, Eddy Soeparno menyambut positi upaya PT Pertamina (Persero) melalui Subholding Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) untuk mengembangkan bioethanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) di dalam negeri.
Termasuk di antaranya, menurut dia, kerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara, Glenmore, Banyuwangi untuk membangun pabrik bioethanol.
"Karena ada tujuan dari Pertamina untuk menghasilkan biofuel yang merupakan bahan bakar nabati (BBN) yang ramah lingkungan, tentu merupakan langkah penting dan perlu diapresiasi," kata Eddy seperti ditulis Antara, Rabu (11/12).
Langkah penting tersebut, menurutnya karena saat ini Indonesia sedang menuju percepatan transisi energi, sehingga memang diperlukan berbagai upaya, termasuk di antaranya melalui pengembangan bioethanol untuk menggantikan energi fosil.
"Jadi, pembangunan pabrik ini merupakan salah satu upaya untuk menghasilkan energi yang lebih ramah lingkungan," ujarnya.
Menurut dia, melalui pengembangan bioethanol, diharapkan bisa meningkatkan kualitas bahan bakar yang ada saat ini, apalagi negara-negara maju, umumnya sudah menerapkan Euro-5.
Oleh karena itu, pengembangan bioethanol merupakan langkah penting agar Indonesia bisa menghasilkan bahan bakar yang memiliki kualitas lebih ramah lingkungan.
Butuh Dukungan Pemerintah
Di sisi lain, Eddy menilai bahwa dukungan pemerintah sangat diperlukan agar program bioethanol bisa mengikuti kesuksesan biodiesel. Terutama, jika ternyata proses produksi bioethanol menghasilkan bahan bakar yang lebih mahal dibandingkan BBM.
"Jika demikian, maka perlu dukungan pemerintah dalam bentuk subsidi atau kompensasi," katanya pula.
Sebelumnya, pengamat energi Inas Nasrullah Zubir juga menilai positif upaya PNRE dalam mendukung pengembangan bioethanol, namun sebagai bahan baku agar tidak hanya mengandalkan tanaman tebu, karena membutuhkan waktu lama.
Dia mendukung jika bioethanol diperoleh melalui keanekaragaman sumber, termasuk pemanfaatan tanaman aren sebagai bahan baku yang tersebar hampir di seluruh Indonesia dan mudah dijumpai.
Sementara itu CEO PNRE John Anis menyatakan sudah memiliki peta jalan pengembangan bioetanol hingga 2031 untuk mendukung dekarbonisasi di sektor transportasi, sebab, pada 2034, diproyeksikan permintaan biofuel bisa mencapai 51 juta liter.
Terkait hal itu, Pertamina NRE mulai menjalin kerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) untuk membangun pabrik bioethanol di Banyuwangi, Jawa Timur, dengan kapasitas produksi 30 ribu kiloliter (kl) per tahun.