Empat istilah untuk menggambarkan ekonomi Indonesia saat ini
Baik pemerintah, pengusaha, ekonom, politisi dan masyarakat jelata semakin rajin membicarakan kondisi ekonomi terkini.
Belum genap setahun menjalankan roda pemerintahan, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla langsung diuji dengan gonjang ganjing kondisi ekonomi nasional. Perlambatan pertumbuhan ekonomi nampak di depan mata. Kondisi nilai tukar rupiah juga tak kalah mengkhawatirkan. Rupiah anjlok di atas Rp 14.000 per USD.
Pemerintah menyadari kondisi ini. Akhir pekan lalu Presiden Joko Widodo mengumpulkan menteri-menteri bidang ekonomi. Mereka ditugaskan merancang kebijakan besar sebagai respons perlambatan ekonomi nasional.
-
Mengapa Redenominasi Rupiah sangat penting untuk Indonesia? Rupiah (IDR) termasuk dalam golongan mata uang dengan daya beli terendah. Hal ini semakin menunjukan urgensi pelaksanaan redenominasi rupiah di Indonesia.
-
Bagaimana Pejuang Rupiah bisa menghadapi tantangan ekonomi? "Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan! Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan abadi."
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Apa yang dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengenai redenominasi rupiah? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
-
Mengapa nilai tukar rupiah menjadi sangat tinggi terhadap dolar di era Soeharto? Sebab, inflasi Indonesia yang terbilang masih cukup tinggi tidak sebanding dengan mitra dagangnya. Akhirnya nilai tukar rupiah menjadi sangat tinggi terhadap dolar dan tidak ada negara yang mau bermitra dengan Indonesia.
-
Di mana Indonesia berada dalam daftar negara dengan anggaran riset terbesar? Menurut data dari Research and Development World (R&D World) 2022, negeri ini menempati peringkat ke-34 dari 40 negara.
Baik pemerintah, pengusaha, ekonom, politisi dan masyarakat jelata semakin rajin membicarakan kondisi ekonomi terkini. Merdeka.com merangkum analogi yang dipakai untuk menggambarkan kondisi ekonomi saat ini. Berikut paparannya.
Benang kusut
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli melihat kondisi perekonomian Indonesia ibarat benang kusut. Untuk bisa mengurainya dibutuhkan cara khusus dan tidak biasa.
"Masalah Indonesia ini sudah terlalu ribet. Benang kusut kalau kita tarik makin kusut lagi, jadi harus kita gunakan cara out of the box," ujar Menko Rizal di Jakarta, Senin (31/8).
Dari pengakuannya, kondisi saat ini sudah diprediksi sejak lama. Empat tahun lalu dia memperkirakan, perekonomian nasional bakal memasuki level waspada. Tanda-tandanya terlihat dari empat defisit yang dialami dalam sistem perekonomian.
Lampu kuning
Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui memang tidak hanya Indonesia yang kondisi ekonominya terus menurun. Menurut dia, ekonomi di negara-negara di Asia juga mencapai titik level waspada.
"Negara-negara Asia harus sungguh menyadari bahwa perkembangan ekonomi sudah lampu kuning. Cegah jangan sampai merah," kata SBY dalam akun Twitternya @SBYudhoyono dikutip merdeka.com, Selasa (25/8).
SBY menyatakan, kejatuhan nilai tukar mata uang, saham gabungan dan harga minyak sudah melebihi kewajaran. Makro dan mikro ekonomi, sektor keuangan dan riil telah terpukul.
Sudah jatuh tertimpa tangga
Ketua umum Kadin Suryo Bambang Sulisto punya ungkapan khusus untuk menggambarkan kondisi ekonomi saat ini. Terutama untuk menggambarkan dampak yang dirasakan pengusaha.
"Dampak dari terpukulnya rupiah di atas Rp 14.000 bagi sektor perdagangan dan industri itu ibarat sudah jatuh masih tertimpa tangga. Jadi sudah terpuruk karena penurunan ekspor akibat melemahnya ekonomi global dan menurunnya permintaan (demand) juga terkena biaya impor kebutuhan bahan pokok termasuk BBM (bahan bakar minyak) yang menjadi bertambah mahal.Â
Tidak normal
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku gerah dengan banyaknya anggapan bahwa Indonesia saat ini tengah mengalami krisis ekonomi. Menurut dia, Indonesia saat ini bukan mengalami krisis ekonomi tetapi hanya bersifat waspada adanya perlambatan perekonomian global.
"Saya katakan kita memang tidak dalam kondisi normal tapi bukan krisis. Kata waspada adalah kata yang tepat menurut saya," ujar Bambang di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (27/8).
(mdk/noe)