Empat Perusahaan Besar di Indonesia Mendadak Bangkrut karena Utang
Salah satunya yaitu waralaba asal Jepang yang sangat diganderungi anak-anak remaja.
Di Indonesia, tidak sedikit perusahaan nasional hingga multinasional tumbang karena beragam faktor.
Empat Perusahaan Besar di Indonesia Mendadak Bangkrut karena Utang
Empat Perusahaan Besar di Indonesia Mendadak Bangkrut karena Utang
Merintis sebuah bisnis hingga mengembangkan dan mempertahankan eksistensi merupakan satu proses yang amat sulit. Popularitas sebuah merek tidak menjamin usia bisnis tersebut berjalan panjang.
Di Indonesia, tidak sedikit perusahaan nasional hingga multinasional tumbang karena beragam faktor.
Umumnya, masalah finansial menjadi penyebab utama sebuah bisnis tidak menjadi pailit hingga bangkrut.
Berikut empat perusahaan besar di Indonesia yang sudah bangkrut:
Masyarakat generasi 90 hingga awal tahun 2000 mungkin pernah mendengar merek sepeda Wimcycle di periode 1990 hingga awal 2000. Merek ini merajai pasar sepeda di Tanah Air.
Wimcycle merupakan produk dari PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries. Perusahaan ini didirikan oleh Hendra Widjaja pada tahun 1972.
Awalnya, PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries hanya sebagai produsen komponen sepeda di pusat kota Surabaya, Jawa Timur.
Di tahun 1976, Hendra mulai memperluas cakupannya dengan memproduksi sepeda beserta komponennya di Desa Bambe Driyorejo Industrial Estate. Kualitas Wimcycle bahkan meluas menjadi produk ekspor.
Namun, kejayaan Wimcycle sebagai raja sepeda harus luntur saat PT Wijaya Indonesia Makmur Bycicle Industries terlilit utang di awal tahun 2019. Pangsa pasar Wimcycle pun buyar seiring penjualan yang terus merosot.
Di tahun 2020, Pengadilan Niaga Surabaya, Jawa Timur menyatakan PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries, pailit dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
merdeka.com
2. Nyonya MeneerPecinta jamu sudah tidak asing dengan merk Nyonya Meneer. Sayangnya, perusahaan yang didirikan tahun 1919 mengalami kebangkrutan.
Pada 2017, PT Nyonya Meneer dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Perusahaan itu harus pailit karena memiliki utang kepada 35 kreditur yang jumlah totalnya mencapai Rp89 miliar.
Sempat ada perjanjian damai antara perusahaan dengan para kreditur itu dan diberi masa penundaan dalam pembayaran utang di tahun 2015. Namun PT Nyonya Meneer dinilai tak sungguh-sungguh membayar utang. Akhirnya perjanjian damai dibatalkan dan perusahaan itu dinyatakan pailit.
3. 7-ElevenDi era tahun 2011-an waralaba asal Jepang ini sangat diganderungi anak-anak remaja.
Tempat yang nyaman dan strategis, produk lengkap dengan harga kompetitif, menjadi alasan generasi muda saat itu betah menghabiskan waktu di 7-Eleven.
Namun di tahun 2017, PT Modern Sevel Indonesia (MSI) sebagai pengelola 7-Eleven di Indonesia memutuskan untuk menutup seluruh gerai di Indonesia.
Sariwangi didirikan pada tahun 1962 oleh Johan Alexander Supit yang berasal dari Tondano, Sulawesi Utara, yang secara resmi diberi nama PT Sariwangi PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA).
Walaupun sudah berdiri dari tahun 1962, Sariwangi baru dikenal pada tahun 1972 dengan teh kemasan kantong atau biasa disebut teh celup. Sariwangi merupakan produk teh pertama yang dikemas dalam kantong.
Setelah beberapa tahun melewati masa-masa perkenalan, di tahun 1973 sariwangi telah resmi berdiri. Bahkan pada 1985 Sariwangi mulai melakukan ekspor produknya ke berbagai negara, di antaranya Australia, Inggris, Amerika Serikat, Timur Tengah hingga Rusia.
Pada tahun 1989 Unilever sempat melakukan akuisisi merek Sariwangi, walaupun pemilik utama Johan tetap sebagai pemasok teh utama melalui perusahaan lainnya. Tetapi dikabarkan tidak bekerjasama lagi dengan Sariwangi.
Namun masa kejayaan teh celup ini mendadak membuat masyarakat Indonesia kaget, karena perusahaan itu akhirnya tutup buku alias bangkrut. Kebangkrutan terjadi akibat terlilit utang sangat besar.
merdeka.com