Gara-Gara Ini Transportasi Umum di Indonesia Susah Berkembang
Masalah sosial lebih mengemuka ketimbang persoalan teknis.
Masalah sosial lebih mengemuka ketimbang persoalan teknis.
Gara-Gara Ini Transportasi Umum di Indonesia Susah Berkembang
Transportasi umum sering kali dianggap sebagai solusi ideal untuk mengatasi kemacetan, mengurangi polusi udara, dan meningkatkan mobilitas massal dengan lebih efisien.
Tentu hal ini menjadi perhatian bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk memberikan solusi yang baik agar transportasi umum menjadi moda menguntungkan bagi masyarakat dalam hal berpergian.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan tidak mudah untuk membenahi angkutan umum di Indonesia yang sudah lama dibiarkan tidak berkembang.
Djoko memberikan contoh, di Kota Semarang beroperasi Bus Trans Semarang tahun 2009, setelah dirintis sejak 2005 atau utuh waktu 5 tahun. Bus Trans Jateng beroperasi tahun 2017 butuh waktu 8 tahun, sejak 2009 dilakukan kajian, perencanaan, sosialisasi hingga pengalokasian anggaran.
Menurutnya, layanan angkutan umum tidak bisa berdiri sendiri. Layanan yang ada harus didukung dengan edukasi, teladan, dan insentif-insentif untuk meningkatkan ridership.
"Kurang tepat kita hanya fokus pada satu sisi saja. Ada tiga faktor untuk edukasi angkutan umum, yaitu dukungan komunitas, komunikasi media dan endorsements pemerintah. Jangan serahkan sepenuhnya masalah edukasi kepada pemerintah karena pasti tidak jalan," kata Djoko dalam keterangan tertulisnya kepada Merdeka.com, Senin (8/7).
Djoko menuturkan sangat rendahnya pelayanan angkutan umum perkotaan di tengah ketergantungan masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi berpotensi mengurangi jumlah angkutan umum yang beroperasi.
Dia melanjutkan banyak kota menanti kematian angkutan perkotaan secara bergiliran. Dimulai dari kota-kota kecil seperti Kota Kediri, Kota Tanjung Pandan sudah tidak memiliki layanan angkutan umum.
"Andai masih ada layanan angkutan umum, hanya dilayani armada angkutan yang tersisa. Usia armada rata-rata sudah di atas 10 tahun, bahkan ada yang di atas 15 tahun," paparnya.
Kondisi itu akan mempercepat proses hilangnya pelayanan angkutan umum.
Ia menilai intervensi pemerintah sangat diperlukan untuk menghindari kegagalan pasar layanan angkutan perkotaan.
Djoko menyebut Program Pembelian Layanan (buy the service/BTS) yang dirintis sejak akhir tahun 2017, baru efektif beroperasi Juni 2020.
Semua itu membutuhkan proses dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.
Itupun Program BTS hingga sekarang masih harus dilakukan proses penyempurnaan agar mendapatkan model yang tepat dalam mengelola angkutan umum bersubsidi di Indonesia.
"Untuk mewujudkan angkutan umum yang humanis, masalah sosial lebih mengemuka ketimbang persoalan teknis. Melibatkan operator eksisiting lebih tepat kendati memerlukan waktu untuk meyakinkan," tandasnya.