Gerindra ungkap kecurangan Pemerintah Jokowi turunkan harga BBM
Perhitungan Gerindra, idealnya harga BBM Premium saat ini ialah Rp 5.714 per liter.
Partai Gerindra menuding pemerintah merugikan masyarakat dengan menetapkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium sebesar Rp 7.600 per liter. Idealnya harga BBM jenis Premium saat ini ialah Rp 5.714 per liter.
Berdasarkan analisa Gerindra yang dikutip dari laman twitternya hari ini, Selasa (6/1), pemerintah setidaknya meraup keuntungan Rp 1.886 per liter. Angka ini masih ditambah dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar Rp 707.
"Justru pemerintah mendapatkan keuntungan besar dari penjualan BBM Premium dengan selisih keuntungan Rp 1.886 per liter," tulisnya.
Perhitungan Gerindra ialah harga BBM yang saat ini dijual sesuai mekanisme pasar sebesar USD 72,69 per barel dikalikan asumsi nilai tukar Rupiah saat ini Rp 12.500 maka didapat angka Rp 908.668 per barel.
Angka Rp 908.668 per barel lalu dikonversi ke liter atau dibagi 159, di mana 1 barel menurutnya setara dengan 159 liter, maka hasilnya ialah Rp 5.714 per liter. Angka itulah, menurut Gerindra, seharusnya harga Premium saat ini.
"Jadi sekali lagi, bahwa saat ini masyarakat tidak disubsidi tetapi justru malah pemerintah mendapatkan keuntungan besar dari penjualan BBM jenis Premium," jelasnya.
Sebelumnya, Pemerintah memutuskan menghapus subsidi BBM jenis Premium. Tujuan pemerintah tak lain untuk menyehatkan keuangan negara.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi anggaran subsidi energi tahun lalu masih di bawah pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014. Hingga 31 Desember 2014, realisasi subsidi energi mencapai Rp 341,8 triliun atau 97,6 persen dari pagu APBN-P 2014.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan dalam APBN-P 2014, subsidi energi dipatok Rp 350,3 triliun. Sementara itu, subsidi bahan bakar minyak (BBM) juga tak melampaui target yakni sebesar Rp 240 triliun.
"Asumsi (subsidi BBM) APBN-P 2014 sebesar Rp 246,5 triliun," ujar dia dalam konferensi pers kinerja realisasi APBN-P tahun 2014 di Kementerian Keuangan, Jakarta.
Menurut Bambang, kebijakan kenaikan harga BBM subsidi yang dilakukan pemerintah pada November 2014 lalu berhasil membuat anggaran subsidi tidak terlampaui dari asumsi. Selain itu, juga ada pembayaran carry over Pertamina dari subsidi BBM juga turun dari Rp 46 triliun menjadi Rp 33 triliun.
Untuk subsidi listrik, realisasi hingga 31 Desember 2014 mencapai Rp 101,8 triliun atau 98,1 persen dari APBN-P 2014. Angka tersebut lebih rendah dari asumsi APBN-P 2014 sebesar Rp 103,8 triliun.
"Memang dua subsidi ini yang menggerus anggaran kita," pungkas dia.