Harga minyak longsor, utang raksasa migas cetak rekor
Mencapai USD 184 miliar, dua kali lipat ketimbang 2014.
Sejumlah perusahaan energi raksasa ditengarai tengah kian terbebani utang, menyusul tren penurunan harga minyak mentah. Ini meningkatkan kekhawatiran akan kemampuan mereka membayar dividen dan menemukan sumber minyak baru.
The Wall Street Journal, kemarin, melaporkan bahwa jumlah utang bersih empat raksasa migas dunia mencapai USD 184 miliar. Naik lebih dari dua kali lipat ketimbang jumlah utang pada 2014, kala harga minyak mentah mulai terlihat longsor hingga akhirnya sempat menyentuh titik terendah, USD 27 per barel awal tahun ini.
-
Kapan kilang minyak Plaju didirikan oleh perusahaan Belanda Shell? Dihimpun dari berbagai sumber, dalam sebuah buku "Pertamina: Indonesian National Oil" karya Anderson G. Barlett ini ada sebuah kilang minyak yang didirikan perusahaan Belanda bernama Shell di kota Palembang pada tahun 1904 atau empat tahun sebelum berdirinya Boedi Oetomo.
-
Kenapa BPH Migas mendorong pemanfaatan gas bumi? Dalam rangka turut menjaga lingkungan, mengurangi emisi karbon, dan mengatasi perubahan iklim, BPH Migas terus mendorong peningkatan pemanfaatan gas bumi melalui pipa.
-
Bagaimana BPH Migas mendorong pemanfaatan gas bumi? BPH Migas terus mendorong peningkatan konsumsi gas dalam negeri serta memberikan dukungan penyediaan energi bersih lewat penetapan harga gas bumi melalui pipa.
-
Kenapa Pertamina terus berupaya meningkatkan produksi Migas? “Kami berterima kasih atas dukungan DPR, karena ini merupakan komitmen kita bersama untuk memberikan suplai yang cukup bagi masyarakat hingga akhir tahun yang tinggal satu setengah bulan lagi,” pungkas Nicke.
-
Di mana minyak bumi terbentuk? Ketika ganggang dan plankton ini mati puluhan hingga ratusan juta tahun yang lalu, mereka tenggelam ke dasar laut.
-
Di mana Pertamina menemukan cadangan minyak dan gas bumi baru? Di tahun 2022, Pertamina berhasil menemukan cadangan minyak dan gas bumi baru di Blok Mahakam puluhan miliar kaki kubik gas dan jutaan barel minyak.
Adapun empat raksasa itu adalah Exxon Mobil Corp., Royal Dutch Shell PLC, BP PLC, dan Chevron Corp. Eksekutif ke empat korporasi tersebut telah menyakini para investor bahwa mereka bakal memiliki cukup uang untuk membayar dividen dan investasi pada 2017.
Namun, para pemegang saham menanggapi skeptis. "Perusahaan-perusahaan itu tidak akan mampu menjaga kemampuan membayar dividennya di level USD 50-USD 60. Minyak ini tidak berkelanjutan," kata Michael Hulme, Manajer Carmignac Commodities Fund yang memiliki saham di Shell dan Exxon.
Hal senada diungkapkan Jonathan Waghorn, manajer portofolio Guinness Atkinson Asset Management Inc. Menurutnya, tumpukan utang bakal melumpuhkan kemampuan perusahaan untuk investasi dan menggenjot produksi migas.
"Anggaran belanja mereka tidak akan cukup untuk meningkatkan produksi," kata Jonathan. Perusahaannya mengontrol lebih dari USD 400 dana investasi energi juta. Termasuk didalamnya kepemilikan saham Exxon, BP, Chevron, dan Shell.
Raksasa migas itu meyakini bahwa mereka memiliki banyak cara untuk mengikis tumpukan utang tersebut. Diantaranya, penjualan aset, menawarkan investor penambahan kepemilikan saham ketimbang pembayaran dividen, dan penghematan.
Mereka juga mengatakan bahwa tumpukan utang tersebut hanya bersifat sementara. Itu akan menyusut seiring penaikan harga minyak mentah dan selesainya restrukturisasi perusahaan.
Namun, para analis dan investor berpendapatan bahwa penurunan tajam harga minyak bakal membuat perusahaan kian sulit mengumpulkan duit dengan cara penjualan aset untuk melunasi utang. Mengalihkan kepemilikan saham ke investor juga dinilai hanya akan menimbun kesulitan bayar dividen di kemudian hari.
Disisi lain, keuntungan besar yang masih didapat perusahaan dari bisnis pengilangan diperkirakan bakal segera berakhir. Sebab, produksi bensin yang melimpah membuat erosi harga bahan bakar.
"Pertanyaannya bisakah mereka melewati tahun ini dan tahun depan tanpa harus melakukan sesuatu yang radikal, seperti, memangkas pembayaran dividen?" kata Iain Reid, Analis Senior Macquarie Capital.
(mdk/yud)