Indonesia Simpan Potensi EBT Sangat Besar, Punya Peluang untuk Diekspor
Indonesia masih tertinggal dalam pengembangan EBT dibandingkan negara-negara ASEAN. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia memang sangat lambat dalam mengembangkan EBT, karena pemerintah hanya fokus untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan potensi EBT Indonesia secara nasional sebesar 3.600 GW hingga 3.700 GW.
Dia menjelaskan, keperluan listrik Indonesia pada tahun 2060 mendatang sebesar 700 MW. Oleh sebab itu Indonesia memiliki potensi untuk ekspor listrik ke Singapura.
-
Apa yang sedang dibangun oleh PLN untuk memfasilitasi penggunaan energi terbarukan di Indonesia? PLN sendiri saat ini sedang membangun green enabling supergrid yang dilengkapi dengan smartgrid dan flexible generations. “Karena adanya ketidaksesuaian antara lokasi energi terbarukan yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan, serta jauh dari pusat demand yang berada di Jawa, maka kita rancang skenario Green Enabling Supergrid. Sehingga, potensi EBT yang tadinya tidak bisa kita manfaatkan, ke depan menjadi termanfaatkan. Selain itu, tentunya akan mampu membangkitkan kawasan dengan memunculkan episentrum ekonomi baru," jelas Darmawan.
-
Siapa yang mendorong Perusda untuk menerapkan model bisnis berbasis energi terbarukan? Penjabat Gubernur Kaltim Akmal Malik pun merespon dengan mendorong Perusda Melati Bhakti Satya (MBS) membuat model bisnis berbasis energi terbarukan.
-
Kapan Pemprov Kaltim mendorong Perusda untuk menerapkan model bisnis berbasis energi terbarukan? Upaya transformasi energi di Kalimantan Timur mulai diterapkan dalam bisnis perusahaan daerah (Perusda) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Hal ini sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo agar Indonesia perlahan beralih ke energi terbarukan.
-
Kenapa PLN menerapkan strategi ARED untuk pengembangan energi baru terbarukan? Oleh karena itu, Darmawan mengatakan, PLN di bawah arahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan strategi Accelerated Renewable Energy Development (ARED) yang mampu meningkatkan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan hingga 75% pada tahun 2040.
-
Apa yang baru ditemukan oleh ilmuwan tentang energi gelap? Sebuah pemodelan baru yang dijelaskan lewat makalah arXiv mengungkapkan sebuah bukti anyar tentang salah satu misteri terbesar di alam semesta. Misteri itu ialah dark energy atau energi gelap. Sebelumnya, para ilmuwan sendiri telah berteori sejak lama tentang alam semesta yang didominasi oleh energi gelap yang aneh dan misterius.
-
Bagaimana Pertamina ingin membangun energi berkelanjutan? Dalam mewujudkan NZE 2060, imbuh Nicke, strategi Pertamina yang paling utama adalah bagaimana kita membangun atau memiliki sustainable energy. Sustainable artinya adalah semua material dan bahan bakunya dimiliki Indonesia, suplainya harus ada dan kemudian kita memiliki kemampuan untuk mengolahnya menjadi energi yang lebih baik.
"Kalau ditanya seberapa besar berapa ekspor, selisihnya kita punyanya 3.600 GW tapi butuhnya 7.00 MW. Tetapi angkanya tidak bisa dikurangkan langsung karena yang kita butuhkan buka megawatt tapu satuan listrik dalam satuan kWh," ujar Dadan dalam webinar, Senin (17/10).
Dadan pun menyebut ekspor listrik ke Singapura dapat melalui kabel di bawah laut dari titik daerah atau pulau terdekat ke Singapura. Walaupun memang pulau yang terdekat adalah Batam, namun tak menipis kemungkinan bisa melalui pulau Sumatera.
Kendati demikian, dia pun menerangkan bahwa ekspor EBT ke negara lain tidak dilakukan dalam waktu dekat ini. "Saya rasa Singapura juga tidak berpikiran tahun depan seperti apa, prosesnya jangka panjang. Untuk memastikan bahwa mendapatkan listrik bersih dan handal. Dan Indonesia juga punya keinginan yang sama," kata dia.
Dadan menerangkan, secara regulasi ekspor diperbolehkan dalam regulasi UU Ketenagalistrikan. Namun hal tersebut juga memiliki syarat yakni di dalam negeri harus terpenuhi terlebih dahulu.
"Dalam regulasi UU Ketenagalistrikan ada syaratnya di dalam negeri terpenuhi dulu tenaga listrik setempat wilayah sekitarnya harus terpenuhi," jelas Dadan.
Selain itu, dipastikan juga tidak boleh ada subsidi untuk EBT yang akan diekspor ke luar negeri. Kemudian apabila mengekspor EBT dipastikan tidak mengganggu kebutuhan listrik hijau di dalam negeri.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyebut bahwa Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang sangat besar. Terutama adalah dari Surya.
"Di satu sisi memang kita terlambat, yang kedua kita punya potensi yang sangat besar yang menurut saya selama ini tidak dikembangkan karena memang kita memilih untuk mengembangkan energi fosil," kata dia dalam acara seminar di Jakarta, Senin (17/12).
Dia mengungkapkan, Indonesia masih tertinggal dalam pengembangan EBT dibandingkan negara-negara ASEAN. Dalam dua dekade terakhir, Indonesia memang sangat lambat dalam mengembangkan EBT, karena pemerintah hanya fokus untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
"Untuk bauran EBT di pembangkit listrik kita itu masih rendah ya. Paling tinggi Laos, Vietnam, karena Laos itu banyak PLTA nya lalu kemudian Vietnam. Kita memang masih tertinggal, dan ini yang harus ditanya adalah mengapa kita tertinggal EBT, walaupun sebenarnya kita mempunyai potensi EBT yang sangat besar," ucap Fabby.
Dia membeberkan rata-rata perkembangan energi terbarukan di Indonesia sejak tahun 2004 hingga 2014 sebesar 500 MW per tahun. Sedangkan pada tahun 2015 hingga 2019 itu hanya 300 sampai 400 MW per tahun. Sementara untuk energi fosil sendiri meningkat tumbuh lebih besar.
Ekspor EBT
Indonesia mempunyai rencana untuk ekspor listrik yang berbasis energi baru terbarukan (EBT) kepada sejumlah negara termasuk Singapura. Namun niat tersebut nampaknya akan diurungkan. Energi ramah lingkungan tersebut akan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Nurul Ichwan mengungkapkan, saat ini share EBT Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN yakni 14,7 persen atau di bawah rata-rata share ASEAN yakni mencapai 33,5 persen.
Dia pun mengakui bahwa Indonesia adalah negara terendah dalam penggunaan EBT, yang disusul oleh negara Singapura dan Brunei Darussalam. Hal ini membuat Indonesia akan terancam ditinggal pergi oleh industri-industri karena mereka tentu membutuhkan negara yang mampu untuk menyuplai EBT.
"Memang untuk ASEAN ini Singapura, Brunei dan Indonesia termasuk 3 negara terendah untuk penghasilan share renewable energinya. ketika kita tidak melakukan renewable energi tersebut maka bisa jadi industri yang sudah masuk di Indonesia ada dua kemungkinan. Mereka akan pergi keluar mencari daerah lain, mencari negara-negara yang lokasinya masih sama di ASEAN tetapi mereka bisa mensupply EBT," terang dia.
Nurul pun menyebut bisa jadi negara yang tujuan para pelaku industri ke Laos ataupun Vietnam yang memiliki bauran EBT lebih tinggi sebesar 55,8 persen atau bahkan bisa ke Kamboja dan Myanmar. "Bahkan dengan Kamboja Myanmar saja kita salah, dan dari EBT itu kita masih jauh," tutur Nurul.
(mdk/idr)