Industri hulu petrokimia tak siap hadapi revolusi industri k-4, ini sebabnya
Jika industri hulu petrokimia ini dipaksakan menghadap revolusi industri ke-4 atau memaksa menggunakan teknologi canggih, maka akan merugikan industri itu sendiri.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono mengakui bahwa industri sektor Petrokimia, terutama di hulu tidak bisa dipaksakan atau belum siap masuk dan menghadapi revolusi industri ke-4 atau era industri 4.0.
Alasannya, investasi di sektor hulu Petrokimia sangat minim. Bahkan, investasi di Industri hulu Petrokimia dilakukan 15 sampai 20 tahun lalu.
-
Apa yang menunjukkan pertumbuhan industri manufaktur Indonesia? Geliat pertumbuhan ini dapat terlihat dari peningkatan permintaan baru yang menunjukkan aktivitas produksi yang semakin terpacu.
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Mengapa industri tembakau dianggap vital bagi perekonomian Indonesia? Setidaknya dalam beberapa tahun terakhir, industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
-
Bagaimana pertumbuhan industri di Sidoarjo berkontribusi terhadap perekonomian daerah? Pertumbuhan industri di Sidoarjo telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat.
-
Siapa saja yang berperan penting dalam keberhasilan transformasi industri di Indonesia? “Capaian transformasi industri saat ini merupakan hasil kerja banyak pihak yakni dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, akademisi, dan terutama dari para pelaku industri sendiri.
-
Apa yang mendorong pertumbuhan pesat industri game di Indonesia? Dengan semakin berkembangnya digitalisasi dan jumlah pemain game yang bertambah, serta dukungan dari ekosistem yang kuat, kedua industri ini diprediksi akan terus tumbuh dengan pesat.
"Jadi hampir 15 tahun lebih tidak ada investasi baru di industri Petrokimia sehingga untuk Petrokimia yang hulu kesiapannya kita lakukan secara bertahap," ungkapnya ketika ditemui, di JCC, Jakarta, Kamis (5/4).
Menurutnya, jika industri hulu petrokimia ini dipaksakan menghadap revolusi industri ke-4 atau memaksa menggunakan teknologi canggih, maka akan merugikan industri itu sendiri.
Meski demikian, peralihan industri Petrokimia ke era industri 4.0 dapat dilakukan di bagian hilirnya, yang cukup banyak menyerap investasi baru. "Tapi kalau hilir ada investasi baru, kita dorong untuk lakukan optimasi dan efisiensi melalui pemakaian infrastruktur yang sudah kita sediakan di sektor industri 4.0," jelas dia.
Selain itu, kapasitas produksi industri petrokimia masih sangat minim. Untuk etilen cracker misalnya, hanya diproduksi oleh PT Chandra Asri. Kapasitasnya pun hanya 800.000 ton. Padahal kebutuhan dalam negeri sebesar 6 juta ton.
Sigit mengakui, integrasi antara hulu dan hilir industri petrokimia saat ini belum terjalin dengan baik. Ini juga menjadi salah satu alasan impor di industri petrokimia menjadi tinggi. Saat ini impor untuk industri petrokimia saja bernilai USD 20 miliar. "Memang belum teringrasi. Terpaksa industri hilir memakai intermediate yang diimpor. Ini yang membebani balance of payment kita," katanya.
Untuk itu, pemerintah terus berupaya menggaet investasi di industri petrokimia, seperti Chandra Asri, Lotte Chemical Titan, dan Siam Cement Group (SCG) yang akan menggarap proyek peningkatan kapasitas industri Petrokimia.
"Diharapkan 2023 sudah ada etilen cracker dari Chandra Asri, kemudian Lotte Chemical dari Korea akan lakukan investasi di etilen cracker sejumlah 1 juta ton. Ada genting oil (Genting Oil Natuna Pte Ltd) dan Huayi (Shanghai Huayi Group) akan kerjakan metanol 1,8 juta di Papua," jelas Sigit.
"Pupuk Indonesia kerja sama dengan Ferrostaal dari Jerman juga akan kerjakan di Papua. Kalau ini bisa kita dapatkan, 2025 bisa mensubsidi seluruh importasi yang sekarang ini nilainya USD 20 miliar," lanjut dia.
Dengan begitu diharapkan pada tahun 2025, jumlah importasi industri petrokimia dapat turun berkurang hingga 50 persen. "Sekarang USD 20 miliar per tahun. At least 50 persen. Karena 2025 tambahan kapasitas kita kira-kira 4 juta ton. Kebutuhan kita saat ini 6 juta ton. 2025 kalau pertumbuhan 5 persen, berarti kurang lebih kebutuhan kita naik manjadi 8 juta sampai 9 juta ton," tandasnya.
Baca juga:
Kemenperin: Suku bunga bank kita memang cukup tinggi, sudah jadi pembicaraan umum
Kemenperin: Pengusaha IKM jadi motor pertumbuhan di revolusi industri ke-4
Industri RI siap bantu petani tingkatkan kualitas garam dan serap 1,4 juta produksi
Jokowi: Bandara dan hotel Singapura mulai gunakan robot gantikan tenaga manusia
Industri tunggu kesiapan Pertamina sediakan BBM Euro 4 di Asian Games