Diserang Produk Impor, Industri Manufaktur Butuh Aturan Perlindungan
Industri petrokimia dalam negeri juga semakin diberatkan dengan pencabutan Larangan dan Pembatasan (Lartas) impor bahan baku plastik.
Penyebabnya adalah pembangunan 23 proyek petrokimia di China berkapasitas 50 juta ton ethylene sebagai bahan baku plastik membuat negara tersebut kelebihan produk petrokimia.
Diserang Produk Impor, Industri Manufaktur Butuh Aturan Perlindungan
Diserang Produk Impor, Industri Manufaktur Butuh Aturan Perlindungan
Data Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) mencatat bahwa industri petrokimia nasional sedang terancam serbuan impor bahan baku plastik ke pasar domestik, seiring kondisi oversupply produksi pabrik petrokimia di China.
Penyebabnya adalah pembangunan 23 proyek petrokimia di China berkapasitas 50 juta ton ethylene sebagai bahan baku plastik membuat negara tersebut kelebihan produk petrokimia.
Tak hanya bahan baku plastik, secara keseluruhan produksi petrokimia hulu 100 persen di Indonesia masih impor yang menyebabkan biaya produksi lebih mahal daripada bahan baku plastik yang diimpor.
Melihat kondisi ini, Kementerian Keuangan berencana melindungi industri manufaktur dari gempuran produk impor dengan mengeluarkan aturan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).
Rencana kebijakan ini mendapat tanggapan positif dari Guru Besar Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (UGM), Panut Mulyono.
merdeka.com
“Aturan ini diharapkan mampu melindungi industri lokal dari gempuran produk impor. Namun perlu diingat, aturan BMAD dan BMTP ini jangan hanya fokus untuk melindungi industri tekstil, barang elektronik, alas kaki, dan keramik saja. Industri manufaktur lainnya yang berperan penting dalam rantai pasok industri nasional juga membutuhkan perlindungan serupa, misalnya industri petrokimia,” ujar Panut.
Panut menjelaskan, industri petrokimia, yang mencakup produksi plastik dari hulu hingga hilir merupakan industri strategis yang memerlukan perlindungan dan pengembangan serius mengingat peran pentingnya dalam mendukung industri hilir untuk berbagai industri lainnya.
Selain penting terhadap rantai pasok berbagai sektor, rantai industri petrokimia, yakni plastik hulu, intermediate, dan hilir sangat banyak menyerap tenaga kerja. Apabila ini tidak dilindungi, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dikhawatirkan akan semakin meluas dan ancaman deindustrialisasi semakin nyata sehingga membuat ekonomi Indonesia terpukul.
Sebagai gambaran, saat ini industri petrokimia hulu merupakan penghasil bahan baku plastik untuk industri hilir pendukung kemasan industri makanan, minuman, kosmetik, farmasi, dan lain-lain tengah mengalami tekanan serius karena membanjirnya produk impor bahan baku plastik dengan harga murah.
Industri petrokimia dalam negeri juga semakin diberatkan dengan pencabutan Larangan dan Pembatasan (Lartas) impor bahan baku plastik pasca penerapan Permendag 8 Tahun 2024.
Proteksi terhadap industri petrokimia semakin tipis dan berdampak pada daya serap produk lokal yang menjadi kurang diminati. Jika dibiarkan dapat berimbas pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat karena kegiatan produksi dalam negeri terganggu.
Sebelumnya, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan tengah menyelidiki terhadap praktik dumping sepanjang tahun 2023 hingga awal tahun 2024.
Setidaknya terdapat 10 kasus dumping yang masih dalam proses penyelidikan ataupun telah dikenakan tarif. Namun hingga saat ini statusnya masih dalam proses penyelidikan dan belum ada kelanjutannya.