Industri Startup Masih Terancam Tumbang di 2024, Ini Alasannya
Fenomena tech winter yang masih akan berlangsung di industri teknologi maupun startup dipengaruhi oleh sejumlah faktor.
Fenomena tech winter yang masih akan berlangsung di industri teknologi maupun startup dipengaruhi oleh sejumlah faktor.
- Tak Ada Lagi Gaji Karyawan Startup di Indonesia Gede-gede, Ini Biang Keroknya
- Menteri Teten Masduki Ungkap 3 Tantangan Besar Dihadapi Start-Up di Indonesia
- Perusahaan Startup Mobil Listrik Ini Kolaps, Tidak Mampu Bertahan dari Dampak Ekonomi Global
- Tech Winter Adalah Kondisi Perkembangan Industri Teknologi Terhenti, Berikut Penyebab dan Dampaknya
Industri Startup Masih Terancam Tumbang di 2024, Ini Alasannya
Industri Startup Masih Terancam Tumbang di 2024,
Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo), Eddi Danusaputro mengatakan fenomena tech winter masih akan terus melanda industri perusahaan rintisan (startup).
Tech winter merupakan istilah yang menggambarkan kondisi jatuhnya perusahaan teknologi maupun startup akibat kurangnya minat investor dalam memberikan suntikan dana.
"Tech winter masih akan on goin, 2023 memang kenyataannya (pendanaan) turun drastis dibandingkan 2022,"
kata Eddi dalam konferensi pers virtual Catatan Akhir Tahun Industri Fintech dan Ekonomi Digital di Jakarta, Jumat(29/12).
Eddy menyatakan, fenomena tech winter yang masih akan berlangsung di industri teknologi maupun startup dipengaruhi oleh sejumlah faktor.
Pertama gejolak makroekonomi.
Kedua, masih bertahannya tingkat suku bunga tinggi.
Tingkat suku bunga yang tinggi membuat investor akan lebih tertarik untuk berinvestasi di bank maupun obligasi. Sebab investasi tersebut menawarkan keuntungan tinggi dengan risiko yang lebih kecil.
"Dengan tingkat suku bunga yang tinggi, mereka (investor) ungkang-ungkang kaki aja taruh uang di bank atau di bonds (obligasi)aja udah dapat 6 persen USD. Jadi untuk mereka kemudian melirik mau investasi ke aset kelas startup yang potensi bisa memberikan return tapi lebih riskan mereka mikir dua kali," beber Eddi.
Oleh karena itu, investor masih bersikap 'wait and see' untuk memberikan suntikan pendanaan kepada industri teknologi maupun startup.
Mengingat, tren suku bunga tinggi masih akan terus berlangsung di tengah gejolak perekonomian global.
"Jadi, mereka (investor) konsepnya masih wait and see, mereka menunggu. Jadi, tingkat suku bunga tinggi pasti mempengaruhi minta investor untuk investasi ke startup yang relatif riskan," kata Eddi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan pelaku usaha bisnis rintisan atau startup untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan bisnisnya.
Jokowi mencatat, sebanyak 80 sampai 90 persen bisnis startup harus tumbang akibat tidak mampu melihat kebutuhan pasar.
"Hati-hati 80 persen sampai 90 persen startup gagal saat merintis. Karena sekali lagi tidak melihat kebutuhan pasar yang ada," kata Jokowi pada September 2022 lalu.
Jokowi menambahkan, penyebab utama kegagalan bisnis startup juga diakibatkan oleh minimnya modal.
Ini disebabkan minimnya suntikan modal ventura (venture capital) yang diberikan investor kepada perusahaan rintisan (start-up) yang memiliki prospek pertumbuhan jangka panjang.
Karena itu, Jokowi meminta Kementerian BUMN untuk lebih aktif dalam pemberian modal dalam rangka pengembangan bisnis startup lokal.
Dengan ini, Jokowi meyakini manfaat ekonomi digital akan lebih dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Ini nanti fungsinya venture capital, fungsinya BUMN agar ekosistem besar yang ingin kita bangun ini bisa saling sambung. Sehingga semuanya didampingi dengan baik dan bisa tidak gagal untuk masuk ke pasar-pasar, ke peluang-peluang yang ada di negara kita," kata Jokowi.