Ini penyebab kecelakaan pesawat kerap terjadi di Indonesia
Salah satu biang keroknya adalah jumlah inspektur pesawat Kementerian Perhubungan yang cuma 35 orang.
Asosiasi Maskapai Komersial Indonesia (INACA) menilai wajar kecelakaan udara kerap terjadi di Tanah Air. Sebab, aspek pemeriksaan amburadul. Salah satu biang keroknya adalah jumlah inspektur pesawat Kementerian Perhubungan yang cuma 35 orang.
Padahal, jabatan inspektur selain bertanggung jawab menguji kelaikan pesawat untuk terbang, juga wajib memantau kinerja pilot.
Kurangnya sumber daya manusia dari sisi pemerintah ini dikeluhkan Sekretaris Jenderal INACA Tengku Burhanudin, saat jumpa pers di Kawasan Halim, Jakarta Timur, Rabu (5/2).
"Padahal pesawat di Indonesia ada ratusan, pilot yang harus diperiksa ribuan, tipe-tipe pesawat juga banyaknya bukan main. Ini bisa jadi penyebab rendahnya faktor keselamatan penerbangan," ujarnya.
Informasi yang didapat INACA, inspektur penerbangan berstatus Pegawai Negeri Sipil ada 25 orang. Kemenhub biasanya membantu tugas mereka dengan 10 tenaga asing, yang belum tentu siaga setiap saat.
Burhanudin menyebut rendahnya jumlah SDM inspektorat itu bukan cuma mengancam keselamatan terbang, tapi juga memperlambat ekspansi maskapai. Dia menjelaskan izin terbang sebuah pesawat baru mutlak memerlukan rekomendasi teknis inspektur.
"Airline mengeluh, mereka ingin dapat lisensi harus menunggu. Nanti kalau kecelakaan, padahal mereka juga yang disalahkan. Jadi jumlah inspektur itu wajib ditambah," kata Burhanudin.
INACA mewanti-wanti, bila Kemenhub tak serius membenahi soal pengawasan ini, maka maskapai Indonesia bisa memperoleh penilaian buruk dari lembaga internasional, misalnya FAA.
Ketua Umum INACA Arif Wibowo menceritakan, saat ini Indonesia masuk kategori 2 dalam kriteria FAA. Selain sulit terbang langsung ke Uni Eropa dan Amerika Serikat, rating rendah akan menambah biaya operasional.
Belum lama ini, Filipina dan India sudah kena penilaian buruk lantaran aspek keamanan maskapainya dianggap FAA tidak memadai. Indonesia bisa mengikuti nasib serupa ketika jumlah inspektur tak sesuai total armada pesawat yang beroperasi.
"Nilai buruk FAA itu bikin premi asuransi naik. Risiko negara yang tinggi maka meningkat preminya. Kalau tidak turun, akan membebani airline. Bagaimana punya daya saing kalau asuransi kita di atas Singapura dan Malaysia," kata Arif.
Buat meringankan beban pemerintah, INACA mengusulkan inspektorat dibentuk meniru Otoritas Jasa Keuangan. Struktur lembaganya Badan Layanan Umum (BLU), lantas dibiayai dari iuran pelaku usaha penerbangan.
Cara ini sudah diterapkan negara-negara maju. Di sana, inspektur pesawat jumlahnya banyak, karena bukan PNS, dengan biaya pemeriksaan yang sudah terstandarisasi.
"Menambah PNS untuk inspektur sulit, kedua penggajian juga sulit, tidak mungkin captain pakar inspektur mau digaji dengan gaji PNS. Solusinya bagaimana bila dikaji untuk jadi BLU, sehingga pembiayaan tidak lagi dari APBN, kalau mau diinspeksi bisa iuran," usul Burhanudin.