Ini Alasan Mengapa Pesawat Sering Mengalami Turbulensi Parah
Turbulensi terjadi ketika ada perubahan mendadak dalam aliran udara, yang menyebabkan pesawat bergoyang dan bergetar.
Apakah kamu pernah berpikir tentang apa yang sebenarnya terjadi ketika pesawat yang kita tumpangi tiba-tiba bergoyang di udara? Baru-baru ini, turbulensi penerbangan menjadi perhatian besar karena terjadinya beberapa insiden yang cukup serius.
Seperti di bulan Mei 2024, sebuah pesawat yang terbang dari London menuju Singapura terpaksa mendarat darurat setelah mengalami turbulensi hebat di atas Myanmar. Insiden ini berakibat fatal dengan satu penumpang diduga mengalami serangan jantung kemudian meninggal dunia, dan puluhan lainnya harus mendapatkan perawatan di rumah sakit.
-
Apa itu turbulensi pesawat? Turbulensi pada pesawat adalah gangguan udara yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, terutama pola cuaca yang tidak stabil.
-
Kenapa turbulensi terjadi? Turbulensi pada pesawat adalah fenomena yang sering terjadi dan bisa dirasakan sebagai guncangan atau getaran yang tidak teratur saat penerbangan. Ini terjadi karena perubahan mendadak dalam aliran udara yang mengelilingi pesawat.
-
Bagaimana turbulensi terjadi? Mengutip BBC, turbulensi terjadi ketika sebuah pesawat menabrak arus udara sehingga menyebabkan pesawat tersebut berguling, menukik, atau turun secara tiba-tiba.
-
Bagaimana dampak turbulensi? Turbulensi sendiri dapat dirasakan sebagai guncangan pada tubuh pesawat dan bisa memicu penumpang terluka hingga korban jiwa. Dampaknya juga bisa mencakup kerusakan pesawat hingga kecelakaan fatal.
-
Kapan turbulensi sering terjadi? Berdasarkan catatan dari Aminarno Budi Pradana, seorang dosen di salah satu sekolah penerbangan di Indonesia, turbulensi termasuk kejadian yang paling sering dialami oleh para penerbang.
-
Apa yang bisa terjadi saat turbulensi? Mengutip BBC, turbulensi terjadi ketika sebuah pesawat menabrak arus udara sehingga menyebabkan pesawat tersebut berguling, menukik, atau turun secara tiba-tiba.
Selang beberapa hari kemudian, penerbangan dari Doha ke Dublin juga mengalami turbulensi yang mengakibatkan delapan penumpang harus dirawat di rumah sakit.
Mengutip dari laman Science Focus, Selasa (3/12), turbulensi terjadi ketika ada perubahan mendadak dalam aliran udara, yang menyebabkan pesawat bergoyang dan bergetar. Biasanya, ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti awan badai, front cuaca, gelombang udara dari pesawat lain, serta udara yang terangkat melewati pegunungan tinggi.
Sebagian besar jenis turbulensi ini dapat diperkirakan dan dipantau, sehingga pilot bisa menghindarinya. Namun, ada satu jenis turbulensi yang lebih sulit diprediksi dan lebih berbahaya, dikenal sebagai turbulensi udara jernih.
Turbulensi udara jernih ini muncul karena adanya perubahan kecepatan angin antara dua massa udara yang bergerak dengan kecepatan berbeda, seperti aliran jet dan udara di sekitarnya. Turbulensi ini sering kali datang tiba-tiba dan dengan kekuatan yang cukup besar.
Karena tidak dapat dideteksi oleh radar dan tidak terlihat oleh pilot, turbulensi ini bisa mengejutkan awak pesawat yang mungkin tidak sempat memberi tanda untuk mengenakan sabuk pengaman.
Hal ini mungkin juga terjadi pada penerbangan Singapore Airlines di bulan Mei, berdasarkan laporan awal dari Kementerian Transportasi Singapura. Data penerbangan menunjukkan pesawat jatuh 54 meter dalam waktu kurang dari satu detik, membuat penumpang yang tidak memakai sabuk pengaman terbentur ke langit-langit pesawat.
Lebih dari 100 penumpang memerlukan perawatan medis setelah mendarat, dengan sekitar 50 orang yang harus dirawat di rumah sakit.
Para ahli meteorologi dan penerbangan memperingatkan bahwa turbulensi bisa semakin sering terjadi karena perubahan pola cuaca yang dipicu oleh perubahan iklim.
Penelitian menunjukkan peningkatan dalam insiden turbulensi udara jernih. Studi dari University of Reading yang menganalisis data satelit selama lebih dari 40 tahun menemukan bahwa pergeseran angin yang menyebabkan ketidakstabilan aliran jet meningkat 15 persen sejak 1979, dan turbulensi udara jernih yang parah pada rute penerbangan tersibuk meningkat 55 persen dalam periode yang sama.
Para penulis studi memperingatkan bahwa pada tahun 2050, jika pemanasan global terus berlanjut, pilot bisa menghadapi turbulensi parah dua hingga tiga kali lebih sering dibandingkan sekarang.
Walaupun angka-angka ini mengkhawatirkan, risiko bagi setiap penumpang tetap sangat kecil. Menurut Badan Penerbangan Federal AS, hanya 163 orang yang mengalami cedera serius akibat turbulensi antara tahun 2009 dan 2022, dengan hampir 80 persen di antaranya adalah awak kabin. Dari lebih dari 800 juta penerbangan yang berangkat dari AS setiap tahun, hanya sekitar 5.500 yang mengalami turbulensi parah.
Dan sebagian besar cedera terjadi pada penumpang yang tidak mengenakan sabuk pengaman, jadi langkah terpenting untuk tetap aman adalah selalu mengenakan sabuk pengaman setiap kali duduk.
Reporter magang: Nadya Nur Aulia