Ini rahasia berburu saham perusahaan IPO agar bisa mendulang untung
Sebelum investor berburu saham IPO, hal pertama yang harus diperhatikan ialah historis perusahaan tersebut. Sisi fundamental perusahaan terutama kinerja harus benar-benar kuat sehingga memiliki prospek bisnis sangat baik di masa depan.
Awal bulan ini, dua perusahaan yakni BRI Syariah (BRIS) dan BTPN Syariah (BTPS) sudah resmi melantai di bursa saham. Hingga awal Mei 2018, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat sudah 11 perusahaan masuk bursa dari target 35 perusahaan di 2018.
Melangsungkan Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham perdana saham ketika pasar sedang bearish bukanlah pekerjaan mudah. Emiten harus mampu meyakinkan para investor bahwa mereka merupakan perusahaan berfundamental kuat. Selain itu, investor juga tak mudah berburu saham saat pasar tengah melemah.
-
Kapan PT Tera Data Indonusa Tbk melantai di bursa saham? Bahkan pada 2022, saat pandemi berlangsung, perusahaan ini berani mengambil langkah melantai di bursa saham.
-
Kapan BNI pertama kali melakukan IPO? Pada 1996 BNI untuk pertama kalinya menawarkan saham perdana kepada masyarakat atau IPO dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.
-
Kapan Bursa Berjangka Aset Kripto diluncurkan? Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan meluncurkan Bursa Berjangka Aset Kripto di Jakarta, Jumat (28/7).
-
Kapan BRI pertama kali melakukan penawaran umum perdana (IPO)? Saham PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dengan kode BBRI tepat 20 tahun melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 10 November 2023. BRI melakukan penawaran umum perdana (IPO) pada 10 November 2003 dan menawarkan 3.811,7 miliar lembar saham biasa (common shares) dengan harga Rp875/saham.
-
Mengapa BRI dan BEI berkolaborasi untuk mendorong nasabah korporasi BRI melakukan IPO? Perusahaan-perusahaan berpeluang besar dalam mengembangkan bisnisnya melalui pendanaan dari pasar modal.
-
Bagaimana BRI dan BEI berharap nasabah korporasi mereka bisa memanfaatkan keuntungan dari IPO? Dengan menjadi perusahaan terdaftar, perusahaan memiliki akses langsung ke pasar modal untuk mendapatkan pendanaan tambahan di masa depan melalui penerbitan saham atau obligasi. Hal ini memberikan fleksibilitas dalam manajemen keuangan perusahaan dan memperluas sumber pendanaan yang tersedia
Direktur Utama Reliance Sekuritas Indonesia (RELI), Anita mengatakan, sebelum investor berburu saham IPO, hal pertama yang harus diperhatikan ialah historis perusahaan tersebut. Sisi fundamental perusahaan terutama kinerja harus benar-benar kuat sehingga memiliki prospek bisnis sangat baik di masa depan.
Anita mengingatkan agar calon investor tak sungkan membandingkan dengan perusahaan sejenis di sektor yang sama. Selain itu, calon investor juga harus mengamati apakah harga saham yang ditawarkan itu wajar alias tidak over price. Sebelum IPO, biasanya akan dihitung dahulu berapa harga wajar saham perusahaan tersebut. Ini dilihat dari kinerja historikal dan prospek ke depan.
Selanjutnya, perhatikan laporan keuangan perusahaan yang akan IPO dalam kurun waktu tiga tahun terakhir untuk dapat memperkirakan potensi kinerjanya. Dengan begitu, investor tidak membeli kucing dalam karung.
"Investor yang ingin membeli saham-saham perusahaan yang akan IPO, jangan lupa untuk membandingkannya dengan perusahaan lain di sektor yang sama," ucap Anita, di Jakarta, Rabu (23/5).
Tak kalah penting, calon investor juga disarankan untuk mencermati fundamental perusahaan yang IPO dengan cara melihat Price Earning Ratio (PER) dan Price Book Value (PBV). Dengan begitu, akan terlihat saham tersebut masih murah atau mahal. Semakin tinggi PER dan PBV suatu perusahaan, semakin mahal harga sahamnya.
Rumus PER adalah perbandingan harga saham dengan earning per share (EPS). Rumus EPS didapatkan dari perbandingan laba bersih dalam setahun dengan jumlah saham yang beredar di pasar. Biasanya besaran EPS sudah ada pada laporan keuangan perusahaan.
Adapun PBV fokus pada ekuitas perusahaan. Rumus PBV adalah perbandingan antara harga saham dengan book value. Rumus Book Value adalah perbandingan antara jumlah ekuitas dengan jumlah saham yang beredar.
"Cermati juga tujuan IPO di prospektus dan perhatikan dana hasil IPO akan digunakan untuk apa. Apakah digunakan untuk membayar utang, melakukan restrukturisasi permodalan, atau untuk ekspansi usaha. Jika hasil IPO digunakan untuk melakukan ekspansi usaha, tentu saja memberi sinyal positif karena dana tersebut digunakan lagi untuk meraih profit baru sehingga ujungnya investor dapat menikmati untung. Jika porsi untuk membayar utang cukup besar, tentu saja gerak perusahaan tak gesit."
Kemudian, investor yang ingin mengambil saham perusahaan IPO disarankan untuk memperhatikan saat proses book building, apakah mengalami oversubscribe atau undersubscribe. Potensi kenaikan harga saham akan lebih besar jika terjadi oversubscribe.
Kata Anita, membeli saham sama dengan memiliki sebuah perusahaan. Oleh karena itu, investor harus memilih perusahaan mana yang memiliki kinerja bagus sehingga berpeluang memperoleh keuntungan di masa depan.
"Juga, harus disadari, ada banyak saham IPO naik di hari perdana, lalu di hari-hari selanjutnya justru anjlok, dilanda aksi jual dan harganya tak pernah naik lagi hingga menjadi saham tidur. Kalau sudah begini, dapat dipastikan investor akan merugi. Investor juga harus waspada, jangan sampai, penggunaan dana itu justru tidak sesuai dengan prospektus."
Anita menambahkan, hal lain yang juga perlu diamati adalah jumlah porsi saham yang akan dilepas. Jika saham yang dilepas porsinya sedikit, bisa jadi saham ini tidak likuid. Lain halnya jika porsi saham yang ditawarkan besar. Biasanya kalangan pemodal lebih suka saham seperti ini karena likuiditasnya tinggi.
"Investor juga perlu memperhatikan track record penjamin emisi calon emiten. Apakah sukses pelaksanaannya dalam mengelola perusahaan IPO, kemudian adakah kelebihan permintaan (oversubscribe) atau tidak. Jika banyak permintaan, berarti pengelolaan IPO bagus dan direspons publik," tegasnya.
Selain itu kata Anita, perhatikan pula track record penjamin emisi pasca listing. Jika harga saham emitennya terus menanjak, ini dapat menjadi sinyal penjamin emisi tersebut memiliki strategi yang cukup baik dalam menangani IPO.
"Tentu saja, paling aman, memilih saham IPO perusahaan yang secara grup sudah eksis, terpercaya, dan jelas bisnisnya. Investor dalam memilih saham IPO, juga perhatikan siapa saja peminatnya. Jika hanya investor domestik, boleh jadi itu tanda kalau saham tersebut kurang menarik," ucap Anita.
Baca juga:
Pizza Hut bakal bangun 124 gerai hingga 2019
Cetak laba 2017 Rp 63,8 M, Trans Power Marine sebar dividen Rp 31,5 M
IPO, pemilik Pizza Hut incar dana untuk ekspansi gerai dan bayar utang
Resmi IPO, saham PT Guna Timur Raya ditawarkan Rp 230
IHSG diharapkan bisa sentuh posisi 7.000