Ini Sektor Penyumbang Emisi Karbon Terbesar Versi Kemenperin
Indonesia menaruh target penurunan emisi karbon atau gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan sebesar 29 persen pada 2030 mendatang. Salah satu sektor yang digenjot pemerintah adalah industri otomotif.
Indonesia menaruh target penurunan emisi karbon atau gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan sebesar 29 persen pada 2030 mendatang. Salah satu sektor yang digenjot pemerintah adalah industri otomotif.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan, Kementerian Perindustrian, Sony Sulaksono menyatakan, bahwa industri otomotif hanya salah satu bagian dari banyaknya sektor yang menyumbang emisi karbon. Menurutnya, banyak sektor lain menyumbang lebih besar.
-
Kapan lelang motor Omesh berakhir? Setelah nungguin sekitar 4 hari, akhirnya ada yang menang lelang dengan harga Rp 300 juta.
-
Kenapa uji emisi penting? Uji emisi bertujuan untuk meminimalisir gas rumah kaca dan udara berbahaya yang dihasilkan dari mesin kendaraan bermotor, yang dapat mempengaruhi kualitas udara dan kesehatan manusia.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Kenapa Kekeyi sering dicibir? Sayangnya, terkadang momen heboh Kekeyi malah mendapat cibiran.dari sejumlah. Malahan ada beberapa komentar bernada body shaming padanya.
-
Kapan KM Rezki tenggelam? Peristiwa tenggelamnya KM Rezki diperkirakan terjadi sekira pukul 13.25 WITA, Sabtu, 2 Desember 2023.
-
Kenapa deskripsi penting? Tujuan dari teks deskripsi adalah untuk memberikan gambaran dan penjelasan kepada pembaca agar mereka memahami objek apa yang sedang dibahas atau dibicarakan dalam sebuah teks.
"(Industri Otomotif) Menyumbang 21 persen saja, sementara 47 persen justru energi (penyumbang emisi karbon)," katanya dalam webinar Quo Vadis Industri Otomotif Indonesia di Era Elektrifikasi, Jumat (15/10).
Dia bahkan menyebut bahwa sektor energi lebih 'rakus' dalam menyumbang emisi karbon. Selain sektor energi, Sony melihat penyumbang emisi karbon lainnya adalah sampah rumah tangga.
"Jadi, harus diingat industri transportasi otomotif itu hanya salah satu saja penyumbang emisi, masih ada, yang rakus. Energi, juga mengeluarkan emisi itu pembangkit, itu salah satunya, kemudian industri rumah tangga, waste rumah tangga," katanya.
Maka dari itu, dia beranggapan bahwa penurunan emisi karbon yang jadi target pemerintah tak bisa hanya diselesaikan dari satu sektor otomotif saja. "Jadi salah satunya saja, tidak bisa semuanya diselesaikan oleh otomotif saja," katanya.
Upaya Kurangi Emisi Karbon
Dalam pemaparannya, Sony menjelaskan beberapa langkah yang telah dilakukan pemerintah sebagai upaya mengurangi emisi karbon, khususnya di sektor transportasi. Dia menyebut, sektor ini menjadi yang digenjot pemerintah untuk mampu menekan emisi karbon.
Dia menyebut, salah satu caranya dengan mengizinkan kendaraan konversi listrik untuk bisa digunakan di jalan umum. Kemudian, berbagai kemudahan juga diberikan bagi calon pemilik kendaraan listrik.
Selain itu, di sisi penunjang, pemerintah juga mengedepankan penyediaan charging station bagi kendaraan-kendaraan listrik roda empat. Pun, salah satunya adalah mendorong indonesia sebagai basis produksi baterai kendaraan listrik atau BEV.
"Berbagai kebijakan ini ditujukan agar Indonesia cepat menjadi negara termasuk didepan dalam memanfaatkan teknologi baterai listrik jadi penggerak kendaraan listrik, dalam rangka pengurangan emisi," katanya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut untuk membuat ekosistem Battery Electric Vehicle (BEV) memerlukan keterlibatan para pemangku kepentingan yang terkait.
"Menciptakan ekosisem BEV tentu memerlukan keterlibatan para pemangku kepentingan yang terdiri dari produsen, produsen baterai, pilot project, konsumen, dan infrastruktur," katanya.
Dia menyebut, pemerintah menargetkan produksi BEV pada 2030 mencapai 600 ribu unit untuk roda empat, dan 2,45 juta unit baterai untuk roda dua.
"Produksi kendaraan listrik diharapkan mampu menurunkan kadar emisi CO2 sebesar 2,7 juta ton untuk roda 4 atau lebih dan sebesar 1,1 juta ton untuk roda dua," katanya.
Selain itu, dalam rangka meningkatkan industrialisasi BEV, katanya, pemerintah memberikan berbagai insentif baik ranah fiskal maupun non-fiskal.
"Seperti tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk, bea masuk ditanggung pemerintah, dan super tax deduction untuk research and development," katanya.
"Untuk mempercepat popularisasi pemerintah akan menetapkan peraturan penggunaan EV di instansi pemerintahan dalam roadmap tersebut, diperkirakan pemilikan kendaraan listrik akan mencapai 135 ribu unit, roda 4, 400 ribu unit roda dua pada tahun 2030," tambahnya.
Dia turut menambahkan, meningkatnya kebutuhan kendaraan listrik akan ikut dukung peran strategis dalam rantai pasok global industri kendaraan listrik. "Hal ini mengingat posisi indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia serta tingginya cadangan primer lainnya seperti kobalt, mangan, dan aluminium," katanya.
"Saat ini terdapat 9 perusahaan yang dukun industri baterai, 5 penyedia dan 4 perusahaan penyedia baterai. Dengan demikian indonesia mampu mendukung rantai pasokan baterai mulai dari bahan baku, kilang, manufaktur sel baterai, perakitan baterai, manufacture EV hingga daur ulang EV," tambahnya.
Reporter: Arief Rahman
Sumber: Liputan6
(mdk/bim)