Jangan terjebak proses stabilisasi inflasi
Kebijakan makroekonomi harusnya tidak hanya difokuskan dan dipandang sebagai upaya menekan inflasi.
Istilah jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap akhir-akhir ini kembali menjadi topik hangat di dalam negeri. Sebab, Indonesia rawan masuk dalam jebakan ini jika tidak bisa memanfaatkan situasi dan perkembangan ekonomi nasional.
Salah satu kuncinya agar tidak terjebak dalam situasi ini, Indonesia tidak boleh terbawa arus proses stabilisasi inflasi.
-
Bagaimana BRI meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia? Sebagai bank yang berfokus pada pemberdayaan UMKM, BRI memiliki jutaan database nasabah, baik simpanan maupun pinjaman. Ini menyebabkan BRI terpapar risiko data privacy breach dan cyber security system.
-
Bagaimana BRI menjaga likuiditasnya di tengah kenaikan BI Rate? “Saat ini kami tidak memiliki isu likuiditas karena masih longgar. Kami akan terus mempertahankan likuiditas tersebut secara sehat dan mempertahankan pertumbuhan kredit double digit,” tambahnya.
-
Bagaimana BRI meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia? Melalui Holding Ultra Mikro dengan BRI sebagai induk, bersama PT Pegadaian, dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM), perseroan secara grup berupaya meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia.
-
Apa yang menjadi catatan BPS tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2023? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.
-
Bagaimana BRI menentukan skor Indeks Bisnis UMKM? Survei dilakukan di 33 provinsi, jumlah responden sebesar 7.047 debitur UMKM, margin of error ± 1,16%, metode sampling: stratified systematic random sampling, dan periode survei: 03 s.d. 19 Oktober 2023.
-
Apa penghargaan yang diraih oleh BRI? Berkomitmen tinggi pada penerapan keuangan berkelanjutan, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk berhasil meraih penghargaan Environmental, Social, and Corporate Governance (ESG) Award 2023 yang diselenggarakan oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI).
Senior Adviser for Macroeconomic Policy dari PBB Hamid Rashid mengatakan, di negara-negara berkembang seperti Indonesia, hampir seluruhnya menggunakan kebijakan makroekonomi khususnya moneter untuk menekan inflasi.
"Bukti empiris menunjukkan bahwa inflasi di atas 5 persen tidak menyakiti pertumbuhan. Di sisi lain, ada bukti bahwa menjaga inflasi sangat rendah membahayakan pertumbuhan. Tapi, ini bukan untuk menunjukkan bahwa negara juga harus dengan sengaja menargetkan inflasi tinggi," kata Hamid, saat menjadi pembicara di Seminar Internasional Mencegah Jebakan Berpenghasilan Menengah, di Nusa Dua, Bali, Jumat (13/12).
Menurutnya, kebijakan makroekonomi harusnya tidak hanya difokuskan dan dipandang sebagai upaya menekan inflasi. Tapi idealnya bisa dimaksimalkan untuk sektor lain seperti masalah pengangguran dan distribusi pendapatan.
Dia menilai kebijakan makroekonomi seperti kebijakan suku bunga acuan BI atau BI Rate untuk menekan inflasi, hanyalah bagian dari banyak instrumen moneter lain seperti aturan loan to value (LTV), loan to income ratio dan banyak lagi instrumen lainnya, yang kemungkinan akan cukup efektif untuk meningkatkan jumlah kredit dan menciptakan lapangan kerja.
Middle income trap adalah istilah yang diberikan kepada negara-negara berpendapatan menengah (Middle-Income Countries) yang 'terjebak' di posisinya dan tidak bisa melakukan lompatan untuk masuk menjadi negara maju baru.
Jadi, suatu negara telah mencapai suatu level pendapatan perkapita tertentu yang relatif cukup makmur, namun tidak mampu lagi mempertahankan momentum pertumbuhan yang tinggi, sehingga negara tersebut tidak kunjung naik kelas masuk dalam jajaran negara-negara maju. Seolah-olah negara tersebut terkunci di tengah posisinya sebagai negara berpendapatan menengah.
(mdk/noe)