Deflasi 5 Bulan Berturut-Turut, Begini Cara Pemerintah Jaga Daya Beli Masyarakat
Pemerintah akan mempertahankan target inflasi di angka 2,5 persen plus minus 1 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto meminta masyarakat tidak hanya fokus mengenai menurunnya daya beli masyarakat karena deflasi yang sudah terjadi lima bulan berturut-turut.
Baginya, sangat penting untuk memahami konteks inflasi, terutama dalam hal pengendalian komponen inflasi yang berfluktuasi, atau volatile food, yang berpengaruh signifikan terhadap daya beli masyarakat.
Airlangga menjelaskan, tim pengendali inflasi pusat, yang melibatkan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Bank Indonesia, bertugas mengelola inflasi agar tetap dalam batas aman.
Ia menuturkan inflasi memiliki dua komponen utama, yaitu core inflation dan volatile food. Dengan menekan volatile food, diharapkan daya beli masyarakat dapat terjaga, yang merupakan hal baik bagi perekonomian.
"Inflasi itu dikendalikan, terutama yang volatile food. Kan komponen inflasi itu dua, core inflation dan volatile food. Nah volatile food itu penting untuk dijaga agar daya beli masyarakat kuat. Jadi kalau sekarang volatile food-nya kita tekan turun, ya tentu ini baik untuk masyarakat," kata Airlangga kepada media, Jakarta, Kamis (3/10).
Airlangga juga menyoroti pertumbuhan ekonomi yang terjadi meskipun core inflation mengalami peningkatan.
Menurutnya, kondisi ini menunjukkan adanya anomali jika pertumbuhan terus meningkat sementara core inflation justru menurun. Oleh karena itu, fokus utama pemerintah adalah pada pengendalian core inflation.
"Nah core inflation-nya tetap naik dan itu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Karena menjadi anomali kalau tumbuhnya naik terus core inflation-nya turun.
"Jadi sekali lagi yang dibandingkan bukan inflasi keseluruhan, tapi core inflasi," jelas Airlangga.
Perbandingan Inflasi 2024 vs 2014
Di sisi lain, Airlangga juga membandingkan situasi inflasi saat ini dengan kondisi pada tahun 2014, di mana inflasi saat itu mencapai 8 persen.
Saat ini, inflasi berada pada angka 2,11 persen, yang menunjukkan penurunan signifikan. Ia bilang inflasi yang tinggi berkonsekuensi pada tingginya suku bunga, yang pada tahun 2014 mencapai double digit, antara 12-18 persen.
"Kalau kita bandingkan di tahun 2014 saat Bapak Presiden mulai menjadi Presiden, suku bunga kita kan double digit antara 12-18 persen. Tetapi hari ini kita itu 6 persen. SPI BI juga sekarang sudah di 6 persen . Sehingga suku bunga itu yang prime itu sudah single digit. Jadi artinya justru ini mengurangi daripada ekonomi biaya tinggi," bebernya.
Namun, saat ini suku bunga telah turun menjadi sekitar 6 persen, termasuk suku bunga pinjaman bank yang kini berada di tingkat single digit.
Target Inflasi
Untuk memastikan stabilitas perekonomian, Airlangga menerangkan pemerintah akan mempertahankan target inflasi di angka 2,5 persen plus minus 1 persen.
"Tetapi kita akan pertahankan 2,5 plus minus 1. Karena 2,5 plus minus 1 kan amanat dari undang-undang APBN. Jadi kita tidak khawatir itu, karena kita lihat juga indikator lain apa terhadap ekonomi," imbuhnya.
Ia optimis terkait indikator ekonomi lainnya, seperti indeks keyakinan konsumen yang masih positif dan peningkatan cadangan devisa yang kini mencapai USD150 miliar, naik dari USD100 miliar pada tahun 2014.
Airlangga menekankan pengaturan devisa hasil ekspor telah membantu mempertahankan kestabilan nilai tukar rupiah, yang saat ini berada pada level Rp15.300 per dolar.
"Dan rupiah, baru beberapa waktu yang lalu, semua tidak ada yang percaya bahwa rupiah kita bisa tekan ke angka level sekarang Rp15.300," terang dia.
Ia juga mencatat indeks harga saham gabungan telah menunjukkan tren positif dengan proyeksi tembus ke angka 8.000, menandakan bahwa perekonomian Indonesia sedang bergerak ke arah yang baik.
"Kemudian indeks harga saham gabungan, itu kita sudah melihat bahwa ini bisa tembus ke 8.000. Jadi itu membuktikan bahwa ekonomi bergerak," tutup dia.