Jepang hingga Amerika Kompak Ajak Indonesia Investasi Nuklir
Nuklir dianggap sebagai sumber energi yang efisien dan relatif bersih.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan hampir semua negara kini mengarah pada penggunaan energi nuklir sebagai salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat.
Lantaran nuklir dianggap sebagai sumber energi yang efisien dan relatif bersih, dengan potensi dapat digunakan hingga 10 hingga 15 tahun ke depan. Dengan sistem yang lebih ramah lingkungan, nuklir juga dinilai sebagai alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan sumber energi fosil.
- ESDM: Indonesia Butuh Rp220 Triliun buat Investasi Energi Baru Terbarukan
- Berada di Indonesia, Ini Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Terbesar di ASEAN
- Jepang Siap Kucurkan Dana Buat Transisi Energi di Indonesia
- Akhirnya, Indonesia Kantongi Rp16,2 Triliun dari Amerika Serikat untuk Proyek Transisi Energi
Selain itu, biaya pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) juga semakin bersaing dengan energi terbarukan lainnya. Hal ini menjadikan nuklir sebagai pilihan yang layak untuk menjamin ketahanan energi Indonesia di masa depan.
"Pengembangan energi berbasis nuklir. Hampir semua negara sekarang sudah menengok ke nuklir karena itu energi yang bisa dipakai 10 tahun bahkan 15 tahun, karena dia sistemnya dianggap sebagai energi bersih, dan dengan cost yang relatif bersaing," kata Airlangga saat ditemui usai Rakornas Investasi 2024, di Jakarta, Rabu (11/12).
Kata Airlangga, Indonesia tidak bekerja sendirian dalam mengembangkan energi nuklir. Dalam berbagai kesempatan, seperti pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan pemerintah Perancis, Korea, Jepang, Rusia, dan China, Indonesia mendapatkan tawaran dari negara-negara tersebut untuk berinvestasi dalam proyek energi nuklir.
Sejalan dengan hal tersebut, kata Airlangga, Perusahaan listrik negara (PLN) telah melakukan langkah signifikan dengan menandatangani kesepakatan dengan Amerika Serikat dan Jepang untuk pengembangan Small Modular Reactor (SMR).
Teknologi SMR ini dianggap lebih aman, efisien, dan fleksibel dibandingkan dengan reaktor nuklir besar. Proses ini masih dalam tahap studi kelayakan (feasibility study), dan hasil dari studi tersebut akan menjadi dasar untuk melangkah ke tahap implementasi.
"PLN, itu kita menandatangani kerjasama untuk small modular reactor. Dan itu mengenai feasibility studinya. Jadi, kalau sudah selesai feasibility study baru masuk dalam tahap berikut," pungkasnya.